Seolah menggarisbawahi pentingnya masalah ini, Musk menambahkan dalam postingan terpisah, "Benar. Saya baru saja bersama beberapa teman yang mengatakan feed mereka menjadi lebih toksik belakangan ini. Ternyata mereka sering berbagi contoh postingan toksik satu sama lain, yang membuat algoritma berpikir Anda menyukai konten toksik." Â Ini adalah bukti ketidakkonsistenan Musk atas AI yang dia katakan belum siap karena sangat berbahaya.Â
Atau benarkah Musk berpendapat sesuai hati nuraninya atau sedang berulah untuk bisa menjadi viral kembali dan setiap hari ulahnya harus diliput terus, bak Donald Trump. Secara resmi Musk selalu mengatakan AI belum siap memenuhi tantangan teknis karena sangat sensitif terhadap penyalahgunaan. Padahal produk twitter-X secara praktis sedang melakukan ini secara real time. Sama sekali Musk selalu saja tidak konsekuen dan mengada ada dalam mencari kesempatan mengambil keuntungan.
Dalam dunia yang semakin terhubung ini, algoritma menjadi pedang bermata dua. Mereka dapat menghubungkan dan memberdayakan, tetapi juga bisa salah memahami dan menyebarkan kebencian. Musk, dengan pemahamannya yang seolah olah atau benar dalam pemahaman selektif (buble) yang mendalam tentang teknologi dan pengaruhnya, tahu bahwa tantangan ini tidak akan mudah diatasi. Tetapi di sinilah letak taruhannya---di dunia di mana kebebasan berbicara bertabrakan dengan kontrol algoritmik, siapa yang akan keluar sebagai pemenang?Â
Ketika situasi di Brasil semakin memanas, begitu pula ketegangan antara Musk dan Dorsey. Keduanya pernah sependapat tentang masa depan platform digital, tetapi sekarang, pendekatan mereka berbeda. Sikap agresif Musk, termasuk langkah Starlink-nya, memang berani tetapi berisiko. Dorsey, di sisi lain, percaya pada pemberdayaan pengguna untuk melindungi diri mereka sendiri, menekankan privasi daripada konfrontasi.Â
Komunitas teknologi global menyaksikan saat para raksasa industri ini menavigasi lanskap kompleks hak digital dan kekuatan korporat. Di Washington, desas-desus tentang peringatan Musk terhadap Wakil Presiden Kamala Harris semakin keras. Apakah tantangan yang dihadapi X di Brasil dapat menjadi bayangan bagi perjuangan serupa di AS? Saat pemilu semakin dekat, implikasi dari perebutan kekuatan ini semakin jelas.Â
Jack Dorsey tahu bahwa tindakannya akan membawa dampak yang luas. Dengan mempromosikan VPN dan teknologi desentralisasi, ia mendorong gerakan global, yang suatu hari nanti mungkin akan menantang dasar-dasar kontrol atas internet. Dan ketika Brasil berdiri di garis depan perang digital ini, dunia lainnya bersiap untuk pertempuran yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H