Mohon tunggu...
Izzatin Nisa
Izzatin Nisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Bila Waktu Berbicara

2 November 2017   08:59 Diperbarui: 2 November 2017   17:39 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mau kemana zam?"

"Mau keluar sebentar, ada urusan mendadak nih." Kata Azam dengan langkah cepat keluar dari kelasnya ditengah perjalanan menuju parkiran tiba-tiba dia melihat gadis berkerudung merah yang sedang kuwalahan membawa setumpuk buku ditangannya karena hembusan angin yang cukup besar , daun-daun yang ada disekitar juga tak sanggup melawan sang angin hingga semua tumpukan buku yang hampir menutupi wajahnya. Langkah kaki Azam terhenti  mendengar suara buku-buku yang jatuh  itu, tanpa berfikir panjang dia langsung menghampiri gadis itu dan membantunya membereskan semua buku-bukunya.

"Ini mbak buku-bukunya."

"Iya mas, makasih." Jawab gadis itu dengan sebingkai senyuman.

"Apa perlu saya bantu mbak?"

"Ngga usah mas, makasih. Nanti malah ngrepotin mas."

"Sudah, sini saya bantu." Kata Azam yang dengan segera mengambil sebagian dari buku-buku yang dibawa gadis itu dan kembali ke parkiran lagi.

"Maaf pa, ma Azam telat dikit, hehe."

"Kamu telat hampir 20 menit, Zam." Kata mama Azam dengan nada sedikit kesal.

"Yasudah jangan ribut. Lebih baik kita langsung pergi ke rumah nenek." Ajak Papa Azam dan langsung melangkah keluar rumah diikuti Mama dan Azam menuju sebuah Kijang Inova berwarna silver . mobil melaju dengan pelan tapi pasti kerumah sakit dimana Nenek  Azam dirawat.

Azam adalah putra tunggal dari seorang pengusaha  ternama dikota Malang. Sejak kecil dia telah di didik dengan ilmu agama dan juga umum. Keinginannya untuk menuntut ilmu dan menghafal  Al-Qur'an di pondok pesantren selalu saja terhalang oleh kesibukannya dalam berbagai lomba seperti olimpiyade matematika ,speech English dan dia juga sempat mengikuti lomba MTQ tingkat provinsi dengan menyandang juara I. selain pintar dia juga aktif dalam berbagai kegiatan, baik ketika dia masih duduk dibangku sekolah maupun di bangku kuliah.

***

Hari yang begitu cerah oleh pancaran sinar mentari yang terang dan hangat. Tak seperti biasanya, hari ini Azam erangkat kuliah cukup pagi. Padahal jadawal kuliahnya siang hari. Bodynya yang seperti atletik, hidungnya yang mancung dan wajahnya yang sedikit ke arab-araban itu membuat wanita-wanita di kampusnya menyukainya, tapi sayangnya dari sekian sekian banyak wanita tak satupun yang dapat mengambil hatinya. Dengan sigap langkah kakinya menuju ke kantin yang terdapat di pojok kampus dekat dengan taman, karena itulah banyak mahasiswa dan mahasiswi yang betah berlama-lama ditempat itu.

Saat Azam hendak duduk di sebuah kursi, tiba-tiba dia melihat seorang gadis berkerudung putih. Wajahnya yang  oval, matanya yang sedikit kecoklatan tapi  bukan  softlens yang dipakainya, dengan dihiasi bulu mata yang lentik membuatnya seperti seorang gadis mesir. Entah apa yang ada dibenak Azam, dia mengurungkan diri untuk duduk dikursi itu dan berjalan menuju tempat dimana gadis itu duduk.

"Azzalamu'alaikum mbak."

"Wa'alaikumsalam mas." Jawab gadis itu dan melirik sejenak orang yang mengajanya bicara lalu nebubdukkan wajahnya lagi dan melanjutkan kembali bacaannya.

"Emm..mbak yang waktu itu saya tabrak kan?"

Gadis itu hanya tersenyum simpul.

"Oh iya kenalin nama saya Azam. Kalau boleh tau nama mbak siapa?"

"Labibah mas, panggil saja Bibah."

Sejenak tak dengar suara dari dua insane itu, hanya suara burung yang berkicau riang yang terdengar.

"Ya sudah , saya masuk kelas dulu ya mas." Kata Bibah seraya beranjak  dari tempat duduknya. Azam hanya membalas dengan senyuman. Tapi seolah tersimpan sejuta makna dibalik senyuman itu.

Tak kuasa menahan lelah yang dirasakannya, setelah seharian di kampus, Azam langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Pandangan kosong ke langit-langit kamarnya, tiba-tiba terlintas baying-bayang wajah Bibah. Raut wajahnya menjadi berseri-seri seolah senua beban yang ada dibenaknya telah lenyap. Tanpa sadar dia senyum-senyum tak jelas layaknya orang yang dimabuk cinta.

"Azam, buruan mandi. Lalu makan malam. Mama dan Papa tunggu dibawah." Kata Maam Azam dari luar kamarsekitika membuyarkan lamunannya.

***

Sudah hamper setahun Azam berteman akrab dengan Bibah. Mereka pun sudah mengenal satu sama lain. Bibah, yang Azam kira seorang gadis biasa, ternyata dia adalah putrid dari seorang Ning, pitri dari kyai ternama di Jawa Timur.  Bukan hanya seorang gadis rupawan dan pintar, Bibah juga telah menyandang gelar sebagai  seorang hafidzah.

Dengan bekal pas-pasan Azam mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Bibah. Perasaan yang sudah ada sejak awal pertama Azam berjumpa Bibah. Mentari siang yang begitu bersahabat dengan penghuni bumi. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membelai lembut kerudung Bibah yang sedang duduk di taman ditemani dengan segelas jus melon dan beberapa buku bacaannya. Azam yang sedari tadi duduk di depannya, sejenak memandang wajah gadis pujaannya.

"Ning..."

"Iya mas. Eh manggilnya jangan Ning dong mas, biasa aja ya."

"Ya udah, dek aja ya kalau gitu."

"Ya terserah mas deh. Yang penting jangan Ning."

"Dek, ada yang mau saya omongin."

"Iya mas ngomong aja."

"Sejak ku berjalan hanya dikau yang selalu dipelupuk mata. Juga bayang-bayang wajahmu yang selalu mengusik angan. Sudah lama kupendam rasa ini dalam, tak bias pula kupungkiri bunga-bungacinta bersemi sejak pandang pertama. Dek, aku mencintaimu, ijinkan aku menjadi duri yang selalu melindungimu dari tangan-tangan jail dan aku akan menyayangimu samapi Sang Pemilik Alam Semesta memangilku."

Hening.

"Gimana dek?"

"Kalau mas emang serius sama saya, mas bias langsung ketemu Abah saya."

Jawaban yang singkat tapi penuh makna didalamnya. Hati Azam langsung meloncat-loncat kegirangan. Semangat untuk menyelesaikan sekripsinya tahun ini semakin bergejolak. "Iya dek, tapi nanti ya setelah saya wisuda."

***

Setengah tahun berlalu. Azam telah mendapatkan gelar sebagai sarjana. Kebahagiaan berlipat ganda ketika melihat senyum kedua wanita yang dia sayangi yaitu Mamanya dan Bibah.

Sepertiga malam dating, tapi tak banyak yang menyambut kedatangannya karena masih terlelap pulas dalam mimpi-mimpi mereka. Azam mengambil air wudlu lalu mengadap Kekasihnya, tempat mengadu semua keluh kesah yang dia rasakan, meminta sesuatu yang dia inginkan. Meminta agar diberi kelancaran dalam niatnya untuk menemui Abah Bibah esok hari.

Seusai sholat Azam langsung mengambil handphonenya untuk memberitahu Bibah kalau dia akan kerumahnya. Tak lama kemudian handphone Azam berdering, pesan dari Bibah  "Iya mas, nanti biar saya bilang sam Umi buat ngasih tau Abah."

Embun pagi yang sejuk. Udara yang masih begitu bersih membawa gas oksigen untuk mekhluk ciptaanNya. Matahari yang masih malu-malu, mengintip dari sela-sela pepohonan. Walau begitu sinarnya masih terlihat terang. Bunga-bunga bermekaran indah ditaman rumah Azam. Harumnya seolah member I semangat sang pemilik rumah.

Kemeja biru berbalut jaket abu-abu dan celana hitam siap menemani Azam untuk pergi kerumah Bibah. Setengah jam berlalu, Azam telah sampai dirumah Bibah. Keringat dingin mulai membasahi jidadnya. Bagi Azam ini adalah hal tersulit daripada mengahadpi soal-soal olimpiyade. Membuatnya seperti demam panggungdan lebih merasa gugup daripada saat dia berpidato didepan umum. Di depan rumah, Bibah telah duduk manis menunggu Azam. Saat melihat Azam keluar dari mbil senyumnya mengembang. Azam pun membalas senyumnya itu.

"Assalamu'alaikum dek."

"Wa'alaikumsalam mas. Silahkan masuk!"

Bibah berjalan kedalam rumah di ikuti langkah kaki Azam. Ternyata Abah Bibah telah duduk di sebuah sofa, baik hakim yang akan mengadili seorang tersangka.

"Kenalin bah, ini mas Azam." Kata Bibah lalu Azam menghampiri Abah dan mencium tangan beliau sembari menucapakan salam.

"Silahkan mas duduk. Saya permisi mau kedalam dulu."

Azam hanya mengangguk dan tersenyum. Tak lama kemudian Bibah keluar dengan membawa dua gelas minuman dan beberapa makanan ringan.

Mulut terasa sulit untuk berkata, tapi dengan basmalah dia mencoba menjelaskan makud dan tujuannya. Sudah hamper setengah jam Aznyaman dengan beliau.am dan abah Bibsh bercakap-cakap. Azampun sudah mulai merasa akrab dan . tenggorokan Azam mulai terasa kering, dia mengambil minum yang sedari tadi berdiri diatas meja. Abah berdeham sepertinya ada hal yang ingin beliau katakana.

"Emm.begini nak. Ada satu syarat jika kamu benar-benar ingin meminang putrid saya."

"Kalau boleh  saya tahu, apa bah?"

"Kamu hafal AL-Qur'an. Apa kamu sanggup?"

Sesaat kata-kata itu mencekam Azam. "Iya bah, insyaallah saya sanggup."

***

Sudah hamper tiga tahun Azam menghafal Al-Qur'an. Sudah hamper tiga tahun pula Azam tak bertemu Bibah. Dia mencoba pergi kerumah Bibah. Selain itu dia juga ingin bertemu Abah Bibah.

Azam berjalan menuju pintu rumah Bibah. Dia melihat sekeliling halaman rumah, terlihat seperti habis ada suatu acara. Azam mengetuk pintu dan salam. Tak lama kemudian pintu dibuka oleh seorang  pria. "Wa'alaikumsalam, maaf mas mau cari siapa ya?"

"Bibahnya ada mas?"

"Iya ada, kalau boleh tau mas ini siapa?"

"Saya temannya Bibah mas. Lha mas sendiri siapa?"

"saya suaminya dek Bibah."

Kata-kata yang keluar dari mulut pria itu sesat meretakkan hati Azam. Sebuah tiang yang begitu kokoh sekejap runtuh oleh terpaan badai yang sedang mengamuk. Kantung matanya terasa tak kuat lagi menahan air mata, tapi dia berusaha menahannya agar tak keluar. Bibah pun keluar dari rumah. Dia mempersilahkan Azam untuk duduk lalu menceritaka semua yang telah terjadi selama ini, bahwa  ada seorang teman Abahnya yang juga seorang kyai ingin menjodohkan putranya dengan Bibah dan Abahnya tak bias menolak tawaran itu.

Dengan sejuta rasa kecewa yang dirasakan Azam, dia tetap mencoba menerima semua dan mencoba menegakkan kembali tiang yang sempat runtuh. "Aku yakin, insyaallah mas Azam akan mendapat wanita yang lebih dari saya. Tetap kuat dan lanjutkan lah hafalan mas yang sudah hamper selesai." Ucap Bibah yang juga tak kuasa menahan air matanya hingga ia pun membasahi pipi gadis yang pernah mengisi hati Bibah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun