Saya sebagai seorang ibu dengan tiga anak, membuktikan kondisi tersebut. Saya merasa, bahwa apa yang diungkapkan dalam peribahasa Sunda tersebut, yakni anak tilu keur kumusut benar adanya.
Karena, setiap hari yang dilalui dalam berkomunikasi dan mengasuh anak-anak, saya merasa tertekan. Padahal, saya sudah mengatur jarak enam tahun antara masing-masing anak.Â
Pada awalnya, tujuan dari pengaturan jarak tersebut, agar saya dapat meminimalisir kerepotan yang akan terjadi dalam proses pengasuhan. Namun, ternyata dalam kenyataannya, jarak yang lumayan jauh tersebut tidak memiliki dampak yang positif.
Anak sulung saya laki-laki saat ini berusia 14 tahun, anak tengah laki-laki berusia 9 tahun, dan anak bungsu perempuan berusia 4 tahun.Â
Saya berharap jarak usia 6 tahun di antara kelahiran itu, akan menyebabkan mereka akur, saling asuh, dan mengerti kondisi kesibukan ibunya yang bekerja di luar rumah. Ternyata tidak.
Saya seperti ibu-ibu di Amerika sana yang disurvei oleh TODAYMoms.com, saya juga memiliki kadar stres antara 8,5 hingga 9, bahkan lebih.Â
Rasa stres tertinggi akan saya alami, saat pekerjaan menuntut diselesaikan dengan cepat, lalu pada waktu yang bersamaan anak-anak sakit, rewel, dan menuntut waktu lebih banyak dari saya. Saat itulah saya merasa 'mati gaya'.
Faktor Penyebab
Ada beragam alasan yang menjadi penyebab mengapa perempuan beranak tiga di-citra-kan dalam kondisi demikian, yakni kusut masai.Â
Pertama, adanya rasa khawatir yang muncul pada diri seorang ibu, terkait masalah finansial. Terkait dilema bagaimana cara mereka dapat menyeimbangkan antara pekerjaan, dan cita-cita sebagai passion mereka di masa depan dengan pekerjaan dan beban mengurus rumah tangga.
Karena, jujur saja masalah pekerjaan rumah itu memakan waktu yang hampir sama, bahkan lebih dengan waktu saat kita menyelesaikan pekerjaan kantor. Penelitian mengungkap bahwa beberapa perempuan di dunia, kekurangan waktu untuk tidur dan istirahat.