"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya."
- Hadhanah (Hak Mendidik dan Merawat)
Dalam Islam pemeliharaan anak di sebut Hadhanah. Istilah Hadhanah secara etimologis berarti di samping atau berada di bawah ketiak. Â Sedang secara terminologis, Hadanah merawat dan mendidik seorang yang belum mumayyiz atau yang hilang kecerdasannya, karena mereka belum memenuhi kebutuhannya sendiri. Dalam arti yang lengkap adalah pemeliharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Dasar hukumnya adalah mengikuti umum perintah Allah untuk membiayai anak dan istrinya dalam firman Allah pada surat Al-Baqarah: 233.
...
 ".. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut."
 2) Sedangakn kewajiban suami setelah terjadinya perceraian kepada mantan istri dan anaknya, antara lain:
- Kewajiban Memberikan Mut'ah
Kata mut'ah merupakan bentuk lain dari kata al-mata', yang berarti sesuatu yang dijadikan obyek bersenang-senang.20 Secara istilah, mut'ah ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang diceraikannya sebagai penghibur selain nafkah sesuai dengan kemampuannya. Kewajiban suami agar membayar mut'ah terhadap isterinya yang dicerai (ditalak) ditegaskan oleh Allah SWT. dalam Al-Qur'an Surat AL-Baqarah: 236 dan 241. Selain itu, ditegaskan pula dalam Surat Al-Ahzab: 49.Â
- Kewajiban Memberikan Nafkah iddah, Maskan, dan Kiswah selama dalam iddah
Kata nafkah merupakan bentuk kata dasar/kata benda (masdar/ noun) dari kata kerja na-fa-qa yang berarti perbuatan memindahkan dan mengalihkan sesuatu. Maka nafkah sebagai kata dasar/kata bendanya, akan berarti sesuatu yang dipindahkan/dialihkan dan dikeluarkan untuk suatu hal dan tujuan tertentu.
Menurut pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang mengatur akibat perceraian, menyatakan bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan isteri.[20] Bahkan dalam pasal 81 Kompilasi Hukum Islam tanpa mengaitkan dengan ada atau tidaknya nusyuz dari mantan isteri, suami berkewajiban memberikan tempat kediaman (maskan) bagi mantan isterinya selama ia menjalani masa 'iddah.
- Kewajiban memberi nafkah dan biaya pendidikan kepada anak
Selanjutnya, dalam tatanan hukum Indonesia tetap merujuk kepada pasal 80 ayat (4) huruf c Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa nafkah keluarga, di dalamnya termasuk nafkah kehidupan dan pendidikan anak, ditanggung oleh ayah. Pasal ini mengatur nafkah keluarga sebelum terjadi perceraian, sedangkan pasal 105 mengatur nafkah setelah terjadi perceraian. Hal ini berarti tanggungan nafkah anak tetap ditanggung sepenuhnya oleh ayahnya baik ketika orang tua mereka berlum bercerai maupun setelah bercerai.
Selain pasal-pasal tersebut, disebutkan pula dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun) dan pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.Â
- Kewajiban melunasi mahar
Kewajiban lainnya yang harus dilaksanakan oleh mantan suami adalah kewajiban melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al-dukhul. Kemudian mantan suami berhak melakukan rujuk kepada mantan istrinya yang masih dalam 'iddah dan berhak mendapatkan setengah bagian dari harta bersama.