Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

La dan Ron

13 Februari 2016   14:16 Diperbarui: 13 Februari 2016   14:22 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ron dan La, terus terbang bersama, saling bergandengan menuju Rembulan. Rembulan terus tersenyum menyambut kedatang sejoli yang sedang dimabuk asmara itu.

Makin jauh perjalanan itu, makin mengasyikkan, kini mereka sudah melewati batas ketinggian awan. Awan yang bergerombol-gerombol menutupi sang bumi, kini, sudah dibawah posisi Ron dan La. Indah cakrawala yang berada di bawah Ron dan La, tak dapat dia lukiskan dengan kata-kata. Amazing!!!.

Semuanya, diatas Ron dan La kosong, tak ada sesuatupun, kecuali awan tipis putih dan Rembulan. Udara semakin terasa dingin. Dingin dan dingin. Sayap La terlihat basah oleh Ron, kinilah saatnya pembuktian cinta itu diperlihatkan. Ron, melap semua air yang menggenang pada sayap La. Demikian juga sebaliknya, yang dilakukan La pada Ron.

Tiba-tiba…… byar. Semuanya jadi terang benderang. Sang Rembulan itu hilang entah kemana. Sebagai gantinya, ada bola api besar yang menyala. Tapi, berbeda dengan lampu yang di rumah pak Lurah, bola api itu, tak menyeruakkan panas. La dan Ron masih merasakan dingin. Meski tak sedingin sebelum bola api besar itu muncul. Perlahan-lahan kehangatan menyusupi tubuh Ron dan La. Memberikan tenaga baru pada keduanya untuk terus melanjutkan perjalanan.

Ada angin sejuk yang melewati La dan Ron, angin itu membawa kantuk pada mereka berdua. Usaha Ron dan La kini, bagaimana melawan kantuk dan memastikan arah perjalanan mereka tak berubah, tetap lurus, tetap pada tujuan awal keberangkatan.

Kembali Bola api itu hilang, digantikan sang Rembulan.

Perjalanan itu masih terus berlangsung, entah sudah berapa lama, La dan Ron tak tahu pasti. Disini tak ada lagi hitungan jam, hitungan hari, hitungan bulan. Bukankah, hari dihitung dari perjalanan Bumi mengitari Matahari, satu kali perputaran yang dihitung dengan angka dua puluh empat jam. Padahal pada posisi La dan Ron kini, bumi entah dimana, matahari entah dimana dan Rembulan yang dituju masih nun jauh disana.

Ron memeluk La, La memeluk Ron, mereka saling berpelukan, mengalirkan hangat cinta mereka, saling menguatkan untuk melanjutkan perjalanan yang entah kapan akan berakhir pada titik tujuan.

Mereka sudah tak perduli dengan waktu, tak perduli lagi kapan tiba pada tujuan. Yang La dan Ron tahu kini, perjalanan ini, terasa seakan abadi. Se abadi cinta mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun