Tangan kapitalisme adalah perpanjangan tangan iblis. Ini mengancam kemanusiaan kita. Ia mengekang kebebasan kita. Alkitab mengatakan kehadiran Roh Kudus harus ditandai dengan kemerdekaan (2 Korintus 3:17). Ini seharusnya mengganggu zona aman dan nyaman kita. Seharusnya, konflik batin itu harus terus berkecamuk kuat dalam diri kita. Namun, kesadaran palsu yang disuntikkan kapitalisme tampaknya berhasil meredam kontradiksi internal itu. Akibatnya, kita tidak takut pada kapitalisme. Kita berusaha mencari cara untuk berdamai dengannya. Alih-alih melawan, kita mencoba berbagai teknik untuk beradaptasi. Ini keliru karena mengingkari kehadiran Roh Kudus!
Dalam pemahaman Aquinas, kemalasan dapat kita tarik ke kutub positif. Ia dapat menjadi penjaga terhadap bahaya. Kemalasan membuat kita enggan mendekati hal baru dan dianggap mengancam. Kapitalisme itu pengganggu. Ia menindas. Ia membuat banyak orang menjerit kesakitan. Telinga Tuhan selalu bersendengan kepada jeritan rakyat tertindas (Keluaran 3:7). Dengan begitu, seharusnya kita enggan bersentuhan dengan sistem ini. Kita harus lembam di hadapan struktur ini. Harus benar-benar malas berurusan dengannya.
Kapitalisme sudah mengingkari kodrat manusia untuk menikmati dunia (Kejadian 2:16). Kapitalisme sudah mengasingkan kita dari alam semesta. Ia memaksa kita untuk bekerja dan bekerja. Pergi ke bioskop untuk menonton film receh komodifikasi Hollywood karena kita terlalu capai untuk meresapi sastra. Pikiran kita terlalu lelah untuk menikmati puisi. Mata kita terlalu sayu untuk menikmati bintang dan rembulan malam. Kita lupa menikmati alam ciptaan Tuhan. Karena itu kemalasan radikal harus dideklarasikan. Kaum buruh sedunia, bermalaslah!
Apakah kita punya nyali?
*
Penulis adalah pegiat Selasaan
#teologiremehtemeh
#2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H