Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Doom Spending: Jebakan Konsumtif di Tengah Resesi - Kisah Pribadi

2 Oktober 2024   10:56 Diperbarui: 2 Oktober 2024   13:17 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Doom Spending/FB Isur Suryati

Di masa ekonomi yang tidak stabil, banyak orang mencari pelarian dari tekanan yang menghimpit. Salah satu bentuk pelarian yang paling umum adalah belanja impulsif atau yang kini populer dengan istilah doom spending. 

Fenomena ini tidak hanya memengaruhi individu dari segi keuangan, tetapi juga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan mental. 

Berdasarkan pengalaman pribadi saya, doom spending adalah masalah yang rumit dan penuh jebakan, terutama di tengah resesi. 

Dalam artikel ini, saya akan menceritakan pengalaman saya terjebak dalam pola konsumtif ini, serta menggali lebih dalam penyebab dan cara mengatasinya.

Sebagai seorang yang pernah terjebak dalam lingkaran doom spending, saya sangat memahami betapa sulitnya melawan godaan untuk terus berbelanja. Ketika pandemi COVID-19 melanda, saya merasa hidup saya berubah drastis. 

Kegiatan harian menjadi terbatas, dan kecemasan tentang masa depan meningkat tajam. Ketidakpastian ekonomi, kekhawatiran akan kesehatan, serta hilangnya interaksi sosial mendorong saya mencari pelarian. Sayangnya, pelarian yang saya pilih adalah belanja impulsif.

Berawal dari sekadar membeli barang-barang kecil secara online, kebiasaan ini berkembang menjadi kebutuhan untuk terus membeli hal-hal yang sebenarnya tidak saya butuhkan. 

Awalnya, belanja terasa seperti hiburan yang sederhana. Namun, dalam waktu singkat, saya mulai merasa terjebak dalam siklus yang tidak sehat: saya membeli barang-barang untuk merasa lebih baik, tetapi rasa puas itu cepat hilang dan digantikan oleh kecemasan baru.

Setiap kali saya melihat saldo rekening menipis, saya dilanda rasa bersalah dan stres. Namun, seolah menjadi lingkaran setan, saya kembali berbelanja sebagai pelarian dari perasaan tersebut. 

Saat menyadari betapa besar dampak doom spending ini terhadap kesehatan mental dan kondisi keuangan saya, saya mulai mencari cara untuk mengatasi kebiasaan buruk ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun