Respon dan Tantangan ASEAN
Pendekatan pengambilan keputusan ASEAN yang berbasis konsensus pasti selalu berujung pada tidak adanya tindakan, karena setiap anggota secara tidak sadar selalu merongrong ASEAN, dengan alasan memiliki prioritas ilusi ekonomi dan strategis yang berbeda. Sebagai pembanding, apakah setiap anggota EU boleh jalan sendiri dengan program ekonomi atau militer yang menguntungkan diri sendiri dengan tidak malu untuk mengorbankan semua anggota eU? Â Dengan demikian organisasi ini gagal untuk mengupayakan program perekonomian terpadu dan dalam melakukan respons militer terpadu. Prinsip non-intervensi yang membebani dan membatasi kemampuan ASEAN untuk secara kolektif melejit mengatasi semua masalah yang mengkerdilkan ASEAN, sehingga menjadi impoten menghadapi agresi eksternal sekecil apapun. Dengan demikian sangat melemahkan kapasitasnya untuk segera memajukan semua anggotanya dan makin menjauhkan usaha pencapaian kesetaraan dengan EU.
3. Respons ASEAN yang Terbatas
Tantangan Struktural di ASEAN
Pendekatan pengambilan keputusan berdasarkan konsensus seharusnya juga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan voting ketika terjadi kebuntuan, karena ASEAN harusnya menjadi organisasi super modern dan harus menolak menjadi sebuah organisasi yang kadaluwarsa yang hanya menjadi tempat kumpul-kumpul arisan. Justru dalam setiap voting terjadi pencatatan semua suara yang menolak, sehingga tidak hanya suara didengar saja, tetapi dicatat dalam voting ataupun konsensus. Sehingga tindakan ASEAN bisa lebih cepat dan fleksibel berdasarkan keputusan konsensus maupun voting, apalagi magnitude tindakan kolektif yang mengerikan jumlahnya pasti disegani dan tidak perlu takut lagi mempertahankan integritas batas wilayah ASEAN dengan China, ataupun dalam mengatasi isu-isu lainnya dengan integritas yang tinggi.Â
Prinsip saling membantu dan intervensi masih memungkinkan, kalau dibutuhkan atau diminta dalam rangka ASEAN ikut aktif menjaga kedaulatan, yang bisa memperkuat  kapasitas ASEAN untuk melakukan tindakan kolektif. Dengan kemampuan ASEAN yang mengerikan bagi negara manapun, akan membuat semua negara lain takut untuk berilusi apalagi mencobai. Dan kekuatan deterrent ini harus senantiasa dipraktekkan tidak hanya gertakan sambal, dalam model perang urat saraf yang futuristik.
Pengaruh Eksternal dan Tekanan Geopolitik
Kita suka berfikir bahwa, ketergantungan penuh pada ekonomi China mempersulit kemampuan anggota ASEAN untuk mendukung sikap bersatu. Padahal sudah terbukti salah dan sudah ada contoh nyata seperti kasus EU yang berani mengambil langkah drastis dan menghentikan perdagangan dengan Rusia dalam waktu singkat. Kita juga suka berfikir bahwa keterlibatan negara-negara besar seperti Amerika Serikat menimbulkan kompleksitas tambahan, padahal tidak demikian, karena EU ternyata berhasil bisa mengeksploitasi hubungannya dengan AS dalam krisis Ukraina. Sehingga AS mau dengan suka rela mendukung penuh bahkan diberikan bantuan dana triliunan dollar untuk memecahkan masalah ketergantungan pada Rusia. Sekarangpun perhatian AS sudah semakin menjauh dari Timur Tengah dan mengkonsentrasikannya pada South China Sea, berarti ada gayung bersambut, untuk kita eksploitasi lebih jauh lagi. Jadi mengapa masih memberati diri dengan ketergantungan penuh pada China, apa karena uang siluman?
Dengan demikian apakah negara-negara ASEAN masih takut dan terjebak oleh China dengan slogan kuno "Menyeimbangkan hubungan dengan Tiongkok dan Amerika Serikat?" Padahal sudah tahu dan terbukti bahwa para nelayan dan coast guard China merongrong perbatasan dan berusaha merebut pulau atau wilayah milik Indonesia dan anggota ASEAN lainnya. Kita ini rasanya senang sekali bernostalgia menggunakan perspektif utopia integritas nasional yang sangat merugikan dengan diterornya para nelayan yang ditengah lautan sendirian mempertahankan perbatasan laut kita. Angkatan laut juga perlu berlatih meniru berbagai cara agresif supaya mengerti dan belajar dalam situasi serupa apa cara deterrent yang paling efektif.
Jika masing-masing anggota ASEAN ingin membebaskan diri dari integritas palsu dan bersekutu atau mengeksploitasi kekuatan AL dan kekuatan ekonomi AS seperti EU, Jepang dan Korea Selatan, maka hasilnya akan berbeda, dan tidak terjebak dalam ketergantungan ekonomi pada China, atau setidaknya lebih diversified atau seimbang dan tidak merasa tergantung pada China sama sekali. Jadi ASEAN dan Indonesia sebagai anggota harus tetap terus berusaha membentuknya menjadi organisasi yang lebih merdeka dan berintegritas, tanpa perlu harus menghamba pada tuan besar. Apakah mungkin mengeksploitasi China seperti mengeksploitasi AS? Mungkin saja kalau kita berani mencoba, dan tidak harus menghamba terus.