Mengarungi bahtera rumah tangga merupakan fase hidup yang niscaya akan dilalui oleh setiap individu di dunia ini.
Tentu saja, jika individu tersebut memutuskan bahwa dia akan menikah. Karena, sekarang ini banyak orang yang memilih untuk tidak menikah. Dengan beragam alasan dan faktor penyebabnya.
Kita tidak bisa menghakimi dan menyalahkan pilihan hidup orang lain. Mau menikah atau tidak, itu bukan urusan dan tanggung jawab kita.
Saat kita memutuskan untuk mengarungi bahtera yang bernama rumah tangga, dengan menikah bersama pasangan yang kita cintai.
Maka, pada awal-awal menikah akan banyak peristiwa yang tidak sesuai dengan ekspektasi.Â
Umpama, sebelum menikah kita sering mengkhayalkan hal-hal atau peristiwa yang indah dan romantis bersama pasangan, seperti kata-kata yang mesra dan lemah-lembut, senyum manis, dan tatapan mesra.Â
Setiap hari yang dilalui akan terasa indah. Karena, dilalui bersama orang yang kita cintai. Semua itu tidak sepenuhnya benar, ya. Tapi juga tidak sepenuhnya salah.
Di dalam kehidupan rumah tangga akan ada onak dan duri yang menghalangi jalan tempat kita berpijak dan melangkah. Dari mulai masalah adaptasi dua keluarga, masalah finansial, hingga drama mertua dan orang ketiga.
Bersyukur bila kita dikaruniai pasangan yang baik dan mau mengerti. Tidak egois dan ingin menang sendiri, tanpa peduli perasaan orang lain.Â
Bila tidak, ya harus banyak-banyak mengelus dada dan bersabar. Karena, hidup memang berat.
Semua tantangan di awal-awal menikah akan dapat dilewati dengan mudah. Jika, kita dan pasangan saling menerima kekurangan masing-masing, memaklumi, dan menguatkan.
Life togetherÂ
Sejatinya, menikah atau membangun rumah tangga adalah life together, yakni hidup bersama dalam atap rumah yang sama, antara suami dan istri. Bahkan, tidak hanya suami dan istri, ya. Kadang, istri di rumah keluarga suami, atau suami tinggal bersama orangtua istri.
Idealnya, sih ketika menikah itu pasangan suami istri langsung menempati rumah pribadi, minimal dengan cara kos atau mengontrak. Bila dana yang dimiliki belum cukup.
Karena, dengan hidup hanya berdua saja. Akan meminimalisir konflik yang terjadi. Baik masalah dari pihak keluarga istri, maupun suami.
Life together atau hidup bersama memiliki ciri seperti berikut.
1. Diferensiasi peran
Dalam rumah tangga terjadi pembagian peran. Suami dan istri bekerja dan melakukan aktivitas sesuai tujuan pokok dan fungsi masing-masing. Tanpa saling mencampuri dan saling membantu, alias teu pacorok kokod, dalam bahasa Sunda.
Umpama, suami bertugas mencari nafkah. Dia keluar rumah dari pagi dan pulang petang, bahkan lembur hingga malam hari. Sedangkan istri bertugas mengelola rumah, memasak, mencuci, dan lain-lain terkait pekerjaan rumah tangga.
Ketika kita hanya life together. Maka, tidak ada aktivitas yang saling membantu. Istri tidak ada upaya untuk membantu suami mencari nafkah. Begitu pun suami tidak ada usaha sama sekali untuk meringankan beban istri.
2. Hidup berjalan di dalam koridornya masing-masing
Seperti rel kereta api dan jalan raya. Hidup berumah tangga dengan prinsip life together berjalan satu arah, namun tidak bersinggungan.Â
Hubungan seperti ini akan sampai di tempat tujuan secara bersama-sama. Akan tetapi, perasaan akan saling menjauh.Â
Kehidupan pernikahan akan terasa hambar dan menjadi rutinitas yang monoton serta membosankan.
Apalagi, jika waktu yang dibutuhkan untuk menjembatani hal tersebut, dalam aspek komunikasi misalnya, habis tersita oleh kerja dan kesibukan.
Istri akan tenggelam dalam dunia domestiknya. Hingga ia akan lupa akan jati diri, siapa dan bagaimana dia sebelum menikah.
Suami juga akan fokus mengejar karier dan aktualisasi diri di luar. Hingga dia lupa apa sebenarnya peran utamanya sebagai kepala keluarga, yakni menyayangi, melindungi, dan menghargai istri sebagai pasangannya.
Love togetherÂ
Rumah tangga yang ideal seharusnya tidak sekadar life together atau hidup bersama dalam satu rumah, di bawah naungan atap yang sama.
Tetapi, lebih dari itu. Dalam kehidupan pernikahan, menjalani hari-hari, dan rutinitas harian ini.Â
Kita dan pasangan sudah selayaknya love together atau saling mencintai, menebarkan kasih sayang, saling membantu, dan bekerja sama. Agar tujuan rumah tangga yang bahagia dan harmonis dapat tercapai.
Bila kita sudah menerapkan love together dalam kehidupan rumah tangga. Akan terlihat dalam ciri-ciri berikut.
1. Suami istri saling membantuÂ
Ketika suami pulang ke rumah pada sore hari, istri akan menyambutnya dengan senyuman terindah, segelas air hangat, dan aroma masakan yang terhidang di meja.
Hal ini sebagai bukti bantuan istri dalam meringankan kelelahan dan rasa capek suami. Sebab istri menyadari betul, bahwa mencari nafkah itu pekerjaan yang sangat sulit dan menguras tenaga dan pikiran.
Begitu juga, saat suami melihat istri sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan mengasuh anak.Â
Maka, suami yang memiliki love together, akan membantu sang istri dengan sigap dan tanpa diminta.
Jika pun ia tidak bisa membantu, karena keterbatasan kemampuannya. Umpama tidak biasa mencuci, mengepel, atau mengasuh anak. Maka, setidaknya dia tidak membebani istri dengan omelan-omelan yang tidak pantas.Â
Ia ambil peran meringankan beban tersebut dengan cara memberika asisten rumah tangga bagi istri, agar kesibukan rumah tangga tidak mengganggu kewarasaan istri.
2. Diferensiasi peran berdasarkan prinsip kasih sayangÂ
Pembagian peran atau diferensiasi mutlak diperlukan dalam rumah tangga. Agar fungsi dan tujuan dari menikah dan berpasangan itu tercapai.
Apa yang menjadi tujuan dari pernikahan adalah membentuk sebuah keluarga yang bahagia, mencapai rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah.Â
Dengan adanya pembagian peran, siapa yang keluar rumah mencari nafkah, dalam hal ini sebagai tugas suami.Â
Istri juga bisa keluar rumah, membantu suami mencari nafkah, atau karena ia ingin aktualisasi diri dan memanfaatkan ilmu yang didapat di bangku kuliah.
Bila istri ikut membantu mencari nafkah. Maka, diferensiasi peran dalam hal ini bersifat fleksibel. Suami juga harus turun tangan membantu istri menuntaskan pekerjaan rumah.Â
Pembagian peran yang amat indah dan romantis dalam hal menyelesaikan pekerjaan rumah. Umpama : istri mencuci, suami menjemur; istri memasak, suami memotong sayur dan mengulek bumbu; istri menyapu, suami mengepel lantai.Â
Hubungan antara suami dan istri tidak bergerak secara vertikal. Ada atasan dan yang menjadi bawahan. Tapi, hubungan tersebut bergerak secara horijontal. Suami adalah mitra bagi istri.
Kedudukan ini menempatkan rumah tangga sebagai sebuah lembaga. Di mana didalamnya ada suami, istri, dan anak-anak sebagai anggota keluarga.Â
Setiap anggota keluarga tersebut menjalankan perannya dengan baik, dengan menggunakan prinsip saling menghargai dan kasih sayang.
Karena hidup berumah tangga, tidak sekedar life together, tapi love tigether. Selamat mencoba. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H