Mohon tunggu...
Erkata Yandri
Erkata Yandri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi di bidang Management Productivity-Industry, peneliti Pusat Kajian Energi dan pengajar bidang Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Sekolah Pascasarjana, Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta.

Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai Manajemen Productivity-Industry dan Energy sebagai Technical Services Specialist dengan menangani berbagai jenis industri di negara ASEAN, termasuk Indonesia dan juga Taiwan. Pernah mendapatkan training manajemen dan efisiensi energi di Amerika Serikat dan beasiswa di bidang energi terbarukan ke universitas di Jerman dan Jepang. Terakhir mengikuti Green Finance Program dari Jerman dan lulus sebagai Green Finance Specialist (GFS) dari RENAC dan juga lulus berbagai training yang diberikan oleh International Energy Agency (IEA). Juga aktif sebagai penulis opini tentang manajemen dan kebijakan energi di beberapa media nasional, juga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya tentang efisiensi energi dan energi terbarukan di berbagai jurnal internasional bereputasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Refleksi "How To Train Your Dragon" dan "How To Move My Giant": Pentingnya Memahami Momentum untuk Sumbar

24 Maret 2021   11:37 Diperbarui: 26 September 2021   23:20 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Dreamstime.com

Saya minta anda jangan terlalu serius dulu membaca judulnya. Nanti anda bisa kecewa. Yang jelas, ini bukanlah sebuah cerita fiksi. Anggap saja ini sekedar judul-judulan. Buat gaya-gayaan. Biar lebih menarik. Saya hanya sedikit terinspirasi dari sebuah film animasi, “How to train your dragon”. Film itu mengisahkan tentang bagaimana seorang anak bisa melatih seekor naga untuk bisa terbang kembali. 

Seekor naga liar yang sudah ditaklukkan dan dijinakkannya. Sirip ekor si naga tadinya putus. Tdak bisa terbang lagi. Maka, dibuatnya dan dipasanginyalah sirip ekor buatan itu ke si naga. Lalu, dilatihnya untuk bisa terbang kembali. Sempat beberapa kali gagal. Akhirnya si naga sukses bisa terbang. Bahkan, membawa si anak itu terbang meliuk-liuk ke atas awan.

Sebenarnya tidak ada hubungan yang serius antara si Dragon ini dengan si Giant. Saya cuma terinspirasi dengan semangat dan potensinya saja. Bagi saya, Sumatera Barat, atau Sumbar, adalah salah satu raksasa. Raksasa yang dikelilingi oleh para raksasa. Terletak di pulau Sumatera, tanahnya para raksasa. Rasanya tidak perlu saya menjelaskannya lagi di sini, mengapa saya beranggapan demikian. Itu sudah saya jelaskan di tulisan saya sebelumnya. Secara wilayah, 

Sumbar memang tidak luas-luas amat. Bukan pula propinsi yang terluas di Sumatera, Luasnya hanya 42.012 km2. Hanya urutan yang keenam saja, sesudah Sumsel, Riau, Sumut, Aceh, Jambi. Namun, kalau soal potensi, Sumbar itu layak dianggap raksasa. Setidaknya itu pengamatan saya. Anggap saja sebagai wujud dari rasa bangga dan cinta saya. Itu saja, gak lebih!

Ceritanya, raksasa Sumbar ini saya amati belum banyak bergerak. Masih adem-ayem. Belum terlihat menggeliat. Gemes deh pokoknya. Padahal potensinya luar biasa. Ditambah lagi dengan dukungan dan kepercayaan masyarakatnya yang juga dahsyat. Rasanya saya tidak terlalu berlebihan kalau mencoba bandingkan dengan tetangga jauhnya, Kepri, Kepulauan Riau. Tiap hari “face to face” dengan Singapura. Propinsi yang paling imut. Urutan kesepuluh dari 10 propinsi di tanah para raksasa Sumatera. Saya pikir, si raksasa ini harus diajari bagaimana bisa berlari kencang. Kalau perlu, sekalian bisa terbang. Seperti si dragon animasi itu.

Ada dua alasan sebenarnya. Mengapa saya ingin membandingkan Sumbar dengan Kepri. Begini! 

Pertama, setelah dinyatakan menang secara hukum oleh MK, Pemimpin dari kedua propinsi ini sama-sama dilantik oleh Presiden pada tempat dan hari yang sama. Istana Negara, Kamis, 25 Pebruari 2021. Artinya, kedua pasangan ini mempunyai titik start yang sama. Anggap saja modal politiknya juga sama. 

Kedua, pemimpin di kedua propinsi ini sama-sama baru pertama kali menjadi gubernur/wagub. Bedanya, Gubernur Sumbar sekarang berasal dari partai yang sama dengan Gubernur sebelumnya. Sementara itu Gubernur Kepri sebelumnya dengan yang sekarang berasal dari partai yang beda. Jadi, cukup fair, bukan?

Sampai dengan hari ini, waktu 3 mingguan sudah berlalu, bahkan sebulanan. Waktu yang secara psikologis sangat penting dalam membuktikan sesuatu. Waktu yang sebetulnya bisa menggambarkan sekilas keadaan. Atau, bahkan untuk diproyeksikan seperti apakah nanti ke depannya. Waktu yang seharusnya bisa membuat orang lain bisa impressed, terkesan, atau “tabilalak”. Mengapa bisa demikian? Ya, karena ada faktor “momentum” di situ. Kira-kira penjelasannya begini.

Berdasarkan pemahaman saya secara ilmu sosial-humaniora yang kelasnya masih asal-asalan dan comot-comotan, “momentum” adalah “saat-saat”. Tepatnya, saat-saat yang penting dan bahkan genting. Saat-saat dimana orang harus waspada. Atau, saat-saat harus mampu memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya. Kehilangan “momentum” sama artinya dengan kehilangan kesempatan. Kesempatan yang tentunya langka dan berharga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun