Di langit, udara sangat cerah, bulan purnama terjadi sempurna, tak ada sedikitpun awan yang menghalangi. Kasman menoleh ke belakang dari pelampungnya, ombak yang menuju daratan pulau Entah, ada dibelakang mereka. Itu artinya, mereka sudah aman. Ombak tak akan membawa mereka kembali ke pulau Entah.
Kasman menarik napas lega, mengeluarkan bekal airnya dan meneguknya, sementara Ambo Gatta duduk ke atas pelampung, mengeluarkan rumput liar yang sudah dia keringkan, lalu menyalakannya sebagai pengganti tembakau. Agaknya, rasa syukur dari permulaan panjang menuju rumah diekpressikan Ambo Gatta dengan menghisap rokok dari rumput liar di pulau Entah.
“Man, ini baru permulaan” kata Ambo Gatta.
“iya.. mudah-mudahan semua lancar” jawab Kasman.
“ya... Selesai saya merokok, kita pasang pelepah kelapa itu di ujung pelampung ini”
“Siap Kapten” reflek jawab Kasman. Kasman ingin membesarkan hati Ambo Gatta dengan memanggilnya Kapten. Pelepah kelapa dimaksudkan untuk kemudi, tujuannya agar pelampung ini dapat dikendalikan arah lajunya.
“Man, kau lihat Bintang pari itu?”
“iya saya lihat”
“Dengan melihat bintang Pari itu, saya sudah dapat tentukan arah pulang kita”
“saya percaya, Kapten bisa lakukan itu” Jawab Kasman lagi. Lalu berdua mereka memasanga pelepah kelapa pada buritan. Sejak itu, secara bergantian mereka menjaga pelepah kelapa itu, agar arah pelampung mereka, sesuai dengan petunjuk arah yang diberikan Ambo Gatta.
*****