Â
Â
Lama aku tak menulis puisi, Bung!
Sejak terakhir kita bertemu duduk diskusi
Mimpi bertaut, imaji bertarung
Tanpa basa-basi kau ceburkanku dalam diksi
Â
Dari Khalil hingga Chairil
Tentang Si Papa, Si Bakhil
Dari Tolstoy hingga Sapardi
Dari pojok kanan hingga lajur kiri
Tentang romantika hingga ideologi
Â
Ingatanku melayang tiba
Berkali suka kau membagi cerita
Tentang penyair yang gemar menulis kisah kaum murba
Ya, kau suka sekali puisi-puisi nya
Â
Penyair kerempeng berambut keriting yang entah siapa namanya
Hilang sebelah cahaya mata
Sang penabur benih di tembok keras membaja
Lupa sudah aku gerangan dirinya
Â
Layaknya kisah para orang suci dalam alkitab
Tawarkan kebajikan tanggalkan kemungkaran
Berakhir dengan luka lebam mata sembab
Sebab tak semua benar adalah jawaban
Â
Karena tak tiap nafas mau belajar
Ringkih telah subur mengakar
Membabat bungkam semua nalar
Hingga udara semakin liar
Lalu katup suara berujar wajar
Meludah berani menelan gentar
Â
***
Kubagi sebait kisah denganmu, Bung!
Tentang penanam padi yang diculik sunyi
Dicerabut dari ladang dan dipasung
Dipukul tendang paksa lupakan mentari
Â
Manusia kecil menangis bingung
Depan pintu tunggu kakek tua pulang dan bersenandung
Sayang, langit itu mendung
Dan pagi enggan menyambung
Â
Padi di sawah tertunduk lesu
Pria bercaping tak lagi taburkan hara
Pagi menyapa tak seperti lagu
Kancil kecil dimangsa serigala
Â
Satu lagi kisah agar kau tak lupa, Bung!
Tentang hutan yang berubah menjadi jelaga
Tempat kita dulu menangkap nyanyian burung
Burung sirna asap menyapa
Â
Kawan-kawan kecil kita dulu mulai menghilang
Udara malu dihisap ‘tika paru tak jua mengembang
Tak ada lagi kumbang dan kembang
Berganti baju tanah gersang
Â
***
Lalu bagaimana aku menulis puisi, Bung!
Jikalau pagi terlalu dini menghianati
dan matahari berhenti bernyanyi
Langit kini selalu mendung, limbung
Â
Lantas mari sudahi pagi yang mendung murung
Terlalu lama duduk di kursi empuk
Jangan diam,jangan bingung
Amorfati pahami singkirkan kantuk
Â
Lama aku tak menulis puisi, Bung!
Sejak terakhir kita bertemu duduk diskusi
Mari duduk bersama disini, Bung!
Minum kopi, sambut pagi di Jalan Slamet Riyadi
Â
Sama seperti saat kau lempar aku dalam diksi
Raih penamu, tarik kertasmu
Pompa semua imaji, biarkan jemari menari
Jangan biarkan dasi dan jas menipu
Â
Tautkan mimpi, tarungkan imaji
Muntahkan semua lara, tuangkan semua rasa
Buka kembali Di Bawah Bendera Revolusi
Berdikari bukanlah ilusi
Â
Berjanji!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H