Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teologi Malas: Bermalas-Malas yang Alkitabiah

27 April 2024   07:31 Diperbarui: 27 April 2024   07:39 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tangan kapitalisme adalah perpanjangan tangan iblis. Ini mengancam kemanusiaan kita. Ia mengekang kebebasan kita. Alkitab mengatakan kehadiran Roh Kudus harus ditandai dengan kemerdekaan (2 Korintus 3:17). Ini seharusnya mengganggu zona aman dan nyaman kita. Seharusnya, konflik batin itu harus terus berkecamuk kuat dalam diri kita. Namun, kesadaran palsu yang disuntikkan kapitalisme tampaknya berhasil meredam kontradiksi internal itu. Akibatnya, kita tidak takut pada kapitalisme. Kita berusaha mencari cara untuk berdamai dengannya. Alih-alih melawan, kita mencoba berbagai teknik untuk beradaptasi. Ini keliru karena mengingkari kehadiran Roh Kudus!

Dalam pemahaman Aquinas, kemalasan dapat kita tarik ke kutub positif. Ia dapat menjadi penjaga terhadap bahaya. Kemalasan membuat kita enggan mendekati hal baru dan dianggap mengancam. Kapitalisme itu pengganggu. Ia menindas. Ia membuat banyak orang menjerit kesakitan. Telinga Tuhan selalu bersendengan kepada jeritan rakyat tertindas (Keluaran 3:7). Dengan begitu, seharusnya kita enggan bersentuhan dengan sistem ini. Kita harus lembam di hadapan struktur ini. Harus benar-benar malas berurusan dengannya.

Kapitalisme sudah mengingkari kodrat manusia untuk menikmati dunia (Kejadian 2:16). Kapitalisme sudah mengasingkan kita dari alam semesta. Ia memaksa kita untuk bekerja dan bekerja. Pergi ke bioskop untuk menonton film receh komodifikasi Hollywood karena kita terlalu capai untuk meresapi sastra. Pikiran kita terlalu lelah untuk menikmati puisi. Mata kita terlalu sayu untuk menikmati bintang dan rembulan malam. Kita lupa menikmati alam ciptaan Tuhan. Karena itu kemalasan radikal harus dideklarasikan. Kaum buruh sedunia, bermalaslah!

Apakah kita punya nyali?

*
Penulis adalah pegiat Selasaan

#teologiremehtemeh

#2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun