Akhirnya, saya memiliki sebuah buku catatan yang isinya adalah daptar barang-barang yang diinginkan. Umpama : jajan kue serabi lima buah pada pekan di hari Rabu; beli jaket berbahan jeans harga Rp. 60.000., dan membeli anak kambing. Itulah beberapa barang yang saya catat. Sebagai keinginan bocah kampung yang sangat sederhana.
Saya mencari cara agar dapat menghasilkan uang, memutar otak, dan tidak segan untuk bertanya kepada nenek dan teman-teman. Bahkan, menawarkan jasa kepada ibu guru juga pernah. Saya menawarkan diri untuk menjualkan penganan yang dibuat oleh Ibu Guru, saat istirahat kepada teman-teman.Â
Selain itu, saya juga menjualkan gula merah, petai, kacang panjang, dan hasil bumi nenek dan mendagangkannya di hari Pekan, yakni hari Rabu. Untuk hal ini, kadang saya suka membolos sekolah.Â
Sepulang sekolah, bersama teman-teman sepermainan. Kami mengambil temu kunci di kebun yang agak jauh dari rumah, memungut cengkih yang jatuh di bawah pohon, dalam bahasa Sunda disebutnya 'mopole'. Menyabit serai wangi, saat itu di kampun ada sebuah pabrik serai yang didirikan  warga untuk memproduksi minyak serai. Hasilnya, dijual ke kota. Setiap hari Minggu, atau sepulang sekolah, saya kuli menyabit serai.
Dari semua kegiatan mencari uang itu, dalam satu minggu saya bisa mengumpulkan sekitar Rp. 1.000., - Rp. 5.000., Jumlah yang lumayan besar untuk ukuran saat itu, yakni pada tahun 1990-an. Karena, harga emas saat itu berkisar antara Rp. 24.000., hingga Rp. 25.000., saja. Harga bakso pun pada saat itu, hanya dua ratus perak alias dua ratus rupiah.
Ada kebanggaan tersendiri
Bila menceritakan hal itu, saat ini. Entah mengapa, ada perasaan sedih dan terharu. Karena, ternyata orang tua jaman dahulu itu sudah memiliki kecerdasan finansial yang sangat bagus. Mereka juga bisa menularkan hal itu kepada anaknya. Terkesan seperti orang tua yang kejam. Tapi, sekarang saya mengakui, bahwa hal itu memang sesuatu yang benar dan harus seperti itu.
Secara tidak langsung, orang tua telah mendidik anak-anak mereka untuk mandiri secara finansial, dapat menghargai uang, dan motekar alias kreatif dalam mencari ide, cara, dan upaya dalam menghasilkan uang.
Selain itu, ada hal yang sampai sekarang selalu melekat di dalam hati. Bahwa, saat kita bisa membeli barang yang diimpikan dengan uang hasil keringat dan perjuangan sendiri. Terselip rasa bangga yang sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata. Barang yang mungkin di mata orang lain tidak berharga dan terkesan sepele.Â
Tapi, akan menjadi sesuatu yang amat berharga. Saat ia bisa dibeli dengan uang yang kita hasilkan sendiri. Bahkan, jaket jeans yang dibeli dengan harga Rp. 60.000., pada saat itu, tahun 1991. Entah, asli atau tidak merk Jeans-nya. Sampai sekarang masih sering saya pakai.Â
Ada rasa yang tidak bisa digambarkan, saat jaket ini melindungi tubuh dari rasa dingin. Ia bagaikan teman hidup yang selalu setia dalam setiap momen hidup yang dijalani.Â