Mohon tunggu...
Itak Khoirunnisak
Itak Khoirunnisak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hai, Saya kompasianer baru. Hobi saya membaca dan sekarang sedang ingin beralih pada kepenulisan. Konten yang saya sukai random, mulai dari kesehatan, politik, ekonomi, hingga gosip.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masa Iddah bagi Seorang Istri

25 November 2022   17:16 Diperbarui: 25 November 2022   20:31 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seks merupakan kebutuhan biologis seorang manusia kepada lawan jenisnya. Itu merupakan naluri yang sangat kuat untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan sek yang tepat hanya dapat dilakukan dengan adanya ikatan perkawinan antara suami dan istri. Pada dasarnya tujuan menikah bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologisnya saja akan tetapi lebih dari itu, yaitu sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 yang berbunyi: "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Manakala dalam masa pernikahan tersebut terjadi hubungan seksual, akan tetapi dalam perjalanan pernikahan tidak terjadi sesuai kehendak hingga berujung pada perceraian. Akibat dari perceraian inilah menimbul iddah bagi seorang perempuan.

Masa iddah merupakan masa tunggu yang hanya berlaku bagi seorang istri. Mengapa hanya seorang istri? Apakah suami tidak memiliki masa iddah? Seorang suami tidak memiliki masa iddah, karena pada dasarnya yang dapat hamil dan melahirkan adalah seorang istri. Masa iddah dimaksudkan untuk mengetahui apakah rahim sang istri bersih atau tidak dari hasil hubungan dengan suami terdahulu. Bagi seorang istri yang dicerai oleh suaminya baik cerai hidup maupun cerai mati terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang berbeda mengenai masa iddahnya. Sehingga dalam makalah ini penulis ingin menyajikan lebih jauh mengenai definisi iddah, landasan hukum iddah, sebab-sebab iddah, hikmah iddah, dan kewajiban yang harus dipenuhi setelah terjadinya perceraian. 

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat penulis ambil beberapa rumusan masalah, yaitu meliputi:

 1) Apa pengertian dari iddah?

2) Dasar hukum apa yang menjadi landasan adanya iddah?

3) Apa saja sebab-sebab adanya masa iddah bagi seorang istri?

4) Apa saja tujuan yang ingin dicapai dengna dilaksanakannnya iddah?

5) Hikmah apa saja yang diperoleh dengan adanya iddah?

6) Kewajiban apa saja yang masih melekat dan harus dijalankan setelah terjadinya perceraian?

C. Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sesuai yang telah diuraikan dalam rumusan masalah di atas, antara lain:

1) Untuk menjelaskan definisi iddah

2) Untuk menjelaskan dasar hukum yang menjadi landasan adanya iddah

3) Untuk menjelaskan sebab-sebab adanya masa iddah bagi seorang istri

4) Untuk menjelaskan tujuan iddah

5) Untuk menjelaskan hiikmah yang diperoleh dengan adanya iddah

6) Untuk menjelaskan kewajiban yang masih melekat dan harus dijalankan setelah terjadinya perceraian 

 

BAB II 

PEMBAHASAN

A. Definisi Iddah

Iddah merupakan masa menanti atau masa tunggu yang diwajibbkan pada seorang istri yang dicerai suaminya (baik cerai hidup maupun cerai mati) supaya diketahui rahimnya bersih atau tidak dari benih hasil bersenggama dengan sang mantan suami. Iddah secara etimologi berasal dari kata kerja 'adda ya'uddu yang artinya kurang lebih al-ihsh`, hitungan, perhitungan atau sesuatu yang dihitung. Dilihat dari kaca mata bahasa, kata iddah biasanya dipakai untuk menunjukkan pengertian hari-hari haid atau hari-hari suci pada perempuan. Artinya, perempuan (istri) menghitung hari-hari haidnya dan masa-masa sucinya. Secara terminologi iddah merupakan suatu tenggang waktu tertentu yang harus dihitung oleh seorang perempuan semenjak ia berpisah (bercerai) dengan suaminya, baik perpisahan itu disebabkan karena talak maupun karena suaminya meninggal dunia; dan dalam masa tersebut perempuan itu tidak dibolehkan kawin dengan laki-laki lain.

Perempuan yang ber-iddah dapat diklasifikasikan ke dalam dua macam, antara lain:

1) Perempuan yang ber-iddah karena ditinggal mati oleh suaminya. Ketentuan masa 'iddahnya adalah sebagai berikut:

  • Empat bulan sepuluh hari, dengan catatan tidak hamil.
  • Apabila sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan

2) Perempuan yang ber-iddah karena cerai hidup atau bukan karena ditinggal mati oleh suaminya. Ketentuan masa iddahnya adalah sebagai berikut:

  • Apabila sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan
  • Tiga quru' atau tiga kali suci apabila masih menstruasi
  • Tiga bulan bila belum menstruasi atau sudah tidak menstruasi

B. Dasar Hukum dan Ketentuan Iddah

Fungsi iddah, yaitu membersihkan diri dari pengaruh atau akibat hubungan perempuan bersangkutan dengan suami yang menceraikannya. Al-Qur`an memberikan petunjuk dalam berbagai ungkapan yang menegaskan bahwa masa iddah ditetapkan berdasarkan keadaan perempuan sewaktu dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya dan juga berdasarkan atas proses perceraian, baik cerai mati maupun cerai hidup.

 1) Kondisi perempuan sebagai sudut pandang

  • Sudah digauli (bersenggama) atau belum

Al Ahzab: 49

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa iddah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya." (Al Ahzab: 49).

  • Dalam keadaan haid atau suci

Al Baqarah: 228

"Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (Al Baqarah: 228).

 "... Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid..." (At-Thalaq: 4)

  • Dalam keadaan hamil atau tidak 

"... Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya..." (At-Thalaq: 4)

2) Status perceraian sebagai penentu

Dalam prosesnya, perceraian terjadi karena dua hal; karena ditinggal mati suami (biasa disebut dengan cerai mati) atau karena ditalak suami (cerai hidup). Perbedaan status perceraian ini merupakan salah satu faktor penentu jenis iddah yang akan dijalani seorang istri.

 Al-Baqarah: 234

"Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Baqarah: 234).

Dalam merespon iddah bagi wanita hamil para ulama' memiliki beberapa pendapat:  Pertama, pendapat jumhur yang mengatakan bahwa patokan iddah adalah kelahiran anaknya, meskipun kelahiran itu terjadi sesaat setelah kematian suaminya. Alasan yang biasa dirujuk adalah a] pernyataan Umar ibn Khattab bahwa iddah perempuan semacam itu ialah melahirkan bayinya, walaupun mayat suaminya masih terbaring di rumah duka. b] berdasar kepada ke-'umum-an ayat lt al-ahml. c] didasarkan kepada sabda Nabi Muhammad kepada Sabi'ah al-Aslamiyah yang melahirkan anak praktis setengah bulan dari kematian suaminya. Nabi bersabda, "anda sudah halal, maka nikahlah dengan orang yang kau suka".

Kedua, ulama yang menyatakan bahwa iddah perempuan hamil yang ditinggal mati suami adalah dengan mengambil tenggang waktu terlama di antara dua alternatif: 4 bulan 10 hari (iddah wafat) atau kelahiran bayinya (karena iddah hamil). Pendapat ini biasanya dinisbatkan kepada Ibnu Abbas dan Ali ibn Abi Thalib. Kelompok kedua ini menghendaki dikompromikannya antara keumuman ayat hamil dan ayat wafat.

C. Sebab-sebab Iddah

Iddah disebabkan dua faktor. Pertama, karena ditinggal mati suami, kedua, karena dicerai suami. Dan kondisi wanita yang sedang iddah dibagi dua; hamil dan tidak hamil. Bagi wanita yang sedang hamil, iddahnya akan selesai dengan sebab melahirkan, baik melalui persalinan normal ataupun dengan jalan sesar, karena tujuan utamanya adalah keluarnya bayi.

 D. Tujuan Iddah

Menurut KH. Azhar Basyir, MA dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam, iddah diadakan dengan tujuan sebagai berikut:

  • Untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah perkawinan dalam ajaran Islam. 
  • Peristiwa perkawinan yang demikian penting dalam hidup manusia itu harus diusahakan agar kekal. 
  • Dalam perceraian karena ditinggal mati, iddah diadakan untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami bersamasama keluarga suami. 
  • Bagi perceraian yang terjadi antara suami istri yang pernah melakukan hubungan kelamin, iddah diadakan untuk meyakinkan kekosongan rahim.

 E. Hikmah Iddah 

  • Untuk memastikan kosongnya rahim dari janin, sehingga tidak tercampurnya nasab 
  • Untuk memberikan waktu bagi suami yang mencerai istrinya untuk rujuk apabila dia menyesal jika pada talak raj'i
  • Menjaga hak seorang wanita/istri yang hamil apabila terjadi talak pada saat hamil.
  • Untuk memperlihatkan betapa besarnya dan terhormatnya permasalahan pernikahan dan memberikan pemahaman bahwa akad nikah mengungguli akad-akad yang lainnya.
  • Memperlihatkan rasa sedih karena baru ditinggal mati suami. Jadi kalau wanita menahan diri untuk tidak berdandan, hal itu membuktikan kesetiaannya kepada suaminya yang telah meninggal.

F. Kewajiban Setelah Perceraian

Setelah terjadinya perceraian kewajiban seorang istri adalah menjalankan masa iddah sesuai dengan yang telah disyari'atkan sebagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 153 ayat (1) yang berbunyi: bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah, kecuali qobla dukhul dan perkawinan putus bukan karena kematian suami.

Seorang suami juga diwajibkan memberikan tempat tinggal untuk mantan istrinya yang masih dalam masa iddah, sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 81 ayat (1dan 2) yang berbunyi: 1. Suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istrinya yang masih dalam iddah. 2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan atau dalam iddah talak atau iddah wafat.

1) Hak-hak istri setelah perceraian:

  • Mut'ah adalah harta yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada istri yang telah diceraikannya. Harta tersebut berupa kain, baju, nafkah, pelayanan, atau lainnya. Besar dan kecilnya jumlah tunjangan harta tersebut tergantung kepada kondisi ekonomi suami. Tunjangan wajib diberikan kepada setiap wanita yang diceraikan, berdasarkan firman Allah

"Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah diberi mut'ah menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa." (Al-Baqarah: 241)

  •  Istri yang dicerai dalam bentuk talak raj'i, hak yang diterimanya adalah penuh sebagaimana yang berlaku sebelum dicerai, baik dalam bentuk perbelanjaan untuk pangan, untuk pakaian dan tempat tinggal.
  • Istri yang cerai dalam bentuk thalaq bain, baik bain sughra atau bain qubra dan dia sedang hamil. Dalam hal ini ulama sepakat, bahwa dia berhak atas nafaqah atau tempat tempat tinggal. Dasar hukumnya adalah firman Allah dalam surat at-Thalaq: 6 yang berbunyi:

"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya."

  • Hadhanah (Hak Mendidik dan Merawat)

Dalam Islam pemeliharaan anak di sebut Hadhanah. Istilah Hadhanah secara etimologis berarti di samping atau berada di bawah ketiak.  Sedang secara terminologis, Hadanah merawat dan mendidik seorang yang belum mumayyiz atau yang hilang kecerdasannya, karena mereka belum memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam arti yang lengkap adalah pemeliharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Dasar hukumnya adalah mengikuti umum perintah Allah untuk membiayai anak dan istrinya dalam firman Allah pada surat Al-Baqarah: 233.

...

 ".. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut."

 2) Sedangakn kewajiban suami setelah terjadinya perceraian kepada mantan istri dan anaknya, antara lain:

  • Kewajiban Memberikan Mut'ah

Kata mut'ah merupakan bentuk lain dari kata al-mata', yang berarti sesuatu yang dijadikan obyek bersenang-senang.20 Secara istilah, mut'ah ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang diceraikannya sebagai penghibur selain nafkah sesuai dengan kemampuannya. Kewajiban suami agar membayar mut'ah terhadap isterinya yang dicerai (ditalak) ditegaskan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur'an Surat AL-Baqarah: 236 dan 241. Selain itu, ditegaskan pula dalam Surat Al-Ahzab: 49. 

  • Kewajiban Memberikan Nafkah iddah, Maskan, dan Kiswah selama dalam iddah

Kata nafkah merupakan bentuk kata dasar/kata benda (masdar/ noun) dari kata kerja na-fa-qa yang berarti perbuatan memindahkan dan mengalihkan sesuatu. Maka nafkah sebagai kata dasar/kata bendanya, akan berarti sesuatu yang dipindahkan/dialihkan dan dikeluarkan untuk suatu hal dan tujuan tertentu.

Menurut pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang mengatur akibat perceraian, menyatakan bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan isteri.[20] Bahkan dalam pasal 81 Kompilasi Hukum Islam tanpa mengaitkan dengan ada atau tidaknya nusyuz dari mantan isteri, suami berkewajiban memberikan tempat kediaman (maskan) bagi mantan isterinya selama ia menjalani masa 'iddah.

  • Kewajiban memberi nafkah dan biaya pendidikan kepada anak

Selanjutnya, dalam tatanan hukum Indonesia tetap merujuk kepada pasal 80 ayat (4) huruf c Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa nafkah keluarga, di dalamnya termasuk nafkah kehidupan dan pendidikan anak, ditanggung oleh ayah. Pasal ini mengatur nafkah keluarga sebelum terjadi perceraian, sedangkan pasal 105 mengatur nafkah setelah terjadi perceraian. Hal ini berarti tanggungan nafkah anak tetap ditanggung sepenuhnya oleh ayahnya baik ketika orang tua mereka berlum bercerai maupun setelah bercerai.

Selain pasal-pasal tersebut, disebutkan pula dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun) dan pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. 

  • Kewajiban melunasi mahar

Kewajiban lainnya yang harus dilaksanakan oleh mantan suami adalah kewajiban melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al-dukhul. Kemudian mantan suami berhak melakukan rujuk kepada mantan istrinya yang masih dalam 'iddah dan berhak mendapatkan setengah bagian dari harta bersama.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan 

Iddah merupakan masa menanti atau masa tunggu yang diwajibbkan pada seorang istri yang dicerai suaminya (baik cerai hidup maupun cerai mati) supaya diketahui rahimnya bersih atau tidak dari benih hasil bersenggama dengan sang mantan suami. Ketentuan-ketentuan iddah, meliputi:

1) Perempuan yang ber'iddah karena ditinggal mati oleh suaminya (al-mutawaff 'anh zawjuh). Ketentuan masa 'iddahnya adalah sebagai berikut:

  • Empat bulan sepuluh hari, dengan catatan tidak hamil.
  • Apabila sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan

2) Perempuan yang beridah karena cerai hidup atau bukan karena ditinggal mati oleh suaminya. Ketentuan masa iddahnya adalah sebagai berikut:

  • Apabila sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan
  • Tiga quru' atau tiga kali suci apabila masih menstruasi
  • Tiga bulan bila belum menstruasi atau sudah tidak menstruasi

Adapun tujuan iddah, meliputi: 1. Untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah perkawinan dalam ajaran Islam. 2. Peristiwa perkawinan yang demikian penting dalam hidup manusia itu harus diusahakan agar kekal. 3. Dalam perceraian karena ditinggal mati, iddah diadakan untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami bersamasama keluarga suami. 4. Bagi perceraian yang terjadi antara suami istri yang pernah melakukan hubungan kelamin, iddah diadakan untuk meyakinkan kekosongan rahim.

Adapun kewajiban seorang setelah perceraian adalah menjalankan masa iddah, sedangkan kewajiban suami adalah memberikan mut'ah, memberikan nafkah, maskan, dan kiswah, melunasi mahar yang masih terhutang, kewajiban memberikan hadhanah, dan kewajiban memberi nafkah serta biaya pendidikan untuk anaknya serta kewajiban melunasi mahar yang masih terhutang.

 

DAFTAR PUSTAKA

1. 'Abidin, Ibnu. Dalam Abd Moqsith Ghazali. 2002. 'Iddah dan Ihdad dalam Islam: Pertimbangan Legal Formal dan Etik Moral.

2. al-Anshariy, Zakaria. Dalam Abd Moqsith Ghazali. 2002. 'Iddah dan Ihdad dalam Islam: Pertimbangan Legal Formal dan Etik Moral.

3. Amir, Ria Rezky, 2018. Iddah (Tinjauan Fiqih Keluarga Muslim). Jurnal Al-Mau'izhah. Volume 1 Nomor 1.

4. Asy-Syarwani & al-'Abbadi. Dalam Heneri Kusmidi. 2017. Reaktualisasi Konsep Iddah dalam Pernikahan. Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan. Volume 4 Nomor 1.

5. Azizah, Rofiatun. 2018. Pemenuhan Hak-hak dan Kewajiban Istri Pada Masa Iddah. Skripsi.

6. Baroroh, Umul. 2022. Fiqh Keluarga Muslim Indonesia. Semarang: CV Lawwana.

 7. Basyir, Azhar. Dalam Heneri Kusmidi. 2017. Reaktualisasi Konsep Iddah dalam Pernikahan. Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan. Volume 4 Nomor 1.

 8. Erfani, dalam Nandang Ihwanudin. 2016. Pemenuhan Kewajiban Pasca Perceraian Di Pengadilan Agama, Adliya, Volume 10 Nomor 1.

 9. Kompilasi Hukum Islam

 10. Kusmidi, Henderi. 2017. Reaktualisasi Konsep Iddah dalam Pernikahan. Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan. Volume 4 Nomor 1.

 11. Nandang Ihwanudin, Pemenuhan Kewajiban Pasca Perceraian Di Pengadilan Agama, Adliya, Volume 10 Nomor 1, 2016.

 13. Sndo, Paduka. Dalam Chuzaimah T. Yanggo & Hafiz Anshory. 1994. Problematika Hukum Islam Kontempporer. Jakarta: Pustaka Firdaus.

 14. Syarifuddin, Amir. Dalam Rofiatun Azizah. 2018. Pemenuhan Hak-hak dan Kewajiban Istri Pada Masa Iddah. Skripsi.

 15. Tokopedia, Al-Que'an Online Surat Al Baqarah Ayat 228, https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-228. Diakses pada 8 November 2022 pukul 21.16 WIB.

16. Tokopedia, Al-Qur'an Online Surat Al Ahzab Ayat 49, https://www.tokopedia.com/s/quran/al-ahzab/ayat49#:~:text=49.&text=Wahai%20orang%2Dorang%20yang%20beriman,dengan%20cara%20yang%20sebaik%2Dbaiknya. Diakses pada 8 November 2022 pukul 21.13 WIB.

17. Tokopedia, Al-Qur'an Online Surat Al Baqarah Ayat 228, https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-234#:~:text=234.&text=Dan%20orang%2Dorang%20yang%20mati,mereka%20menurut%20cara%20yang%20patut. Diakses pada 9 November 2022 pukul 08.39 WIB.

18. Tokopedia, Al-Qur'an Online Surat Al Baqarah Ayat 233, https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-233, diakses pada 9 November 2022 pukul 22.16 WIB.

19. Tokopedia, Al-Qur'an Online Surat Al Baqarah Ayat 241, https://www.tokopedia.com/s/quran/al-baqarah/ayat-241?utm_source=google&utm_medium=organic#:~:text=241.&text=Dan%20bagi%20perempuan%2Dperempuan%20yang,kewajiban%20bagi%20orang%20yang%20bertakwa.&text=Ayat%20ini%20menjelaskan%20hukum%20pemberian%20mut'ah%20bagi%20perempuan%20yang%20dicerai. Diakses pada 9 November 2022 pukul 22.04 WIB.

20. Tokopedia, Al-Qur'an Online Surat At Talaq Ayat 6, https://www.tokopedia.com/s/quran/at-talaq/ayat-6#:~:text=6.&text=Tempatkanlah%20mereka%20(para%20istri)%20di,untuk%20menyempitkan%20(hati)%20mereka. Diakses pada 9 November 2022 pukul 22.09 WIB.

21. Tokopedia, Al-Qur'an Online Surat At-Thalaq Ayat 4, https://www.tokopedia.com/s/quran/at-talaq/ayat4?utm_source=google&utm_medium=organic#:~:text=4.&text=Perempuan%2Dperempuan%20yang%20tidak%20haid,ialah%20sampai%20mereka%20melahirkan%20kandungannya. Diakses pada 8 November 2022 pukul 21.19 WIB.

22. Undang-undang RI No. 1 Tahun 1974.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun