*****
“Ma.. coba ngerti deh” Tono masih coba menjelaskan dengan sabar, terhadap tuduhan selingkuh keuangan yang dilakukannya. Rezeki berlebih yang diterimanya, selalu berakhir pada penambahan angka pada rekening tabungan mereka. Tetapi Ima, selalu saja curiga, seakan apa yang yang ditabungkannya, hanya sebagian saja, sedangkan sebagian yang lain, digunakan untuk yang lain. Selingkuh pada wanita lain.
“Buktinya… angkanya cuma nambah segitu.”
“Iya memang cuma segitu lebihnya, setelah dipotong biaya hidup kita”
“Bohong, Ima gak percaya”..
“Subhanallah… masak Ima gak percaya sih? Mas sudah melakukannya dengan jujur Ma” jawab Tono, coba menenangkan Ima.
“Gak percaya, pasti dibuat untuk selingkuh. Mana ada sih, supir yang jujur?”
“Istighfar Ma…”
“Bodok…” cemberut Ima makin menjadi. Pertengkaran demi pertengkaran yang gak perlu terjadi, hanya disebabkan karena sifat cemburu buta. Tanpa sebab tanpa ada indikasi awal. Melelahkan jiwa pada tubuh Tono yang sudah penat dalam mengejar asa yang ingin diraihnya.
*****
Mendekati usia pensiun, rumah idaman itu selesai juga, Anton anak semata wayang mereka telah duduk di semester lima. Supir tembak Angkot telah lama ditinggalkan Tono, dia kini telah memiliki usaha. Nyaris semuanya telah berubah dari kondisi ketika rumah tangga itu dimulai, nyaris sempurna semua, kalau saja Ima mau berubah. Tetapi, disitulah masalahnya, Ima masih seperi dulu, tak juga kunjung berubah, masih dengan cemburu yang membabi buta. Kalaupun ada yang berubah pada Ima, itu hanya terlihat dari bentuk tubuhnya yang makin melar, rambut putih yang makin banyak.