BAB III
PENUTUP
KesimpulanÂ
Iddah merupakan masa menanti atau masa tunggu yang diwajibbkan pada seorang istri yang dicerai suaminya (baik cerai hidup maupun cerai mati) supaya diketahui rahimnya bersih atau tidak dari benih hasil bersenggama dengan sang mantan suami. Ketentuan-ketentuan iddah, meliputi:
1) Perempuan yang ber'iddah karena ditinggal mati oleh suaminya (al-mutawaff 'anh zawjuh). Ketentuan masa 'iddahnya adalah sebagai berikut:
- Empat bulan sepuluh hari, dengan catatan tidak hamil.
- Apabila sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan
2) Perempuan yang beridah karena cerai hidup atau bukan karena ditinggal mati oleh suaminya. Ketentuan masa iddahnya adalah sebagai berikut:
- Apabila sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan
- Tiga quru' atau tiga kali suci apabila masih menstruasi
- Tiga bulan bila belum menstruasi atau sudah tidak menstruasi
Adapun tujuan iddah, meliputi: 1. Untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah perkawinan dalam ajaran Islam. 2. Peristiwa perkawinan yang demikian penting dalam hidup manusia itu harus diusahakan agar kekal. 3. Dalam perceraian karena ditinggal mati, iddah diadakan untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami bersamasama keluarga suami. 4. Bagi perceraian yang terjadi antara suami istri yang pernah melakukan hubungan kelamin, iddah diadakan untuk meyakinkan kekosongan rahim.
Adapun kewajiban seorang setelah perceraian adalah menjalankan masa iddah, sedangkan kewajiban suami adalah memberikan mut'ah, memberikan nafkah, maskan, dan kiswah, melunasi mahar yang masih terhutang, kewajiban memberikan hadhanah, dan kewajiban memberi nafkah serta biaya pendidikan untuk anaknya serta kewajiban melunasi mahar yang masih terhutang.
Â
DAFTAR PUSTAKA
1. 'Abidin, Ibnu. Dalam Abd Moqsith Ghazali. 2002. 'Iddah dan Ihdad dalam Islam: Pertimbangan Legal Formal dan Etik Moral.