Rindang tidak menanggapi celotehan Mang Salim. Ia pun sibuk dengan laptopnya.
*
Setelah tiga hari menyelesaikan pekerjaan sesuai yang dijadwalkan. Rindang memutuskan untuk memperpanjang masa inapnya di hotel, dan memutuskan untuk keluar sejenak dari kamarnya. Ia ingin berjalan-jalan di sekitar hotel, mencari udara segar dan menenangkan pikirannya. Saat berjalan, tiba-tiba ia mendengar suara familiar dari belakang.
"Rindang?"
Rindang langsung mengenali suara itu. Ia berbalik dan terkejut melihat sosok yang kemarin ia coba lupakan: Ario, cinta pertamanya.
"Ario? Apa kabarmu?" Rindang terkejut dan bahagia sekaligus ketika melihat Ario.
"Ikut acara bisnis di sini. Bagaimana kabarmu, Rindang?" Ario tersenyum dan menghampiri Rindang.
Rindang merasa ada perasaan yang mencampur aduk dalam dirinya ketika bertemu dengan Ario lagi. Di satu sisi, ia merasa bahagia karena bisa bertemu dengan seseorang yang dulu pernah sangat berarti baginya. Namun, di sisi lain, ia juga merasa bersalah karena merasa telah mengkhianati Bimo.
"Baik-baik saja, Ario. Kamu sendiri? Sudah menikah?" Rindang mencoba mengalihkan pembicaraan.
Ario menggelengkan kepalanya. "Belum, belum menemukan yang tepat." Ia tersenyum dan kemudian mengajak Rindang untuk duduk bersama di salah satu bangku di taman hotel.
Mereka pun mulai mengobrol dan mengenang kembali masa-masa indah yang pernah mereka jalani bersama. Rindang merasa nyaman berbicara dengan Ario, seperti waktu dulu ketika mereka masih bersama. Namun, di balik semua itu, Rindang merasa bersalah kepada suaminya dan merasa seperti sedang membangkitkan kembali perasaan lama yang sudah seharusnya ia lupakan.