Pendahuluan
Kemunculan dan bertahannya pandemi Covid 19 hingga saat ini, merupakan bencana kemanusiaan dengan skala global. Saat perekonomian turut serta digebuk pagebluk tersebut, maka hampir semua sektornya lunglai, pasokan barang dan jasa menjadi tak lancar karena satu dari faktor produksi/ variabel input inti yakni labor (tenaga kerja) selain faktor lainnya (kapital ataupun yang lain), telah dan sedang menjadi korban Covid 19, dan masih terus terancam oleh pandemi tersebut .
Tsunami dahsyat dari pandemi mengakibatkan perlambatan ekonomi dalam jangka pendek, bahkan mugkin juga tengah memasuki jangka menengah, sedangkan jangka panjangnya masih belum bisa diketahui dengan pasti. Siklus produksi, kapsitas konsumsi , proses distribusi, dan juga perdagangan internasional (ekspor dan impor) di bawah tekanan serius.
Kondisi ini mengakibatkan Kurva Kemungkinan Produksi (Production Possiblities/ PPC atau Production Possibilities Frontier/ PPF) bergeser ke arah kiri (inward), menjauh, menyurut ke belakang, atau mengalami penurunan, sebagaimana telah penulis singgung pada artikel singkat "Pandemi Covid 19, Dari Cobaan menjadi Godaan". (Klik disini)
Seperti apa dan sejauh mana implikasi dari pergeseran PPC ini?
I. Sekilas Tentang PPC / PPF
PPC dapat diartikan sebagai kombinasi yang berbeda-beda antara dua barang/ jasa yang dapat diproduksi di bawah kondisi full employment, dan di bawah asumsi sumber daya ataupun teknologi tertentu, yang mencerminkan banyaknya pengurangan variabel Y (yang dikorbankan) demi penambahan variabel X.
Bentuk kurvaturnya adalah konkaf (concave to origin), sebagai refleksi dari increasing opportunity cost.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/31/gambar-1-60b4e9998ede4871026e30d2.png?t=o&v=770)
II. Pergeseran PPC/ PPF
Biasanya pada PPC terdapat 2 variabel, yakni barang 1 (sumbu X) dan barang 2 (sumbu Y), namun kurva PPC kali ini memiliki trade-off (barter) atau pilihan antara perekonomian (Economy/ E) pada sumbu Y, dan kesehatan (Health/ H) pada sumbu X. Jauh sebelum pandemi, PPC antara ekonomi dan kesehatan ini tetap relevan implementasinya. Misalnya saja, terdapat trade-off pilihan antara menaikkan jumlah/ kapasitas perindustrian atau menjaga kesehatan/ kualitas udara.
Pergerakan seputar PPC ada dua kategori. Pertama, bisa berbentuk pergerakan sepanjang kurva PPC itu sendiri (satu kurva yang sama), yang diakibatkan oleh perubahan selera, perubahan pola atau gaya hidup saja. Kedua, bisa juga berupa pergeseran struktural PPC lama kepada bentuk PPC baru, sebagaimana yang terjadi pada era pandemi saat ini.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/31/gambar-2-60b4e964d541df5605435f16.png?t=o&v=770)
Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan pergeseran PPC (umumnya bersifat force majeure) :
- Iklim/ cuaca buruk
- Perang
- Inequality
- Penurunan GDP (Gross Domestic Product) atau pendapatan suatu negara
- Perekonomian di bawah full-employment
- Teknologi buruk yang menurunan kualitas atau kuantitas suplai
- Imigrasi
- Wabah penyakit
III. Pasca pergeseran PPC
Sepanjang garis kurva PPC, terdapat peluang pilihan, antara memilih memeluk materi (ekonomi) atau memeluk kehidupan (kesehatan publik melawan pandemi). Pemangku kebijakan dan semua pihak, diharapkan agar seimbang dan sebijak mungkin dalam memilih trade-off pada PPC baru tersebut, dengan tetap berpendirian teguh bahwasanya kesehatan lebih utama dari harta (health should come before wealth) untuk saat ini.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/31/gambar-3-60b4ea038ede480f1902cc62.png?t=o&v=770)
Keterangan Gambar
Titik K: posisi kesetimbangan sebelum pandemi
Poin EK: lokasi pilihan untuk mempertahankan perekonomian pada posisi Kesetimbangan semula (K), namun langkah ini akan menelan banyak korban yakni sebesar 'a' satuan pengukuran.
Poin HK: Pilihan menjaga tingkat kesehatan seperti Kesetimbangan sebelumnya (K), namun langkah ini akan menciutkan ekonomi, sebesar 'b' satuan pengukuran.
IV. PPC bentuk tidak lazim : Convex
Lokasi EK dan HK tidak terlalu feasible, maka kemungkinan posisi ekuilibrium yang baru akan terletak di antara titik EK dan HK.
Pada analisis yang lebih mendalam lagi (fascinating discussion) ditemukan bahwa PPC pada era pandemi ini mengalami transformasi adaptif pada bentuk kurvaturnya, dari yang semula konkaf menjadi konveks. Bentuk kurva yang sejatinya berlawanan bentuknya dari PPC pada umumnya itu, diistilahkan sebagai 'hollowing out' atau rongga lekukan. Kajian mengenai hal tersebut cukup menarik, selain isu lainnya yakni drift effects, yang diteliti oleh Joshua Gans.
(Sumber klik disini : https://www.bbntimes.com/global-economy/covid-19-production-possibility-frontiers )
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/31/gambar-4-60b4eae68ede481c301ba133.png?t=o&v=770)
V. Mengapa harus berbentuk 'hollowing out' ?
Pada gambar 4 di atas, garis kurva merah membentuk inward curve di bagian tengahnya (warna hijau), sehingga membentuk lekukan dengan bentuk kurvatur konveks, yang merepresentasikan slope/ kemiringan atau MRT (marginal rate of transformation) dengan decreasing opportunity cost, semakin ke kanan (semakin turun ke bawah) maka slope atau kemiringannya (dE/dH) juga semakin kecil atau semakin mendatar.
Slope = opportunity cost ratio = domestic exchange ratio
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/31/gambar-5-60b4eb9bd541df5cc14f7a32.png?t=o&v=770)
VI. Implikasi
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/31/gambar-6-lengkap-60b4ec278ede4808ce26aae2.png?t=o&v=770)
Keterangan gambar:
Kurva biru: PPC pre-pandemi
Titik K : titik awal dari sebuah kesetimbangan ekonomi satu negara sebelum pandemi
Kurva merah : PPC baru, namun area yang fesibel terletak di tengahnya, yakni sepanjang E hingga H berbentuk konveks/ hollowing-out (kurva hijau)
6.1. Ekonomi Tinggi, Kesehatan Rendah?
Pada locus sepanjang kurva antara E dan H di bagian kiri atas (yang masih berdekatan dengan titik E) menunjukkan lokasi negara-negara dengan Ekonomi (E) tinggi, namun Kesehatan (Health/ H) rendah.
Negara dengan tingkat kesehatan rendah sebelum pandemi namun beraktivitas ekonomi tinggi tersebut, pada saat pandemi 'harus' mengorbankan perekonomiannya banyak sekali ketika ingin meningkatkan level kesehatan masyarakat (melawan pandemi). Logikanya, sebelumnya mereka tidak mempersiapkan diri menghadapi pandemi, endemi, karena selama ini 'keasyikan' memburu kemajuan perekonomiannya. Contohnya, bisa jadi India.
6.2. Ekonomi Rendah, Kesehatan Tinggi?
Pada locus sepanjang kurva di bagian kanan bawah (berdekatan dengan titik H) diinterpretasikan sebagai negara-negara yang 'menganut' Ekonomi (E) rendah namun Kesehatan (Health/ H) tinggi.
Negara-negara yang memiliki tingkat kesehatan sangat tinggi, bukan melulu semata-mata diukur dengan pendekatan nilai kebendaan/ infrastruktur medis, namun bisa juga diukur dengan kedisiplinan dalam menjalankan PSBB (distancing), misalnya dengan tidak membuka perekonomian dengan luar negeri (lockdown nasional dan internasional), termasuk menutup perbatasannya. Tanpa perdagangan yang terbuka lebar, perekonomiannya diilustrasikan rendah. Di negara tersebut, peningkatan kesehatan (mengurangi angka prevalensi / penderita Covid 19) akan lebih 'murah dan mudah' dilaksanakan sehingga hanya menebusnya dengan angka penurunan perekonomian yang 'sedikit' saja. Contohnya mungkin saja adalah negara-negara Pasifik, seperti Palau (yang mayoritas perekonomiannya relatif tertutup).
Sebagai perbandingan, tampak bahwa untuk meningkatkan kesehatan sama-sama sebesar 'a' satuan pengukuran, titik-titik lokus di sebelah kiri atas (E tinggi, H rendah) harus mengorbankan ekonominya lebih besar yakni sebesar 'b' satuan dibandingkan dengan yang di sebelah kanan bawah (E rendah, H tinggi) yakni sebesar 'c' satuan (b > c).
PENUTUP
Dianalogikan sebagai mikroskop yang membutuhkan lensa konveks, pada saat era pandemi ini PPC pada perekonomian pun juga berubah menjadi bentuk konveks, agar mampu 'melihat' makhluk berukuran mikroskopis, yang sebelumnya begitu tersamarkan oleh hipermetropi dari comfort zone kita.
Namun kita tak perlu kehilangan semangat, karena hari demi hari kita masih bisa mengupayakan penyelamatan kehidupan, melalui kepatuhan pada protokol kesehatan semaksimal mungkin. Di dalam mengamalkan penjagaan jarak yang aman dalam bersosialisasi (sosial distancing) ataupun lock-down, kita tidak boleh setengah hati (half-way) agar tidak terimbas drift effects.
Selanjutnya kita harus mengakhiri pandemi sesegera mungkin, di antaranya dengan vaksinasi. Begitu juga kita harus instropeksi, antisipasi semenjak dini, terhadap kejadian pandemik/ epidemik semacam ini, pada masa mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI