Mohon tunggu...
Iswandi
Iswandi Mohon Tunggu... Dosen - Reinforcement Akal

Seorang Peneliti, Pendidik dan Pemerhati Sosial Budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Orangtua Harus Mampu Mengembangkan Jiwa Sosial Anak

6 Mei 2019   14:33 Diperbarui: 6 Mei 2019   15:17 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Allah menciptakan manusia dalam keadaan lemah, ketika dilahirkan manusia tidak mengetahui apapun juga, di samping mempunyai kelemahan tersebut manusia juga dibekali oleh Allah dengan potensi-potensi  yang nantinya dapat dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan yang dilakukan melalui jalur informal maupun non formal. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 78 yang berbunyi: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl : 78).

Manusia adalah makhluk "paedagogik" yang berpotensi untuk dididik dan mendidik, melalui pendidikan manusia berkembang dan mengikrarkan kemampuannya. Dengan demikian pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan anak didik berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai. Untuk mengembangkan potensi-potensi individu tersebut dalam proses pendidikan dimulai dari keluarga, yang  dalam hal ini dilakukan oleh orangtua. Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidkan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga.

"Orangtua memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya, seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu telah menjalankan tugas dengan baik. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Adapun yang dilakukan ibu dapat dimaafkannya, kecuali apabila ia ditinggalkan. Sedangkan pengaruh ayahnya terhadap anaknya besar juga. Dimata anaknya ia seseorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak-anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya.

Dari kutipan diatas dapat di simpulkan bahwa manusia adalah makhluk alami, sama seperti makhuk lainya namun dari segi bentuk manuia diciptakan lebih baik. Kemudian manusia juga dilengkapi dengan akal dan pikiran, dengan akal dan pikiran tersebutlah manusia dapat meningkatkan potensi yang ada dalam dirinya. Sejak masa kanak-kanak hingga tua kita menerima dari prilaku orang-orang di sekitar kita dan dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap sikap keagamaan kita, tidak hanya keyakinan-keyakinan yang berpengaruh oleh faktor-faktor sosial, pola-pola ekpresi emosional kitapun sampai batas akhir bisa dibentuk oleh lingkungan sosial. Semua itu akan terjadi didalam keluarga. Dalam persepektif sosiologi, keluarga merupakan suatu kelompok sosial terkecil yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerjasama ekonomi dan reproduksi.

Berhubungan dengan orang lain itu berarti menjalin hubungan sosial. Jalinan hubungan sosial yang baik akan terlaksana dari orang yang memiliki jiwa sosial. Mengenai hubungan antara manusia dengan manusia lainnya ajaran Islam banyak sekali menganjurkan kepada umatnya untuk melakukan kebajikan-kebajikan terhadap makhluk lainnya. Misalnya tolong menolong yang merupakan salah satu kegiatan sosial yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jiwa sosial. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 2 yang berbunyi: "...Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...(QS. 5 : 2)

Berdasarkan kutipan ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah SWT dengan tegas memerintahkan kepada orang beriman untuk tolong menolong dalam artian tolong menolong dalam kebajikan. Dalam ayat ini tersirat juga pengertian bahwa manusia harus hidup bermasyarakat karena manusia saling membutuhkan. Dengan kata lain Islam mengharuskan umatnya untuk berjiwa sosial. Allah menjanjikan akan memberikan surga di akhirat nanti. Mengeluarkan kegelapan menuju tempat yang terang benderang serta memberi bimbingan dan petunjuk dalam menjalankan kehidupan dengan berpedoman pada al-Qur'an dan Sunnah.

Berbuat kebajikan (amal shaleh) berarti melakukan interaksi dengan manusia. Orang yang bisa berbuat kebajikan (amal shaleh) hanyalah orang-orang yang memiliki jiwa sosial. Dengan pemikiran pentingnya pendidikan sosial dalam upaya mengembangkan jiwa sosial seorang anak, Abdullah Nashih 'Ulwan dalam bukunya "Pendidikan Anak dalam Islam" mengatakan bahwa "Pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan prilaku sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang bersumber pada akidah Islam yang kekal dan kesaran iman yang mendalam, agar di tengah-tengah masyarakat nanti mampu bergaul dan berprilaku  sosial yang baik, memiliki keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.

Berdasarkan dari  kutipan diatas jelaslah bahwa pendidikan sosial itu dimulai dari kecil, yaitu dengan menanamkan dasar-dasar pendidikan sosial yang sesuai dengan akidah Islamiyah. Sehingga anak akan tumbuh di tengah-tengah masyarakat yang mampu menerapkan ilmunya dan berprilaku selayaknya sebagai seorang muslim.  Senada dengan kutipan diatas Junaja S.Praja mengatakan Perkembangan emosi ini mulai dari yang sederhana menuju arah kesempurnaan.[8] Jadi jelaslah bahwa perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh pendidikan dari orang tuanya. Oleh karena itu hendaknya orang tua bisa  merangsang anak, yang sesuai dengan umur dan kebutuhanya. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat tahap-tahap perkembangan anak adalah: Kanak-kanak pertama (0-5 tahun), Kanak-kanak terakhir (6-12 tahun), Remaja pertama (13-16 tahun), Remaja terakhir (17-21 tahun), Dewasa (21-60 tahun) dan Lansia (60 tahun ke atas).

Dari masa-masa perkembangan tersebut, masa kanak-kanak banyak mendapat perhatian para ahli perkembangan. Pada masa kanak-kanak ini sangat berpengaruh terhadap kedewasaan dan pembentukan kepribadian, baik agama, intelektual dan sosial anak itu sendiri. Tanggung jawab perkembangan kepribadian dan pendewasaan anak dalam Islam dipegang oleh tiga komponen pokok yaitu; keluarga, sekolah dan masyarakat. Orang tua sebagai penanggung jawab utama karena anak dilahirkan dalam keadaan fithrah.

Melihat sangat besarnya peranan orang tua dalam menumbuh kembangkan jiwa sosial pada anak-anaknya, maka orang tua harus benar-benar memilih kiat yang tepat dalam menanamkan jiwa sosial kepada anak-anaknya. Orangtua membiasakan atau berusaha menanamkan jiwa sosial ini kepada anak-anaknya sejak masa kanak-kanak, tentulah setelah remaja dan dewasa nanti mereka juga mempunyai jiwa sosial. Pada masa kanak-kanak perasaan ego anak sangat kuat dan mempengaruhi sikap serta tingkah lakunya sehari-hari. Perasaan ego ini akan berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi perasaan sosial, ini terjadi setelah anak-anak mulai bergaul dengan teman-temannya terutama di sekolah (TK).

 

Masa kanak-kanak merupakan masa-masa gemar bermain, jenis permainan tersebut dapat mempengaruhi jiwa sosial anak. Kecendrungan orang tua dan guru dalam memilih permainan  yang bersifat individual tentulah akan memberikan efek negatif terhadap perkembangan jiwa anak. Sebaliknya permainan yang melibatkan sekelompok anak itu akan mempengaruhi jiwa sosial anak.Sehubungan dengan hal ini, Zakiah darajat mengemukakan bahwa: "Hendakalah setiap pendidik menyadari bahwa dalam pembiasaan pribadi anak sangat diperlakukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena telah menjadi bahagian pada diri pribadinya.

 

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa pada masa kanak-kanak, anak suka bergaul dan meniriu, apa yang pernah dilihat dan didengarnya akan ditirunya dan diulang-ulangnya. Semua itu nanti akan menjadi kebiasaanya. Pada usia ini anak-anak lebih suka meniru apa yang dikatakan dan dilakukan oleh teman sebaya dan guru. Sehubungan dengan hal itu Abdullah Nashih Ulwan menyatakan ada 4 aspek yang harus ditanamkan oleh orangtua kepada anak yaitu sebagai berikut:

 

Penanaman dasar-dasar kejiwaan yang mulia yang mencakup ukhuwah antara sesama manusia, kasih sayang, mendahulukan kepentingan bersama dari kepentingan pribadi, pemaaf, berpegang teguh pada kebenaran, semuanya ini didasarkan pada ketaqwaan kepada Allah SWT.

 

Memelihara hak orang lain dalam pergaulan hidup, seperti dalam pergaulan dengan orang tua, guru, tetangga, teman, dan orang dewasa lainnya. Dalam hal ini anak harus tahu tentang hak dan kewajibannya dalam melaksanakan pergaulan tersebut.

 

Disiplin etika sosial. Dalam hal ini menyangkut tentang berbagai kaidah hidup sosial seperti makan dan minum, etiket bertamu, etiket berhubungan dengan sesama manusia, etiket berbicara dan lain-lain. Kontrol dan kritik sosial. Dalam hal ini mencakup tata cara menyampaikan kritik dan saran dalam masyarakat.

 Berdasarkan hal di atas pada dasarnya anak-anak yang tidak mampu berinteraksi sosial dengan baik, tidak semua anak memiliki etika dan kepribadian yang baik misalnya pendiam, tidak pandai bergaul, pemarah tidak menghargai orang yang lebih tua, berkata tidak sopan, mementingkan diri sendiri dan lain lain. Perilaku dan kepribadian yang demikian banyak dipengaruhi oleh didikan orang tua sebagai guru pertama bagi seorang anak, karena itu orang tua atau pendidik hendaklah memperhatikan hal ini sejak awal, sejak anak-anak mulai tumbuh dan berkembang.

 

Hal ini didasarkan dengan pola asuh yang sering dilakukan oleh orangtua biasanya. Biasanya orangtua melakukan pembinaan kepada anak menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak orang tua kepada anak. Anak harus menurut orang tua. Kemauan orang tua harus dituruti, anak tidak boleh mengeluarkan pendapat. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak menjadi penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, kurang tujuan, mudah curiga pada orang lain dan mudah stress.

 

Berdasarkan hal di atas peran orangtua menduduki posisi yang sangat penting dalam mengembangkan jiwa sosial anak. Hal ini juga berkaitan dengan pola asuh dan kiat yang diterapkan oleh orangtua. Di samping itu, dalam proses penanaman jiwa sosial penting ditanamkan dalam diri anak adalah penanaman dasar-dasar kejiwaan yang mulia, memelihara hak orang lain, disiplin etika sosial dan kontrol serta kritik sosial yang mana ke empat aspek tersebut harus ditanamkan kepada kanak-kanak sejak dini. Berdasarkan kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dalam sebuah skripsi dengan judul; "Konsep Orangtua dalam Mengembangkan Jiwa Sosial Anak Menurut Islam"

 

Jiwa Sosial           

Pengertian Jiwa Sosial

Jiwa sosial merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua kata yaitu jiwa dan sosial. Jiwa merupakan perasaan, pikiran, anga-angan dan sebagainya. Sosial berarti berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong/menderma dan sebagainya). Jadi jiwa sosial adalah keadaan  hidup kejiwaan seseorang  yang suka dan cenderung untuk memperhatikan kepentingan kepentingan orang lain atau masyarakat.

 

Sedangkan pengertian secara istilah sebagaimana diungkapkan oleh Mustafa Fahmi jiwa sosial adalah: "Pandangan akhlak yang didasarkan atas perbedaan mana yang dianggap wajar dan mana yang dianggap tidak wajar dalam tindakan reaksi kita". Selanjutnya dalam membentuk jiwa sosial seorang anak dibutuhkan suatu pendidikan sosial yang mana maksud dari pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan prilaku sosial, yang bersumber pada aqidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar di tengah-tengah masyarakat nanti ia mampu bergaul dan berprilaku sosial dengan baik.[16] Selanjutnya Ilmu jiwa sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku sesorang sebagai anggota masyarakat, di dalam melakukan hubungan sosialnya.

 

Jiwa sosial tidak muncul begitu saja pada diri seseorang namun harus ditumbuh kembangkan dan dilatih semenjak dini karena sikap dan prilaku sosial seseorang setelah remaja atau dewasa sangat ditentukan oleh pendidikan, pelatihan dan pembiasaan tersebut dimulai sejak dari kecil, pembinaan jiwa sosial anak diwaktu kecil terutama dirumah tangga akan berpengaruh besar, anak yang telah dibiasakan menyayangi sesama anggota keluarga dengan mudah ia juga bisa menyayangi orang lain, pemikiran juga apabila dalam suatu keluarga itu orangtua yang tidak membiasakan anak anak yang untuk saling menolong maka setelah remaja dan dewasa mereka tidak bisa melakukan hal hal yang bersifat sosial. Dalam membentuk jiwa sosial seorang anak dibutuhkan suatu pendidikan sosial yang mana maksud dari pendidikan sosial adalah mendidik anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan prilaku sosial, yang bersumber pada akidah Islamiyah yang kekal dan kesadaran iman yang mendalam, agar ditengah tengah masyarakat nanti ia mampu bergaul dan berprilaku sosial dengan baik.

 

Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup dalam masyarakat yang individu-individuny diikat oleh hubungan yang beragam, hati, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Sejak lahir, seorang anak hidup diantara anggota keluarga yang diikat oleh perasaan cinta, kasih sayang, saling menolong, jujur, ikhlas, sehingga dia mersakan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan.di antara mereka. Anak yang hidup dalam lingkungan normal seperti ini akan merasakan cinta kepada manusia. Sebagaimana anak merasakan cinta kepada kedua orangtuanya. Sebagaimana diungkapakan Utsman Najati bahwa secara sosial  ikatan cinta sangat menentukan dalam membentuk hubungan-hubungan sosial yang harmonis. Cintalah yang menyatukan dan mendorong kita untuk saling tolong-menolong.saling menguatkan dan mengokohkan ikatan solidaritas sosial.Cinta pula yang mengikat manusia dan keluarganya, kaum dengan bangsanya.Bagi seorang mukmin,cinta merupakan ekspresi dan indikator derajat keberimanan seseorang. Dengan cinta kepada Allah, prilaku seorang mukmin diarahkan demi membuat Allah ridha dan dekat kepadanya.

 

Selanjutnya Bukhari Abu A. Yusuf Amin dalam bukunya "cara mendidik anak menurut Islam" mengatakan bahwa pendidikan sosial bagi anak anak adalah pembiasaan sejak dini di dalam mematuhi norma norma sosial, pendidikan sosial dimasa kini merupakan usaha untuk membiasakan anak bergaul di masyarakat secara sopan, ini dapat menjamin keberadaan anak sebagai makhluk sosial yang mampu berinteraksi dengan sesamanya secara rukun dan damai.

 

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa jiwa sosial adalah keadaan kejiwaan seseorang atau kepribadian seseorang yang suka dan cenderung memperhatikan kepentingan orang sekitarnya. Dalam membentuk dan mengembangkan potensi yang sudah ada itu diperlukan suatu pendidikan sosial, yang bertujuan agar mereka mudah beradaptasi dengan siapa saja, baik dari kalangan orang dewasa maupun anak seusianya, yang ada disekitar lingkungannya. Di samping itu pendidikan ini berfungsi agar anak memiliki sopan santun yang baik dan menghormati privasi orang lain.

 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jiwa Sosial Anak.

Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap jiwa sosial anak adalah sebagai berikut ;

1. Faktor bawaan. Faktor bawaan yang mempengaruhi jiwa sosial anak meliputi beberapa hal, yaitu; Kemampuan dasar untuk melakukan kebaikan dan keburukan, Kecenderungan untuk beriman kepada Allah swt, Kecenderungan untuk mengetahui sesuatu atau rasa ingin tahu yang mendorong seseorang untuk berfikir, Kematangan usia semakin matang usia seorang anak semakn tinggi kesadaran dalam dirinya.

 

Suasana emosional (mood), kondisi emosi anak masih lemah dan labil.

 Berdasarkan faktor bawaan di atas dapat dilihat bahwa faktor faktor yang mempengaruhi jiwa sosial anak itu juga berasal dari dalam dirinya sendiri atau dari potensi yang dibawanya sejak lahir, yang mana semua potensi tersebut bisa dikembangkan agar lebih baik, agar terbentuknya jiwa sosial dan kepribadian yang baik.

 

Faktor lingkungan (pergaulan). Faktor lingkungan meliputi segala apa yang terdapat di sekitar anak, baik itu orangtua, guru tetangga, keluarga maupun lingkungan pergaulan, merupakan lingkungan sosial anak yang berpenagruh besar terhadap pembinaan akhlak anak. Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar anak baik berupa benda benda, peristiwa, kondisi masyarakat dimana dia berada.

Akhlak

Akhlak juga mempengaruhi  tindakan dan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan linkungannya. Akhlaq itu mempunyai dasar yaitu kecerdasan, naluri dan watak. Adapun watak adalah sekumpulan ciri-ciri psikologis yang mempengaruhi akhlaq, ciri-ciri itu berasal dari sekumpulan kelenjar-kelenjar, peredaran darah dengan ciri-ciri dan susunanya.

Sifat spontanitas dari akhlak tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah mendapat dorongan dari da'i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang keutamaan membangun mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar, dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia tidak menyumbang, atau kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Akan tetapi, manakala tidak ada dorongan pun dia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja. Barulah bisa dikatakan dia mempunyai sifat pemurah. Contoh lain, dalam menerima tamu bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain, atau kadangkala ramah dan kadang kala tidak, maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.

Faktor sosial  (dari luar)

Faktor sosial atau faktor yang mempengaruhi dari luar diri anak merupakan faktor yang berasal dari luar berupa pengalaman, pengaruh pendiikan yang dialaminya selama dalam perkembanganya. Faktor nilah yang member warna, bentuk serta perkembangan manusia

Di dalam perkembanganya manusia mempunyi kecendrungan yang berbeda-beda, tergantung pada kepentingan-kepentingan tersebut pada hakekatnya bersumber dari adanya dua macam sifat hakekat yang dimiliki oleh manusia, yaitu

Sifat individual, yaitu sifat lebih ditujukan untuk memenuhi kepentingan individualistis, suatu sifat yang sangat mengutamakan kepentingan pribadinya, sehingga kalau perlu merampas kepentingan pribadi lain. Kecendrungan demikian kalau sampai terjadi, dapat  menimbulkan efek negatif  bagi manusia-manusia lain di sekitarnya, sehingga sekaligus menurunkan martabat kemanusiaanya. Karena perpecahan dan kesengsaraan.

Sifat sosial, suatu sifat yang tertuju kepada pribadi manusia-manusia lain. Sifat inilah yang secara hakekat dapat melahirkan dua jenis kesediaan luhur pada manusia yaitu:

Kesediaan untuk selalu mengadakan kontak dengan sesamanya.

 

Kesediaan untuk memperhatikan kepentingan orang lain, yang dapat meningkat menjadi kesediaan berkorban untuk orang lain.

 

Sifat ini yang menyebabkan manusia selalu ingn bersama-sama dengan sesamanya. Manusia sebagai makhluk sosial. Suatu sifat yang dapat melahirkan sifat yang dapat menciptakankenyataaan-kenyataan sosial yang diidamkan, seperi : persatuan, kerjasama, pengorbanan sosial dan sebagainya. Dengan demikian, sifat indivdu dan sifat sosial, menghasilkan kepentingan individu dan kepetingan sosial. Dan kemudian menghasilkan kecendrungan perkembangan individual dan kecendrungan perkembangan sosial.

 

Singkat kata, baik faktor keturunan (bawaan) maupun pengalaman yang diperoleh seorang anak dari lingkungan hidup sama sama menentukan pembentukan dan perkembangan jiwa sosial atau kepribadian anak.

 

Metode Dalam Mengembangkan Jiwa Sosial Anak

 

Metode dalam mengembangkan jiwa sosial anak menempati posisi yang sangat penting. Metode juga menjadi salah satu indikator berhasil atau tidaknya proses pengembangan jiwa sosial anak. Sedangkan dalam mengembangkan jiwa sosial seorang anak dibutuhkan suatu pendidikan dengan beberapa metode yang dianggap dapat menarik simpati dan keinginan seorang anak itu untuk melakukan perubahan dalam dirinya serta mengamalkan apa yang telah diajarkan padanya. Di antara metode tersebut adalah:

 

  • Metode dialog (hiwar). Hiwar adalah percakapan timbale-balik (silih berganti) antara dua belah pihak. Dengan adanya keterlibatan kedua belah pihak,  akan membuat seorang anak mampu berinteraksi dengan baik, mampu mengemukakan pendapatnya serta bisa menghargai lawan bicaranya.[25] Metode ni dapat membangkitkan perasaan dan menanamkan kesan dalam jiwa yang dapat membantu seseorang untuk menemukan sendiri kesimpulannya. Dengan metode ini orangtua atau pendidik dapat menanamkan pada diri anak didik bagaimana sikap dalam bicara, menghargai pendapat orang lain, dan bagaimana berbicara dengan orang yang lebih tua atau lebih kecil.
  • Metode Kisah. Dalam pembentukan jiwa sosial anak metode kisah sangat penting karena beberapa alasan yaitu  : Kisah akan memikat dan mengundang anak untuk mengikuti alur kisah peristiwa dan merenungkan maknanya, makna ini selanjutnya akan memberikan kesan dalam hatinya. Kisah kisah atau cerita teladan yang terdapat dalam al-Qur'an dapat menyentuh hati dan mendidik perasaan keimanan dengan cara membangkitkan beragam perasaan seperti pengharapan ketakutan, kerelaan, dan cinta dengan melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah itu sehingga mereka merasa terlibat langsung secara emosional.
  • Metode Keteladanan. Metode keteladanan merupaka suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling). Dalam hal ini anak cenderung meniru prilaku orangtuanya, alasannya ialah secara psikologis anak didik memang senang meniru, tidak saja yang baik tapi juga yang buruk sekalipun. Begitu juga seorang anak akan meniru dan mencontoh setiap prilaku orangtuanya. Dengan memberikan teladan dan contoh yang baik orangtua dapat menanamkan nilai nilai pendidikan yang baik bagi anak anaknya.
  • Metode Pembiasaan. Kebiasaan timbul dari pengulangan, anak anak yang oleh orangtuanya dibiasakan bangun pagi, misalnya akan menjadikan bangun pagi itu sebagai suatu kebiasaan hidupnya sehingga pekerjaan tersebut tidak lagi memberatkan dirinya dan tidak lagi dipandang sebagai suatu kewajiban tetapi hanya sebagai kebiasaan, rasa berat, enggan, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu perbuatan pada intinya disebabkan belum terbiasa melakukannya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun