Saya minta anda jangan terlalu serius dulu membaca judulnya. Nanti anda bisa kecewa. Yang jelas, ini bukanlah sebuah cerita fiksi. Anggap saja ini sekedar judul-judulan. Buat gaya-gayaan. Biar lebih menarik. Saya hanya sedikit terinspirasi dari sebuah film animasi, “How to train your dragon”. Film itu mengisahkan tentang bagaimana seorang anak bisa melatih seekor naga untuk bisa terbang kembali.
Seekor naga liar yang sudah ditaklukkan dan dijinakkannya. Sirip ekor si naga tadinya putus. Tdak bisa terbang lagi. Maka, dibuatnya dan dipasanginyalah sirip ekor buatan itu ke si naga. Lalu, dilatihnya untuk bisa terbang kembali. Sempat beberapa kali gagal. Akhirnya si naga sukses bisa terbang. Bahkan, membawa si anak itu terbang meliuk-liuk ke atas awan.
Sebenarnya tidak ada hubungan yang serius antara si Dragon ini dengan si Giant. Saya cuma terinspirasi dengan semangat dan potensinya saja. Bagi saya, Sumatera Barat, atau Sumbar, adalah salah satu raksasa. Raksasa yang dikelilingi oleh para raksasa. Terletak di pulau Sumatera, tanahnya para raksasa. Rasanya tidak perlu saya menjelaskannya lagi di sini, mengapa saya beranggapan demikian. Itu sudah saya jelaskan di tulisan saya sebelumnya. Secara wilayah,
Sumbar memang tidak luas-luas amat. Bukan pula propinsi yang terluas di Sumatera, Luasnya hanya 42.012 km2. Hanya urutan yang keenam saja, sesudah Sumsel, Riau, Sumut, Aceh, Jambi. Namun, kalau soal potensi, Sumbar itu layak dianggap raksasa. Setidaknya itu pengamatan saya. Anggap saja sebagai wujud dari rasa bangga dan cinta saya. Itu saja, gak lebih!
Ceritanya, raksasa Sumbar ini saya amati belum banyak bergerak. Masih adem-ayem. Belum terlihat menggeliat. Gemes deh pokoknya. Padahal potensinya luar biasa. Ditambah lagi dengan dukungan dan kepercayaan masyarakatnya yang juga dahsyat. Rasanya saya tidak terlalu berlebihan kalau mencoba bandingkan dengan tetangga jauhnya, Kepri, Kepulauan Riau. Tiap hari “face to face” dengan Singapura. Propinsi yang paling imut. Urutan kesepuluh dari 10 propinsi di tanah para raksasa Sumatera. Saya pikir, si raksasa ini harus diajari bagaimana bisa berlari kencang. Kalau perlu, sekalian bisa terbang. Seperti si dragon animasi itu.
Ada dua alasan sebenarnya. Mengapa saya ingin membandingkan Sumbar dengan Kepri. Begini!
Pertama, setelah dinyatakan menang secara hukum oleh MK, Pemimpin dari kedua propinsi ini sama-sama dilantik oleh Presiden pada tempat dan hari yang sama. Istana Negara, Kamis, 25 Pebruari 2021. Artinya, kedua pasangan ini mempunyai titik start yang sama. Anggap saja modal politiknya juga sama.
Kedua, pemimpin di kedua propinsi ini sama-sama baru pertama kali menjadi gubernur/wagub. Bedanya, Gubernur Sumbar sekarang berasal dari partai yang sama dengan Gubernur sebelumnya. Sementara itu Gubernur Kepri sebelumnya dengan yang sekarang berasal dari partai yang beda. Jadi, cukup fair, bukan?
Sampai dengan hari ini, waktu 3 mingguan sudah berlalu, bahkan sebulanan. Waktu yang secara psikologis sangat penting dalam membuktikan sesuatu. Waktu yang sebetulnya bisa menggambarkan sekilas keadaan. Atau, bahkan untuk diproyeksikan seperti apakah nanti ke depannya. Waktu yang seharusnya bisa membuat orang lain bisa impressed, terkesan, atau “tabilalak”. Mengapa bisa demikian? Ya, karena ada faktor “momentum” di situ. Kira-kira penjelasannya begini.
Berdasarkan pemahaman saya secara ilmu sosial-humaniora yang kelasnya masih asal-asalan dan comot-comotan, “momentum” adalah “saat-saat”. Tepatnya, saat-saat yang penting dan bahkan genting. Saat-saat dimana orang harus waspada. Atau, saat-saat harus mampu memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya. Kehilangan “momentum” sama artinya dengan kehilangan kesempatan. Kesempatan yang tentunya langka dan berharga.
Lalu, dalam ilmu mekanika klasik, momentum merupakan hasil perkalian dari massa benda (kg = kilogram) dengan kecepatan (m/s = meter per detik). Satuannya adalah N.s atau Newton detik. Perubahan momentum disebut dengan impuls. Anggap saja massa bendanya tetap dan waktunya singkat. Maka, untuk mendapatkan impuls atau perubahan momentum yang semakin besar harus ada gaya yang cukup besar bekerja pada benda tersebut. Sehingga, dia bisa bergerak lebih cepat dari keadaan sebelumnya.
Saya menyebutnya ini sebagai “gaya sentak”. Kalau kita analogikan ke topic manajemen kinerja atau manajemen perubahan, mungkin inilah yang disebut dengan “gaya gebrak’, atau “menggebrak”, singkat saja menjadi “gebrakan”. Atau, “breakthrough” dalam bahasa Inggris. Tujuannya, agar hasilnya bisa membuat orang “tabilalak” (terkejut, terpesona, terkesima, tercengang, kagum, melongo, dsb).
Sekarang, mari kita bandingkan apa yang sudah dilakukan antara Sumbar dengan Kepri. Tentu, berdasarkan pencapaian mereka selama 3 minggu atau sebulan ini. Kita coba lihat dari geliat aktifitasnya! Cukup dari pantaun media saja. Untuk tahap awal ini, kita anggap saja media masih cukup fair dan netral dalam melaporkan sesuatu. Masih wajar-wajar saja. Tidak begitu melebih-lebihkan, ataupun menjelek-jelekkan. Kira-kira hasil pemantauan knologisnya begini.
Setelah dilantik, mereka langsung pulang ke daerah masing-masing. Pemimpin Sumbar menghilang selama 2 hari. Kemudian muncul pada suatu acara ucap syukur. Hari berikutnya mereka menyambangi Polda Sumbar. Kemudian muncul lagi setelah kasus penghentian pembangunan jalan toll Padang-Pekanbaru, di-blow-up media. Sayangnya, Gubernur Sumbar bereaksi dengan memanggil Hutama Karya ke kantornya. Tentu akan lain dampaknya kalau mengajak media nasional terjun langsung ke daerah yang bermasalah. Daerah yang membuat pembangunan jalan toll tersebut jadi mandek. Meski cuma tampak berfoto saja di sana, tapi dampaknya akan sangat dahsyat. Dilihat oleh masyarakat. Sebuah momentum yang sudah hilang.
Baru pada minggu ketiga mereka keluar kandang dengan menemui pejabar di pusat. Gubernur dan Wagub Sumbar menemui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP), untuk membicarakan Program Strategis. Intinya masalah percepatan pembangunan insfratruktur Sumatera Barat melalui program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) Padat Karya.
Kemudian, Wagub Audy Joinaldy menemui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, untuk membahas peran Bappenas dan dukungan terhadap pembangunan di Sumbar, Jakarta. Wagub Audy Joinaldy didampingi Wakil Bupati Limapuluh Kota dan Wakil Bupati Sijunjung. Mereka membicarakan program percepatan pembangunan ekonomi di Sumbar yang difokuskan pada, perhubungan insfrastruktur jalan, sumber daya air, SDM, ekonomi dan pengembangan kawasan pariwisata Sumbar.
Sementara itu, Pemimpin Kepri langsung masuk kantor di hari pertama keesokan harinya. Hari kedua mereka menyambangi TNI Polri, BPK, dll. Kemudian mereka sudah bicara mengenai penyatuan Badan Pengusahaan Batam-Bintan-Karimun. Langsung keluar aturannya. Kemudian membahas rencana pembangunan jembatan Batam-Bintan. Segala urusan keperluan administrasinya langsung diurus. Kemudian secara intensif melobby Singapura dan Pusat untuk pariwisatanya.
Karena mereka tahu bahwa nasib Kepri banyak ditentukan dari sektor wisata dengan focus ke Singapura ini. Mereka langsung berkoordinasi dengan 3 Menteri; Menkeu, Menko Maritim, Mendag, terkait masalah pembangunan strategis Kepri. Pembukaan wisman bagi Batam-Bintan yang sebelumnya terkatung katung tidak jelas. Kalangan industri pariwisatanya langsung memberikan response semangat. Kepri mendeklarasikan akan membuka pariwisatanya di April. Singapura di Juni. Dan, mereka tinggal menunggu hasil.
Kemudian, terkait dengan RPJMD, atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Hal yang sangat penting dengan pembangunan. RJPMD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka periode selama 5 (lima) tahunan yang berisi penjabaran dari visi-misi dan program kerja kepala daerah dengan berpedoman pada RPJP Daerah serta memperhatikan RPJM Nasional. Faktanya, pemimpin Kepri menyebut hanya merevisi RPJMD. Ini artinya, pemimpin sebelumnya sudah membuat dan mewariskan hasilnya. Gubernur baru tinggal menyesuaikan.saja dengan visi-misinya. Beda dengan pemimpin RPJMD di Sumbar. Pemimpin yang baru mau akan menyusun. Artinya, RPJMD belum ada. Mungkin maksudnya belum ada warisan dari sebelumnya.
Kesimpulan, Sumbar cukup lama melakukan konsolidasi, yang masih membahas pembangunannya secara umum. dengan menyampaikan keinginan dan kebutuhannya ke pejabat terkait di pusat tanpa menunjukkan sektor mana yang harus mereka gebrak dalam waktu singkat ini. Beda dengan Kepri yang langsung to the point dengan action yang jelas untuk menggenjot sektor pariwisatanya, rencana pengembangan ekonomi jangka panjangnya dengan koneksitas infrastruktur jembatan tadi, yang tentunya harus didukung efisiensi pengelolaan manajemen kawasan Batam-Bintan-Karimun.
Baiklah! Bagi saya, tidak usah terlalu lama menilainya. Sudah cukup dalam 3 mingguan ini saja, Sekilas kecepatan dari pemimpin kedua propinsi ini cukup beda. Alhasil, momentumnya beda. Namun, Sumbar tidak perlu takut. Masih ada waktu untuk merubah keadaan. Ini baru indikasi 3 mingguan atau 1 bulanan. Masih panjang perjalan untuk 3.5 tahun ke depan. Kepri masih proses. Sumbar pun demikian. Posisi sama-sama belum final. Belum membuahkan hasil. Jadi, masih banyak cara untuk merobah keadaan sekarang menjadi lebih baik lagi. Bagaimana membuat orang semakin yakin lagi. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan;
Pertama, segera bereskan RPJMD. Jangan terbelenggu berlama-lama. Langsung saja curi start. Tuangkanlah visi-misi yang sudah disampaikan sejak awal kampanye itu ke dalam RPJMD. Saya pikir, ini tidak harus dimulai dari titik pusat koordiniat (0;0). Paling tidak sudah harus maju sekian langkah. Semakin bergeser ke kanan atas.
Ini adalah bagaimana segera menjadikan draft RPJMD yang seharusnya diterjemahkan dari visi-misi tadi. Jangan habiskan waktu untuk kunjungan seremonial sowan sana-sini hanya untuk sekedar basa-basi meminta pendapat ini dan itu. Nanti saja pada langkah berikutnya, baru dikonsultasikan ke publik untuk dibahas, direview, ditambahkan, dikurangi, dipertajam, dipermanis, dsb. Hemat waktu, hemat biaya, hemat tenaga, hemat segala-galanya.
Kedua, segera dapatkan komitmen dari jajarannya untuk mewujudkan visi-misi yang sudah dijabarkan ke RPJMD tersebut. Komitmen mereka harus dalam bentuk target yang SMART dengan indikator kinerja (KPI) yang jelas. Jadi, ini harus didukung dengan formasi orang-orang yang mampu, mau dan siap bekerja, tentunya dengan energi yang prima pula. Biarkan mereka membuat action plan sendiri. Intinya, target yang sudah dibebankan dan disepakati harus tercapai. Jika ada permasalahan, target tidak tercapai, kejar mereka dengan action plan. Beri bantuan jika mereka masih saja mengalami kesulitan dalam menjalankan action plan.
Ketiga, pastikan ada evaluasi pencapaian yang rutin setiap minggunya. Evaluasi ini merupakan forum resmi antara pimpinan dengan jajarannya, berdasarkan pencapaian target dengan KPI tadi. Saya menyarankan agar dashboard kinerja (KPI) diperbarui setiap saat dan dapat diakses secara online dan realtime. Sehingga, setiap saat bisa dideteksi permasalahan yang terjadi. Tanpa harus menunggu penyelesaian permasalahan semakin berlarut-larut.
Saya berharap, raksasa Sumbar harus segera menggeliat. Harus bisa didongkel dari zona nyamannya. Harus mulai dilatih gerak badan. Untuk itu, diperlukan energi yang besar. Energi yang berasal dari dukungan rakyat Sumbar.
Tugas dari Gubernur dan Wagub sekarang tidak saja untuk melatih. Juga harus mengajarkannya bergerak yang konstruktif. Kalau perlu, sampai membuat bagaimana Sumbar bisa lari kencang. Bahkan, membuatnya sampai terbang. Hanya waktu yang bisa membuktikan. Paling tidak untuk 3 bulan ke depan. Bersama kisah si naga dan konsep momentum-impuls tadi. Mari kita pantau terus bagaimana mereka berdua melakukan gebrakan!
Posting:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H