Manusia yang merdeka adalah manusia yang hidupnya bersandar pada kekuatan sendiri baik lahir maupun bathin, tidak bergantung dengan orang lain. (Ki Hadjar Dewantara)
Bila diibaratkan, kehidupan yang akan dihadapi oleh peserta didik kita nanti. Sepuluh hingga dua puluh tahun yang akan datang, seperti lautan lepas yang sangat luas tiada bertepi. Saking luasnya, hingga yang terlihat di hadapan kita hanyalah samudera, lengkap dengan ombak yang bergulung-gulung, sesekali hantaman badai, petir, dan terjangan tornado dari langit.
Sanggupkah, peserta didik kita menghadapi semua itu? mampukah mereka mengoperasikan kapal pesiar dengan benar, agar bisa selamat sampai di tempat tujuan. Yakni, pulau harapan menjadi manusia yang merdeka. Seperti yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara, dalam kutipan di awal tulisan ini.
Tujuan atau pulau harapan yang akan menjadi dermaga tempat kita berlabuh nanti adalah sebuah pulau yang indah. Â Terciptanya peserta didik yang memiliki jiwa merdeka, mampu bersandar pada kekuatan sendiri, baik lahir maupun bathin. Alat untuk mencapai pulau tersebut, yakni kurikulum merdeka belajar. Kurikulum yang sedang kita pelajari, pahami, dan coba praktekan dalam pembelajaran bersama peserta didik di kelas saat ini. Kurikulum merdeka belajar memiliki tujuan, menciptakan pendidikan yang menyenangkan bagi peserta didik dan guru.
Di dalam kapal besar bernama kurikulum merdeka belajar ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang telah menempati sebuah kabin yang sangat besar dan leluasa. Di dalam kabin itu, berisi segenap peserta didik yang ada di wilayah kabupaten Sumedang, sebagai penumpang, satuan dinas pendidikan sebagai komandan kabin, dan segenap guru sebagai kru dan awak kapal.
Sejatinya, sebelum kapal besar ini diluncurkan, yakni di akhir masa pandemi. Dinas pendidikan kabupaten Sumedang telah memiliki sebuah sistem solusi untuk mengarungi ganasnya lautan, solusi itu bernama 7 strategi komplementer. Fakta di lapangan membuktikan bahwa strategi ini mampu mengatasi kendala pembelajaran jarak jauh yang diakibatkan oleh hempasan badai pandemi covid-19.
Program Transformasi Sekolah Simpati
Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi yang tumbuh melesat, dan beberapa masalah yang akan dihadapi oleh peserta didik dalam kurun waktu beberapa tahun, bahkan 10 tahun ke depan. Maka, kapal kurikulum merdeka mengeluarkan sebuah gagasan tentang merdeka belajar. Bahwa sebagai guru kita berperan untuk menuntun para peserta didik dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, kecakapan, wawasan, dan kompetensi yang akan melejitkan kekuatan kodrat mereka.
Oleh karena itu, 7 strategi komplementer yang digagas oleh dinas pendidikan kabupaten Sumedang pun bertransformasi menjadi program transformasi sekolah Simpati, disesuaikan dengan program kerja kabupaten Sumedang, yakni mewujudkan Sumedang Simpati.
Pada penerapannya di lapangan, PTSS merupakan program yang dibuat dalam rangka pemulihan pembelajaran dan mengakselerasi peningkatan mutu pendidikan di Kabupaten Sumedang, baik jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah, yang selaras dengan visi dan misi Kabupaten Sumedang dalam memperkuat implementasi Merdeka Belajar.
PTSS sebagai sebuah terobosan yang menggabungkan 7 strategi komplementer dengan muatan profil pelajar pancasila yang terdapat dalam kurikulum merdeka belajar, akan dapat dilaksanakan dengan baik jika kita aplikasikan dengan formasi 3-3-4, yakni 3 resep, 3 syarat, dan 4 hijrah.
Program Spektakuler
SMPN 1 Sumedang sebagai salah satu lembaga yang menjadi penumpang dan awak kapal dari kabin Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang memiliki sebuah program sebagai implementasi dari kurikulum merdeka yang terejawantah dengan program transformasi sekolah simpati. Program  yang sudah dilaksanakan dari tahun 2013 ini bernama Spektakuler.
Program ini merupakan akronim dari SMP Negeri 1 Sumedang Melaksanakan Kegiatan Keagamaan, Nasionalis Upacara, Literasi, Seni Budaya dan Kekeluargaan. Program ini harus dilaksanakan oleh pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Program ini pun di waktu-waktu tertentu dapat melibatkan orang tua, alumni, masyarakat, dan tokoh publik.
Implementasi 3 resepÂ
Ibarat sebuah masakan, akan terasa nikmat dan menghasilkan citarasa tinggi. Bila mengaplikasikan resep dengan baik dan sesuai takaran. Begitu pun dengan keberhasilan sebuah program, dalam hal ini PTSS.
Ada 3 resep yang harus kita masukkan dalam racikan PTSS di SMPN 1 Sumedang. Â Pertama, guru sebagai sumber daya manusia utama. Tokoh protagonis yang berperan sebagai ujung tombak dalam tercapainya sebuah tujuan. Guru yang baik diharapkan memiliki tiga karakter yang berkualitas.
Pertama, Adaptif artinya mampu beradaftasi dengan perkembangan jaman, teknologi, cara belajar peserta didik, dan kurikulum serta kebijakan-kebijakan baru dalam bidang pendidikan. Contoh sederhananya adalah saat pengisian aplikasi E-raport, pembuatan materi ajar berbasis teknologi seperti power point dan video, memakai seragam yang disarankan dari pemerintah serta bersemangat mengikuti IHT, workshop, dan pelatihan terkait kurikulum dan kebijakan baru.
Kedua, inovatif artinya seorang guru harus memiliki pandangan, ide, dan cara berfikir yang baru tentang suatu hal, obyek, atau masalah. Â Tidak hanya dapat berfikir dengan ide yang bersifat pembaruan, seorang guru juga diharapkan dapat menghasilkan inovasi, artinya sebuah karya sebagai hasil dari pikiran yang inovatif. Umpama : mengaransemen lagu bagi guru Seni Budaya, menulis lirik pupuh dengan tema yang baru, menghasilkan sebuah karya berupa artikel, puisi, atau cerita pendek.
Ketiga, inspiratif maksudnya seorang guru dalam setiap kata-katanya, tindak-tanduknya, dan kegiatan yang dilakukannya harus inspiratif, dapat menjadi sumber inspirasi, ilham bagi peserta didik. Umpama, guru yang aktif di masyarakat sebagai MC (Master of Ceremony), guru yang aktif menulis di media atau blog, guru yang kata-katanya bijak dan selalu memotivasi, guru yang mahir bermain musik, guru yang pandai bermain gitar, guru yang ahli dan pintar mengaji, guru yang menjadi instruktur atau pelatih, guru yang pintar dan ahli berbisnis, guru yang ahli pidato, dan lain-lain.
Resep yang kedua adalah metode yang memudahkan, membahagiakan dan mengembangkan. Ketiga hal ini adalah ciri-ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh sebuah metode pembelajaran.
Mudah artinya metode tersebut dapat dipahami dan diikuti oleh semua peserta didik tanpa terkecuali. Tidak membedakan tingkat intelegensia, emosi, karakter, dan spiritual peserta didik. Membahagiakan artinya dalam mengaplikasikan metode tersebut, guru dan peserta didik merasa bahagia, tidak tertekan, tidak menjadikan stress, dan lain-lain. Mengembangkan, artinya metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berfungsi dalam mengembangkan kreativitas, bakat, dan kecerdasan peserta didik.
Umpama, metode yang digunakan tersebut adalah menulis dengan teknik mind map, hand lettering, dan Cornel Lesson. Metode game, acak kata, ular tangga, dan lain-lain.
Resep yang ketiga adalah penunjang yg baik, segala sumber daya yg efektif. Dalam hal ini berupa sarana prasarana yang ada di sekolah, yang dapat menjadi pendorong agar peserta didik merasa aman, nyaman, dan semangat dalam belajar.
Umpama, suasana kelas yang nyaman dan tenang, lapangan sekolah yang luas dan refresentatif, peralatan olah raga dalam jumlah memadai, buku-buku di perpustakaan tersedia banyak dan selalu di-update setiap tahun koleksinya, suasana laboratorium IPA dan Bahasa yang lengkap, dan studio mini untuk menunjang pembelajaran virtual.
Implementasi 3 syarat Â
Sebuah hidangan yang bercitarasa nikmat dan disajikan dengan elegan. Tentu saja, diolah oleh koki atau chef yang professional. Seorang juru masak ahli akan memiliki standard an syarat yang menjadi penentu dalam kualifikasinya. Begitu juga bagi program PTSS, akan berhasil gemilang dan menghasilkan outfut yang elegan, tatkala guru yang menjadi juru masaknya memiliki syarat-syarat yang utama.
Pertama, open mind, guru harus memiliki pikiran yang terbuka, tidak skeptis atau menolak, apalagi apatis tidak acuh terhadap apa yang terjadi di lingkungannya. Guru SMPN 1 Sumedang senantiasa memiliki sikap terbuka terhadap perubahan, ide-ide baru, dan rekan kerja yang baru. Hal ini dapat kita lihat dalam sikap antusiasme guru-guru dalam menyambut kepala sekolah, pengawas, teman sejawat, dan peserta didik.
Civitas akademika SMPN 1 Sumedang juga mau menerima saran dan kritik dari orang lain, dalam hal ini berupa masukan yang membangun dari orang tua siswa yang tergabung dalam komite. Berani mengajukan usulan, pendapat, dan keberatan tentang suatu masalah yang sedang dirundingkan.
Kedua, super effort atau usaha atau upaya yang luar biasa. Seorang guru harus memiliki daya, upaya, dan usaha yang luar biasa dari dalam dirinya. Kualifikasi ini dapat dilihat, saat seorang guru dihadapkan pada suatu masalah dalam pendidikan dan pengajaran.
Umpama, menemukan anak yang belum bisa membaca, anak yang melakukan perisakan atau bullying kepada temannya, dan lain-lain. Selain itu, super effort ini akan muncul, saat seorang guru dituntut untuk menuntaskan sebuah tugas, program, atau administrasi. Dalam hal ini kita akan melihat bagaimana perjuangan guru yang menjadi operator sekolah, wakil kepala sekolah, penjaga koperasi siswa, dan para Pembina ekstra kurikuler.
Sungguh mereka telah mengeluarkan super effort yang luar biasa dalam menunaikan tugasnya. Bagaimana mereka harus lembur hingga tengah malam, kekurangan waktu yang berkualitas dengan keluarga, dan tidak peduli pada kesehatan pribadinya.
Ketiga, continues development atau dalam bahasa Jepang disebut dengan Kaizen. Pengembangan berkelanjutan adalah sebuah usaha yang dilakukan guru dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam ranah teknis, teoritis, konseptual, serta moral melalui pendidikan dan latihan.
Dalam hal ini, guru tidak kenal menyerah dan tidak berhenti begitu saja, saat sebuah kompetensi sudah diperoleh dan diselesaikan. Dia akan terus berupaya mengembangkan dirinya secara terus-menerus, bertahap, dan berkesinambungan. Dia tidak merasa puas dengan satu metode, strategi, dan teknik yang dicoba. Senantiasa terus bersemangat untuk berinovasi dan memperbaiki pembelajaran.
Implementasi 4 hijrahÂ
Hijrah secara harfiyah artinya berpindah. Pengertian hijrah secara terminologi adalah meninggalkan sesuatu hal atau tempat dengan alasan untuk memperbaiki kondisi atau keadaan agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Agar program transpormasi sekolah Simpati berjalan sesuai dengan kurikulum merdeka belajar, lalu berhasil dengan sangat gemilang. Sehingga dapat menghasilkan out put berupa peserta didik yang merasa senang dan bahagia ketika belajar.
Dengan demikian, peserta didik dapat memiliki banyak waktu untuk memahami sebuah konsep dan mendalami materi pelajaran. Tanpa harus terburu-buru untuk berpindah ke materi lainnya.
SMPN 1 Sumedang dalam hal ini telah melaksanakan empat hijrah tersebut dalam pembelajaran di kelas.
Pertama, dari orientasi kelas menjadi orientasi individu. Ketika pada jaman dahulu, saat mengajar guru selalu cenderung memperhatikan atau terpusat pada karakter, dan minat peserta didik dalam satu kelas. Sekarang berubah menjadi terpusat pada karakter dan minat individu.
Umpama, di kelas guru menerapkan beragam cara atau metode, agar peserta didik dapat mengeksploitasi kurikulum sesuai dengan minat dan karakter mereka. Guru juga merancang beragam kegiatan yang mudah dan masuk akal sehingga peserta didik dapat mengerti dan memiliki ide dan informasi yang beragam pula.
Kedua, pengenalan pokok bahasan (pengalaman baru). Dulu, setelah selesai mempelajari satu pokok bahasan. Maka, kemudian guru akan memperkenalkan pokok bahasan baru. Sekarang, keadaan tersebut berubah. Guru memulai pembelajaran dan materi baru dengan cara memperkenalkan pengalaman yang baru kepada peserta didik.
Memasuki pokok bahasan baru sama dengan belajar dan memperoleh pengalaman baru. Karena, peserta didik akan memperoleh metode-metode baru yang mudah, mengasyikkan, seru, dan menyenangkan.
Ketiga, dari manual ke digital. Dulu seorang guru akan mengajar dengan teknik manual dan sederhana, yakni menerangkan, menyuruh peserta didik menulis, lalu memberikan ulangan berupa test isian.
Sekarang, guru mengajar dengan teknik digital, dan memanfaatkan teknologi. Umpama, membagikan power point di whatssapp grup kelas, atau mengajar di studio mini secara virtual, zoom meeting, dan lain-lain. Saat tes, guru juga memanfaatkan google form atau metode quizziz.
Keempat, berselancar ke situasi vuca. Bila sebelum pandemi, kita mengajar dengan suasana yang aman, nyaman, dan berjalan seperti biasanya. Maka, masa setelah pandemi, guru dituntut untuk terbiasa dalam situasi yang tidak menentu atau volatility Uncertainty Complexity Ambiguity(VUCA).
Umpama, saat sedang tatap muka, tiba-tiba ada satu peserta didik terindikasi covid-19. Maka, mau tidak mau sekolah pun ditutup, pembelajaran dilakukan secara daring. Untuk menyikapi hal tersebut, guru harus sudah siap. Dengan cara bersikap menerima, memaklumi, dan tidak mengeluh atau ngomel-ngomel tidak karuan. (*)
#TDK Kurikulum Merdeka
#Mengajar di Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H