Alternatif Bansos Yang Tidak Merusak Demokrasi
Apakah prioritas demokrasi dan pemberdayaan masyarakat lebih dahulu atau kekayaan dan intelektual untuk menyelenggarakan demokrasi, karena dalam kemiskinan mayoritas lebih memilih Bansos ketimbang demokrasi. Padahal diproyeksikan kalau terjadi pemberdayaan masyarakat dalam demokrasi persamaan hak maka akan timbul inovasi kreatif dan usaha untuk mekin berdaya atau digdaya.
Dilema antara prioritas pemberdayaan demokrasi versus peningkatan kekayaan dan intelektual di masyarakat, terutama dalam konteks kemiskinan. Hal ini sangat relevan karena banyak masyarakat yang berada dalam kemiskinan seringkali lebih memilih bantuan sosial (Bansos) daripada fokus pada hak-hak demokratis atau partisipasi politik yang lebih mendalam. Fenomena ini dapat terjadi karena kebutuhan dasar mereka belum terpenuhi, sehingga isu-isu seperti demokrasi terasa abstrak dibandingkan kebutuhan sehari-hari.
1. Pemberdayaan Masyarakat dan Demokrasi
Demokrasi yang efektif membutuhkan partisipasi yang luas dan informatif dari seluruh masyarakat. Dalam konteks kemiskinan, tanpa akses pendidikan dan sumber daya yang memadai, masyarakat sering kali kurang mampu terlibat dalam proses demokratis dengan cara yang kritis. Pemberdayaan masyarakat melalui akses pendidikan, layanan kesehatan, dan ekonomi yang stabil menjadi prasyarat agar mereka dapat berpartisipasi penuh dalam demokrasi.
Persamaan Hak: Ketika masyarakat diberdayakan secara ekonomi dan intelektual, mereka lebih mungkin untuk menuntut hak-hak mereka dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Inovasi kreatif dan usaha untuk menjadi mandiri sering muncul ketika individu merasa bahwa suara mereka berharga dalam sistem demokratis yang adil.
Kemiskinan dan Ketergantungan: Sebaliknya, dalam kondisi kemiskinan, masyarakat cenderung mengandalkan bantuan sosial yang datang dari pemerintah atau politisi. Hal ini sering kali mengurangi daya kritis terhadap kebijakan publik dan menciptakan ketergantungan, yang pada akhirnya dapat melemahkan demokrasi karena ketidakseimbangan kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat.
2. Kekayaan dan Intelektual sebagai Syarat Demokrasi
Meningkatkan kekayaan dan intelektual masyarakat juga penting untuk keberlangsungan demokrasi. Namun, beberapa teoretisi politik seperti Amartya Sen berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan demokrasi harus berjalan seiring, bukan terpisah. Sen menyatakan bahwa demokrasi sendiri dapat menjadi alat untuk mengentaskan kemiskinan karena memungkinkan masyarakat untuk menyuarakan kebutuhan mereka.
Demokrasi sebagai Jalan untuk Inovasi dan Pemberdayaan: Dalam sistem demokrasi yang sehat, suara dan kebutuhan masyarakat, termasuk mereka yang miskin, bisa diakomodasi dan dibahas secara terbuka. Pemberdayaan intelektual yang terjadi melalui demokrasi memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam inovasi kreatif yang dapat menghasilkan kemajuan ekonomi.
Dampak Kekayaan Tanpa Demokrasi: Namun, jika kekayaan dan intelektual diprioritaskan tanpa adanya pemberdayaan demokrasi, maka hanya segelintir elite yang akan mendapatkan keuntungan. Demokrasi menjadi terpinggirkan, dan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi justru semakin melebar. Ini dapat menimbulkan situasi di mana masyarakat kaya dan berpendidikan mendominasi politik, sementara masyarakat miskin tetap terpinggirkan.
3. Tantangan Bantuan Sosial (Bansos) dalam Demokrasi
Ketika bantuan sosial digunakan sebagai alat politik, demokrasi dapat terancam. Jika masyarakat lebih fokus pada bantuan jangka pendek seperti Bansos daripada memperjuangkan hak-hak demokratis dan partisipasi politik yang lebih besar, maka potensi munculnya patronase politik semakin besar. Ini adalah situasi di mana politisi memberikan bantuan untuk mendapatkan dukungan, bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya.
Namun, dengan menciptakan keseimbangan antara bantuan sosial yang bersifat jangka pendek dan pemberdayaan masyarakat jangka panjang, termasuk pendidikan demokratis dan penguatan hak sipil, masyarakat dapat bergerak menuju kesejahteraan yang lebih berkelanjutan dan ikut aktif dalam proses demokratis.
4. Solusi: Sinkronisasi antara Pemberdayaan dan Kekayaan
Dalam konteks ini, solusi terbaik adalah sinkronisasi antara pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kekayaan dan intelektual. Langkah-langkah seperti:
Pendidikan dan Literasi Demokratis: Membekali masyarakat dengan pendidikan yang memadai agar mereka dapat memahami pentingnya demokrasi dan hak-hak mereka.
Akses Ekonomi yang Adil: Memberikan akses terhadap ekonomi dan sumber daya agar mereka bisa keluar dari kemiskinan dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat.
Kebijakan Bansos yang Berkelanjutan: Menggunakan Bansos sebagai jaring pengaman sosial, tetapi tidak hanya sebagai alat politik, melainkan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup dalam jangka panjang.
Jika masyarakat diberdayakan melalui pendidikan dan partisipasi dalam demokrasi, inovasi kreatif dan kemandirian akan muncul secara alami.
Tantangan Bantuan Sosial (Bansos) dalam Demokrasi. Ketika bantuan sosial digunakan sebagai alat politik, demokrasi dapat terancam. Jika masyarakat lebih fokus pada bantuan jangka pendek seperti Bansos daripada memperjuangkan hak-hak demokratis dan partisipasi politik yang lebih besar, maka potensi munculnya patronase politik semakin besar.Â
Ini adalah situasi di mana politisi memberikan bantuan untuk mendapatkan dukungan, bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Namun, dengan menciptakan keseimbangan antara bantuan sosial yang bersifat jangka pendek dan pemberdayaan masyarakat jangka panjang, termasuk pendidikan demokratis dan penguatan hak sipil, masyarakat dapat bergerak menuju kesejahteraan yang lebih berkelanjutan dan ikut aktif dalam proses demokratis.Â
Bansos dalam arti penyelenggaraan pemerintahan modern menjadi perangkap penggiringan demokrasi seperti hasil pemilu kemarin buktinya. Untuk mengantisipasi kerusakan demokrasi lebih lanjut kita perlu memikirkan cara penghapusan kemiskinan atau meniadakan angka kemiskinan dan memberdayakan masyarakat miskin mencapai syarat kehidupan layak minimum. Cara alternatifnya, yang jelas sudah dikerjakan di berbagai negara maju adalah dengan memberikan tax return atau dalam bahasa Indonesianya adalah alternatif subsidi pajak dalam pelaporan pajak tahunan.Â
Jadi bukan karena bantuan sosial dari presiden atau menteri atau ketua partai atau pak Bupati yang sedang kampanye, tetapi lebih menyatakan peran pokok negara yang utama, dan bukan peran pemimpin yang sepertinya tipu tipu welas asih memberikan beras secara pribadi dengan menggunakan uang negara, atau singkatnya korupsi jabatan. Teknisnya, dalam memberikan subsidi bagi masyarakat yang berpenghasilan nol hingga level di bawah tingkat kemiskinan atau poverty level menurut PBB.Â
Jadi untuk menghapuskan kemiskinan maka rakyat harus didorong membuat laporan pajak tahunan atau tax return dengan menggunakan nomor KTP sebagai nomor pajak (social security number). Dalam laporannya kalau penghasilannya kurang dari angka kemiskinan, maka akan mendapatkan subsidi supaya penghasilannya ada di level setingkat lebih tinggi dari poverty level. Atau kalau penghasilannya dibawah level poverty maka akan mendapatkan selisihnya untuk mencapai angka di atas poverty level.Â
Dengan demikian maka poverty level sudah tidak relevan karena sudah disubsidi oleh pajak progresif dari pembayar pajak yang kaya raya. Apalagi 5% penduduk setiap negara adalah orang kaya yang memiliki aset 95% di setiap negara tersebut. Jadi pemerataan penghasilan di atas poverty level PBB bukannya tidak mungkin, tetapi sangat mungkin sekali, dan 90% sisa anggarannya dapat dipakai untuk menjalankan suatu negara. Itulah artinya kemiskinan ditanggung oleh negara bukan pemerintah dan bukan presiden, menteri atau pemimpin partai politik.
Tantangan Bantuan Sosial (Bansos) dalam Demokrasi: Antara Pemberdayaan dan Patronase Politik
Dalam sistem demokrasi yang sehat, partisipasi politik yang luas dan hak-hak sipil harus menjadi landasan utama. Namun, ketika bantuan sosial (Bansos) digunakan sebagai instrumen politik, demokrasi menghadapi tantangan serius. Bansos sering kali dimanfaatkan oleh pemerintah atau politisi untuk mempertahankan kekuasaan, dengan menjadikan masyarakat miskin sebagai penerima bantuan yang rentan terhadap manipulasi. Fenomena ini menciptakan ketergantungan yang mengaburkan garis antara kebutuhan sosial yang sah dan eksploitasi politik.
Artikel ini akan menguraikan tantangan Bansos dalam demokrasi, membahas ancaman yang ditimbulkannya bagi partisipasi politik masyarakat, dan mengeksplorasi solusi alternatif, seperti subsidi pajak yang dapat mendorong pemberdayaan masyarakat secara lebih berkelanjutan.
1. Bansos Sebagai Alat Politik dan Ancaman Demokrasi
Dalam banyak kasus, Bansos telah menjadi alat untuk mempertahankan patronase politik. Patronase ini merujuk pada hubungan timbal balik di mana politisi atau pejabat pemerintah memberikan bantuan finansial kepada masyarakat dengan harapan memperoleh dukungan politik, baik dalam bentuk suara saat pemilu maupun legitimasi kekuasaan. Alih-alih memberdayakan masyarakat miskin, Bansos jangka pendek justru menciptakan ketergantungan.
Masyarakat yang menerima bantuan cenderung lebih fokus pada kebutuhan jangka pendek---mengamankan kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan tempat tinggal. Hal ini, dalam banyak kasus, mengalihkan perhatian mereka dari hak-hak sipil yang lebih penting dalam jangka panjang, seperti hak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan politik. Akibatnya, masyarakat tidak memiliki insentif untuk menuntut kebijakan publik yang lebih progresif dan berkelanjutan, karena mereka bergantung pada kebijakan Bansos yang diberikan oleh elit politik.
Lebih lanjut, Bansos yang diberikan tanpa strategi pemberdayaan jangka panjang hanya memperkuat ketidaksetaraan struktural. Masyarakat yang miskin tetap berada dalam kondisi ketidakberdayaan, sementara mereka yang berada di puncak kekuasaan terus memanfaatkan posisi dominannya. Demokrasi yang sejatinya didasarkan pada partisipasi setara menjadi terdistorsi oleh dinamika ini.
2. Solusi Alternatif: Subsidi Pajak untuk Pemberdayaan Jangka Panjang
Untuk menghadapi tantangan ini, perlu ada perubahan paradigma dalam pendekatan negara terhadap pengentasan kemiskinan. Subsidi pajak yang lebih progresif dapat menjadi solusi yang lebih adil dan berkelanjutan daripada Bansos yang diberikan secara langsung oleh pemerintah.
Model subsidi pajak ini bekerja dengan cara memastikan bahwa setiap warga negara yang penghasilannya di bawah garis kemiskinan---seperti yang ditentukan oleh standar global atau nasional---diberi tambahan finansial melalui pajak progresif. Dengan cara ini, mereka dapat mencapai pendapatan yang setara atau bahkan melebihi batas poverty level (garis kemiskinan). Sistem ini memungkinkan pemerataan kekayaan tanpa menciptakan ketergantungan yang sama seperti Bansos. Sumber pendanaan subsidi ini berasal dari pajak progresif yang dikenakan pada warga negara yang lebih kaya, yang jumlahnya sering kali sangat kecil (5% dari populasi) namun menguasai sebagian besar kekayaan negara (95% aset nasional).
Keunggulan dari subsidi pajak ini adalah bahwa peran negara---bukan pemimpin individu---menjadi sentral dalam penyelenggaraan pengentasan kemiskinan. Tidak ada ketergantungan pada agenda politik presiden atau menteri. Negara bertanggung jawab secara sistematis atas kesejahteraan warga negaranya, tanpa adanya potensi eksploitasi politik yang datang dengan Bansos jangka pendek.
3. Keuntungan dari Subsidi Pajak Progresif
Menggantikan Bansos dengan subsidi pajak menawarkan beberapa keunggulan besar:
Mengurangi Ketergantungan pada Pemimpin Politik: Karena subsidi ini bukanlah pemberian langsung dari individu atau pemerintah yang berkuasa, tidak ada hubungan patronase yang tercipta. Subsidi ini bersifat struktural dan dirancang untuk membantu masyarakat miskin secara mandiri.
Menciptakan Insentif untuk Partisipasi Politik Aktif: Masyarakat yang memperoleh penghasilan di atas garis kemiskinan melalui subsidi pajak akan merasa lebih percaya diri dan diberdayakan. Mereka memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk berpartisipasi dalam demokrasi, menuntut kebijakan yang adil, dan mengambil bagian dalam pengambilan keputusan.
Penghapusan Garis Kemiskinan yang Relevan: Dengan subsidi pajak yang dirancang untuk mengangkat setiap individu di bawah garis kemiskinan ke level yang lebih tinggi, konsep kemiskinan itu sendiri menjadi tidak relevan. Negara akan menjamin bahwa tidak ada satu pun warganya yang hidup di bawah standar kehidupan yang layak.
Penggunaan Anggaran yang Lebih Efisien: Karena subsidi pajak ini berasal dari redistribusi kekayaan melalui pajak progresif, anggaran negara dapat difokuskan untuk keperluan lainnya, seperti infrastruktur publik, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Negara tetap memiliki sumber daya yang cukup untuk beroperasi tanpa harus terus-menerus mengalokasikan dana untuk bantuan langsung tunai yang berulang.
4. Tantangan Implementasi dan Jalan Keluar
Tentu saja, penerapan subsidi pajak bukan tanpa tantangan. Memastikan bahwa sistem perpajakan berjalan dengan efisien dan tidak rentan terhadap korupsi menjadi prasyarat utama. Selain itu, perlu ada sistem monitoring yang transparan agar subsidi pajak benar-benar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh mereka yang tidak berhak.
Namun, tantangan ini dapat diatasi dengan reformasi perpajakan yang transparan dan kuat, serta penggunaan teknologi untuk melacak data keuangan secara lebih akurat. Digitalisasi sistem pajak juga memungkinkan pelaporan yang lebih mudah dan aksesibilitas yang lebih luas bagi masyarakat.
Kesimpulan: Membangun Demokrasi yang Lebih Kuat
Dengan menggantikan sistem Bansos jangka pendek yang rentan terhadap patronase politik dengan subsidi pajak yang progresif, negara dapat menciptakan demokrasi yang lebih kuat dan berkelanjutan. Ketergantungan politik akan berkurang, dan masyarakat akan diberdayakan untuk berpartisipasi lebih aktif dalam kehidupan politik dan ekonomi negara.
Kemiskinan bukan lagi tanggung jawab presiden atau menteri, tetapi tanggung jawab negara secara kolektif, yang bertindak melalui kebijakan yang adil dan menyeluruh. Dengan demikian, demokrasi yang sejati dapat tumbuh, di mana setiap warga negara memiliki akses yang setara terhadap sumber daya dan kesempatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI