Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bankrupt Game Melatih Mindset dalam Mencari Uang

10 September 2022   19:44 Diperbarui: 12 September 2022   09:00 2267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bankrupt game |Pexels.com/Pavel Danilyuk

Ciao! Kompasianer hebat. Pernahkah anda mendengar tentang sebuah game yang berkaitan dengan masalah finansial? Permainan ini menguji strategi, cara, dan upaya kita dalam menghasilkan uang.

Game ini bersifat reality show, ditayangkan secara live di TV, mungkin seperti Squid Game yang beberapa waktu silam sempat digandrungi. Saat dipertunjukkan di TV, peserta tidak diberi tahu bahwa mereka sedang bermain dalam sebuah game. Ada beberapa kamera tersembunyi yang disimpan di beberapa tempat. 

Kamera ini fokus mengikuti pergerakan para pemain. Ke mana pun mereka bergerak, akan selalu dipantau dan diawasi. Biasanya durasi dari permainan ini, antara 1 x 24 jam. Urutan kegiatannya menggunakan berbagai skenario.

Jenis-Jenis Skenario Bankrupt Game

1. Target mengumpulkan uang

Umpama, saat kita sedang touring dari kantor. Tiba-tiba saja diturunkan di tengah jalan, tanpa persiapan dan tidak berbekal uang. Hanya modal baju yang menempel di badan. Kita ditantang untuk survive agar bisa bertahan hidup dan menghasilkan uang minimal untuk makan di hari itu.

Tentu saja, di awal sudah ada aba-aba, ya. Petunjuk dari manager atau mentor kita di perusahaan tenting teknik-teknik, strategi, cara, dan upaya untuk menghasilkan uang dalam keadaan tanpa modal sama sekali alias bankrupt atau bangkrut.

Tapi, tetap saja kaget dan bingung, ya. Kirain hanya materi doang, tidak harus dipraktekan. Itulah, mungkin yang akan kita rasakan bila dihadapkan pada tantangan ini.

Apa coba yang harus dilakukan? menangis mungkin, menjerit, minta tolong kepada orang lain yang ada di sekitar. Lalu, kita curhat bahwa kita diturunkan secara tiba-tiba di tengah perjalanan. Meminta pertolongan kepada warga agar diantarkan kembali ke alamat tempat tinggal kita. Bukan begitu, alurnya Bestie. Ya kali, kalau bisa begitu. Kita langsung out dari perusahaan. Tanpa SP 1 dan SP 2.

Ada juga skenario lainnya, mungkin pesertanya bisa masyarakat secara umum. Tidak hanya yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Umpama, saat seseorang nongkrong di depan mall tanpa membawa barang apapun. Hand phone juga ditinggal di rumah. Karena, niat dia cuma cari angin.

Dia menggamit sebatang rokok di tangannya, bercelana pendek, memakai kaos oblong, serta sandal jepit yang sudah usang. Tak ada persiapan sama sekali. Tidak juga sepeser uang yang terselip di saku. 

Tiba-tiba saja, orang ini dititipi sebuah barang oleh seseorang untuk dijaga. Sebelum pergi, orang itu berpesan bahwa dalam waktu 90 menit ia akan kembali, dengan syarat kita harus menghasilkan sejumlah uang, misal Rp. 20.000., Entah bagaimana caranya? Asal jangan dengan menjual barang tersebut. Jika barang tersebut sampai hilang karena dijual. Maka, kita akan dilaporkan ke polisi. Nah lho.

2. Target Menuju ke Suatu tempat

Umpama, jika kamu tinggal di Jogja, saat ini pukul 08.00. pagi hari. Kamu sedang berada di Alun-alun Kidul. Target yang harus dituju adalah Wisma UGM di Kali Urang Atas. Jarak dari tempat kamu saat ini berada hingga target yang harus dituju adalah sekitar 35 kilometer. Lumayan jauh, kan? 

Kamu harus meninggalkan semua barang berharga yang dimiliki, seperti : uang, hand phone, dan semua barang berharga lain yang dimiliki. Termasuk juga perhiasan, jam tangan, dan apa pun yang bisa dijual dan menghasilkan uang. Kamu ditantang untuk sampai di Wisma UGM pada pukul 12.00. 

Jika sudah tiba di Wisma UGM, kamu harus meminjam nomor telepon di sana dan menghubungi nomor yang diberikan oleh penantang saat itu. Bila kamu berhasil menelepon, artinya sudah berhasil menyelesaikan tantangan.

Apa yang harus kita lakukan, dalam suasana seperti itu? Haruskah lari dan mengabaikan semuanya. Sambil bersungut-sungut, kita menendang tiang trotoar.

"Apaan sih, iseng banget ... ganggu kesenangan orang saja!" 

Tentu saja, reaksi tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. Kecuali, bila memang kita ingin lari dalam masalah, dan dicap sebagai pecundang.

Hadapi Kenyataan dan Cari Solusi

Tidak ada opsi pilihan. Mau tidak mau kita harus menerima kenyataan dan menghadapi tantangan tersebut. Kita harus memutar otak dan mencari cara agar bisa mendapatkan uang bila skenario tantangan kita adalah yang pertama, yakni target mengumpulkan uang. Apakah dengan mengemis, mengamen, menjualkan barang milik orang lain, kuli panggul, tukang parkir, jaga wc, dan lain-lain.

Dalam tantangan menuju suatu tempat, kita harus mencari kendaraan yang bisa ditebengi dengan gratis, atau cara lainnya yang aman dan gratis. Ketangguhan mental dan kemampuan negosiasi kita diuji di sini. 

Permainan dengan skenario seperti yang sudah dipaparkan di atas merupakan sebuah game finansial yang biasa diterapkan di perusahaan-perusahaan berbasis keuangan. Dengan tujuan untuk melatih para karyawannya menemukan teknik, metode, strategi, cara, dan upaya dalam menghasilkan uang.

Dinamakan Bankrupt Game, karena permainan ini menuntut pemainnya untuk dapat survive dalam kondisi bangkrut sekalipun. Jangan membayangkan bahwa game ini dimainkan di komputer atau android. Permainan ini dilakukan di kerasnya kehidupan dengan setting jalan raya.

Dilansir dari johanessurya.com, permainan ini sebenarnya sangat sederhana. Kita akan ditantang untuk mencari sejumlah uang yang sudah ditentukan. Umpama, Rp. 50.000,. mudah saja kan? 

Menjadi sulit, karena syaratnya dompet dan semua barang berharga akan disita untuk sementara waktu. Kita sebagai pemain pun tanpa babibu lagi, langsung diterjunkan di jalan raya.

Game ini menggambarkan praktek simulasi bertahan hidup, sekaligus cara menghasilkan uang, saat kondisi kita bangkrut, dan tanpa sedikit pun uang yang dimiliki. Bukan hanya tanpa uang, tapi juga tidak ada teman, tidak kenal siapa-siapa, dan tidak punya siapa-siapa untuk dimintai bantuan.

Dari game ini kita belajar dan memetik hikmah. Bahwa benar kata sebuah pepatah :

"Jika kamu penjual yang handal, kamu dapat hidup dimana pun, kapan pun, dan dalam kondisi sesulit apa pun."

Pengalaman bermain Bankrupt game

Kehidupan masa kecil saya, sepertinya mirip skenarionya dengan bankrupt game ini. Karena, orang tua selalu berkata, "Kalau mau beli sesuatu, belajar cari uang sendiri." Begitu juga, saat saya minta dibelikan jajan, ibu selalu berkata seperti itu. Padahal, usia saya waktu itu baru delapan tahun, menginjak kelas dua sekolah dasar.

Tetapi, ibu sudah menerapkan hal ini pada saya. Mungkin, beliau tidak tahu, ya jika metode seperti itu dinamakan Bankrupt Game. Perkataan ibu tersebut menjadi motivasi bagi saya. Sehingga, bila ada benda yang diinginkan. Hampir tidak pernah dikomunikasikan kepada orang tua. Apalagi dengan kata, "Bu, minta ini ... Bu, mau i

Akhirnya, saya memiliki sebuah buku catatan yang isinya adalah daptar barang-barang yang diinginkan. Umpama : jajan kue serabi lima buah pada pekan di hari Rabu; beli jaket berbahan jeans harga Rp. 60.000., dan membeli anak kambing. Itulah beberapa barang yang saya catat. Sebagai keinginan bocah kampung yang sangat sederhana.

Saya mencari cara agar dapat menghasilkan uang, memutar otak, dan tidak segan untuk bertanya kepada nenek dan teman-teman. Bahkan, menawarkan jasa kepada ibu guru juga pernah. Saya menawarkan diri untuk menjualkan penganan yang dibuat oleh Ibu Guru, saat istirahat kepada teman-teman. 

Selain itu, saya juga menjualkan gula merah, petai, kacang panjang, dan hasil bumi nenek dan mendagangkannya di hari Pekan, yakni hari Rabu. Untuk hal ini, kadang saya suka membolos sekolah. 

Sepulang sekolah, bersama teman-teman sepermainan. Kami mengambil temu kunci di kebun yang agak jauh dari rumah, memungut cengkih yang jatuh di bawah pohon, dalam bahasa Sunda disebutnya 'mopole'. Menyabit serai wangi, saat itu di kampun ada sebuah pabrik serai yang didirikan  warga untuk memproduksi minyak serai. Hasilnya, dijual ke kota. Setiap hari Minggu, atau sepulang sekolah, saya kuli menyabit serai.

Dari semua kegiatan mencari uang itu, dalam satu minggu saya bisa mengumpulkan sekitar Rp. 1.000., - Rp. 5.000., Jumlah yang lumayan besar untuk ukuran saat itu, yakni pada tahun 1990-an. Karena, harga emas saat itu berkisar antara Rp. 24.000., hingga Rp. 25.000., saja. Harga bakso pun pada saat itu, hanya dua ratus perak alias dua ratus rupiah.

Ada kebanggaan tersendiri

Bila menceritakan hal itu, saat ini. Entah mengapa, ada perasaan sedih dan terharu. Karena, ternyata orang tua jaman dahulu itu sudah memiliki kecerdasan finansial yang sangat bagus. Mereka juga bisa menularkan hal itu kepada anaknya. Terkesan seperti orang tua yang kejam. Tapi, sekarang saya mengakui, bahwa hal itu memang sesuatu yang benar dan harus seperti itu.

Secara tidak langsung, orang tua telah mendidik anak-anak mereka untuk mandiri secara finansial, dapat menghargai uang, dan motekar alias kreatif dalam mencari ide, cara, dan upaya dalam menghasilkan uang.

Selain itu, ada hal yang sampai sekarang selalu melekat di dalam hati. Bahwa, saat kita bisa membeli barang yang diimpikan dengan uang hasil keringat dan perjuangan sendiri. Terselip rasa bangga yang sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata. Barang yang mungkin di mata orang lain tidak berharga dan terkesan sepele. 

Tapi, akan menjadi sesuatu yang amat berharga. Saat ia bisa dibeli dengan uang yang kita hasilkan sendiri. Bahkan, jaket jeans yang dibeli dengan harga Rp. 60.000., pada saat itu, tahun 1991. Entah, asli atau tidak merk Jeans-nya. Sampai sekarang masih sering saya pakai. 

Ada rasa yang tidak bisa digambarkan, saat jaket ini melindungi tubuh dari rasa dingin. Ia bagaikan teman hidup yang selalu setia dalam setiap momen hidup yang dijalani. 

Bisakah diterapkan pada generasi saat ini?

Zaman memang telah berubah, mental manusia juga ikut berkembang. Entah, ke arah yang lebih baik, atau malah menjadi buruk. Tapi, sebuah metode pendidikan yang menghasilkan karakter yang baik. Umpama, metode survive dalam permainan Bankrupt Game ini, mungkin akan baik pula hasilnya bila diterapkan pada generasi saat ini.

Walaupun, ada sedikit keraguan. Apakah orang tua jaman sekarang akan memiliki sikap tega yang 'benar' seperti sikap orang tua jaman dulu. Karena, dapat kita lihat fenomena cara mendidik orang tua jaman sekarang, termasuk saya. Mereka mendidik anak dengan pola nyaah dulang, artinya menuruti semua yang diinginkan anak dan memanjakan.

Dengan dalih, "Peupeuriheun urang baheula susah (jangan sampai anak kita mengalami kesusahan seperti kita dulu). Padahal, pola pendidikan seperti itu, dampaknya tidak main-main. Anak-anak akan menjelma menjadi generasi yang rapuh, seperti buah strawberry. Indah dan menarik bila dilihat dari tampilan luar. Tapi, bila terkena guncangan atau terjatuh dan terbentur aspal akan hancur dan penyek. Itulah, mental generasi kita saat ini.

Hikmah yang didapat

Bankrupt Game mengajarkan kepada kita, bahwa di dunia ini banyak sekali orang tidak dikenal, tapi mereka baik. Mau menolong, memberikan bantuan, dan mengijinkan kendaraannya untuk ditebeng secara gratis. 

Game ini juga mengubah mindset kita, bahwa dalam mencari uang itu kita harus menggunakan cara yang elegan, dan halal. Jangan hanya karena uang, kita menghalalkan segala cara, hingga berani mencuri. 

Hal ini juga menyadarkan kita, bahwa sebenarnya semua manusia itu bisa tetap bertahan hidup dalam kondisi yang paling parah sekali pun. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun