Algoritma platform sosial sering kali memperlihatkan konten yang sesuai dengan pandangan kita, sehingga membatasi eksposur terhadap sudut pandang yang berbeda. Ini bisa menghambat dialog yang sehat dan menciptakan jurang pemisah antar kelompok.
Ketergantungan pada media sosial juga menjadi tantangan lainnya. Saya pernah berbincang dengan anak-anak muda yang mengaku sulit lepas dari smartphone mereka, bahkan merasa cemas jika tidak memeriksa media sosial dalam beberapa jam. Ini mengindikasikan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan bisa berdampak pada kesehatan mental dan produktivitas.
Langkah ke Depan
Lalu, bagaimana kita menghadapi tantangan ini? Saya percaya bahwa literasi digital menjadi kunci utama. Masyarakat, khususnya generasi muda, perlu dibekali keterampilan untuk memverifikasi informasi dan mengenali hoaks.Â
Dialog antar generasi juga harus terus dibangun, menciptakan ruang diskusi yang inklusif antara generasi tua dan muda. Dan yang paling penting, kita perlu mendukung inisiatif positif yang muncul dari generasi muda.
Generasi muda bukan sekadar "mental tempe". Mereka adalah generasi yang penuh harapan, ide, dan potensi. Sebagai bagian dari generasi yang lebih tua, saya merasa perlu untuk lebih mendukung mereka, bukan merendahkan. Dengan memberikan ruang untuk berkreasi, kita bisa membantu mereka menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H