Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Memilih Investasi Jangka Panjang untuk Biaya Pendidikan Anak

1 Agustus 2022   14:57 Diperbarui: 2 Agustus 2022   03:15 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi investasi pendidikan (Istockphoto/William_Potter)

Sebenarnya ilmu itu bisa didapatkan secara gratis. Asal kita mau, ilmu apapun akan mudah kita dapatkan dan kuasai. Apalagi di jaman teknologi seperti sekarang ini. Untuk memperoleh ilmu kita bisa belajar secara otodidak melalui internet. Kalau begitu, mengapa biaya kuliah mahal? Karena, yang mahal itu gengsi, sistem, dan ijazahnya.

Pada tahun 2013 silam, saya pernah berdiskusi dengan seorang bapak penjual seblak, tentang masalah membiayai anak dari mulai lahir, sekolah, hingga mereka berkeluarga. Sebut saja namanya Pak Husin. Beliau biasa mangkal di depan sebuah sekolah kejuruan. 

Saat itu, saya sedang membelikan seblak untuk anak-anak di rumah. Seblak ini merupakan pavorit keluarga kami, karena rasanya enak serta cara pengolahannya bersih.  

Pak Husin berkata, "Membiayai anak adalah tanggung jawab dan kewajiban orang tua. Terlepas dari anak tersebut mau berakhlak baik, pintar, berbakti, bahkan nakal sekali pun. Maka, kewajiban orang tua adalah tetap membiayainya. Saya tidak pernah menuntut anak-anak untuk berprestasi di sekolah, membantu orang tua di rumah, dan kewajiban-kewajiban lainnya sebagai bentuk bakti mereka kepada orang tua. Bagi saya, membiayai anak adalah kewajiban yang harus ditunaikan sebagai orang tua. Dan ternyata, meskipun saya tidak meminta mereka untuk melakukan semua hal itu. Tapi, dengan kesadaran sendiri, anak-anak belajar dengan sungguh-sungguh di sekolah, tidak malu bantu-bantu jualan seblak di hari libur, juga taat dan rajin beribadah. Padahal, saya tidak pernah menyuruh mereka."

Dari obrolan tersebut, saya memperoleh sebuah pelajaran. Bahwa, sebagai orang tua saya harus mengantarkan anak-anak menuju pendidikan yang mereka inginkan. 

Tanpa saya harus memaksanya memilih sekolah apa, jurusan apa, dan nantinya akan menjadi apa. Jika nantinya mereka tidak memilih sekolah formal, seperti melanjutkan kuliah atau sekolah kedinasan. 

Umpama, mereka memilih untuk kursus, dan lain-lain. Maka, kewajiban saya sebagai orang tua adalah tetap membiayai, hingga mereka mandiri dan mampu menghasilkan uang sendiri. Karena, itulah kewajiban orang tua. 

Saya juga tidak boleh merasa bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membiayai mereka. Harus dikembalikan dalam bentuk bakti, prestasi, dan akhlak baik. Karena, membiayai anak bukanlah transaksi jual beli. Di mana uang harus ditukar dengan kesuksesan dan akhlak anak-anak kita. Memangnya, jika anak-anak kita ditakdirkan belum berprestasi, belum mau membantu orang tua, nakal dan akhlaknya masih berantakan. 

Apakah kita sebagai orang tua akan berhenti membiayai mereka, tidak bukan? Tetap saja kewajiban membiayai itu akan kita pikul dan harus ditunaikan.

Oleh karena itu, sejak diskusi tersebut. Saya mulai bersiap untuk memilih investasi jangka panjang bagi dana pendidikan ketiga anak saya. Karena, saya yakin dan paham sekali, sepuluh tahun dari tahun 2013 tersebut, di mana anak saya mulai akan menapaki gerbang kuliah. 

Jika dia mau melanjutkan pendidikannya ke jenjang tersebut. Jika pun tidak, tetap saja saya harus menyiapkan dana. Mungkin, anak-anak mau membuka usaha, mencoba berbisnis, dan lain-lain. Apapun pilihan mereka, saya berjanji akan terus mendukungnya. Biaya yang diperlukan untuk pendidikan tentu akan berbeda dari jumlah yang dikeluarkan pada tahun tersebut. 

Mengapa biaya kuliah mahal?

Jika kita bandingkan dengan kondisi sepuluh tahun yang lalu. Sebenarnya, biaya untuk kuliah itu tetap saja. 

Jika pada tahun 2000, saat saya kuliah biaya kuliah berkisar antara Rp 600.000 - Rp 700.000 untuk satu semester. Pada tahun 2022 biaya tersebut meningkat menjadi antara Rp 5 juta - Rp 7 juta. 

Menurut saya, masih wajar mengingat harga emas pada tahun 2000, berada di kisaran harga Rp 71. 875 per gram. Sedangkan harga emas pada tahun 2022 sekitar Rp 871.000. Jadi, bukan menjadi semakin mahal. Tapi, memang karena nilai uangnya saja yang menurun.

ilustrasi investasi |Pexels.com/Anna Nekrashevich
ilustrasi investasi |Pexels.com/Anna Nekrashevich

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya, pertama inflasi yakni kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Sudah menjadi rahasia umum, jika setiap tahun kita akan mengalami inflasi. 

Tentu saja dengan prosentase yang berbeda-beda setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya permintaan akan sebuah produk barang atau jasa, jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, naiknya biaya untuk memproduksi sebuah barang, hingga pengaruh dari luar negeri. 

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 1, 68 persen. Jumlah ini merupakan tingkat inflasi paling kecil jika dibandingkan dengan inflasi pada sepuluh tahun sebelumnya yang mencapai angka 8, 38 persen pada tahun 2013. 

Dengan adanya inflasi yang seperti itu, mau tidak mau akan berdampak pada terpuruknya kondisi perekonomian masyarakat, karena harga barang dan jasa menjadi tidak terjangkau. 

Selain itu, nilai mata uang pun akan semakin menurun. Akibatnya, para pemilik tabungan akan menarik uangnya dari bank. Dengan demikian, biaya pendidikan pun dalam hal ini kuliah akan menjadi semakin mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat. 

Kedua, seperti hukum ekonomi bahwa tingginya permintaan akan menyebabkan naiknya harga sebuah produk barang atau jasa. 

Begitu pun dengan pendidikan. Semakin tinggi minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sebuah perguruan tinggi tertentu, yang dianggap masyarakat baik dan berkualitas. 

Maka, sekolah itu akan menjadi rebutan, sehingga menjadikan biaya untuk masuk ke sekolah tersebut mahal dan hanya terjangkau oleh orang-orang yang memiliki banyak uang saja. 

Ketiga, adanya perubahan pada status pendidikan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa pemerintah telah mengeluarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang badan hukum pendidikan. Dalam aturan tersebut, perguruan tinggi saat ini berstatus sebagai Badan Hukum Milik Negara. 

Oleh karena itu, tanggung jawab pengelolaan pendidikan berpindah dari pemerintah ke pemilik badan hukum tersebut, dalam hal ini perguruan tinggi. Hal inilah, salah satu yang menjadi penyebab biaya kuliah di perguruan tinggi favorit semakin mahal dan tidak terjangkau.

Ilmu Investasi ala Pak Husin

Ketika kita memutuskan untuk investasi, tentu saja harus direncanakan dari awal. Tidak bisa kita berinvestasi saat ini, dan berencana akan dicairkan tahun depan. 

Investasi pada umumnya akan memberikan imbal hasil yang menguntungkan, saat dilakukan dalam jangka panjang. Umpama antara 2-3 tahun, 5-10 tahun, dan sebagainya.

Oleh karena itu, bagi Anda pasangan muda yang baru memiliki satu atau dua anak yang masih balita. Perlu kiranya untuk segera berpikir tentang investasi. 

Bagaimana cara kita sebagai orang tua mempersiapkan dana yang cukup untuk membiayai pendidikan anak beberapa tahun yang akan datang. Agar saat biaya kuliah mahal pun, kita masih bisa menyekolahkan anak kita di tempat yang mereka inginkan. 

Saya sering mendengar cerita tentang bagaimana orang tua pontang-panting mencari uang ke sana ke mari untuk biaya kuliah anak tercintanya. Bahkan, dengan meminjam kepada sanak saudara, tetangga, dan handai taulan. Banyak pula orang tua yang terjerat rentenir, pinjaman online, dan lain-lain. Hal itu, disebabkan oleh kurangnya persiapan dan perencanaan matang terkait dana pendidikan. 

Belajar dari Bapak Husin sebagai penjual seblak dorong yang saya ceritakan di atas. Beliau sebagai pedagang dengan keuntungan yang tidak seberapa. Namun, dengan perencanaan yang tepat dalam hal keuangan, dan kesadaran penuh akan tanggung jawab sebagai orang tua. 

Ternyata, beliau berhasil mengantarkan ketiga anaknya untuk mencapai pendidikan tinggi yang mereka inginkan.

Anak pertama beliau kuliah di fakultas keguruan, sekarang sudah berumah tangga dan berhasil meraih impiannya sebagai guru. 

Anak kedua, menjadi tentara sekarang berdomisili di Aceh. 

Anak ketiga, berbisnis mengikuti jejak bapaknya, berjualan seblak. Namun, tidak lagi didorong menggunakan gerobak seperti bapaknya. 

Ada petuah tentang investasi yang ditularkan Pak Husin kepada saya. Hal itu sudah saya praktekan dari tahun 2013 hingga sekarang. Alhamdulillah, sesuai dengan kata pepatah, bahwa bila sebuah ilmu itu diamalkan. Maka, akan menjadi sebuah ilmu yang bermanfaat, berkah, dan berguna bagi kita.

Sebagai pedagang seblak yang memiliki penghasilan tidak tentu setiap harinya. Pak Husin harus pandai-pandai mengelola uang yang dihasilkan dari penjualan tersebut. 

Setiap hari Pak Husin menyisihkan Rp 20.000 dari keuntungannya untuk investasi. Masing-masing sebesar lima ribu rupiah dia alokasikan untuk investasi-investasi di bawah ini.

Investasi pada emas

Hasil dari mengumpulkan uang tersebut setiap hari Rp 5.000. Maka, dalam setahun akan terkumpul sejumlah Rp 1.800.000. dalam jangka waktu setahun. 

Maka, setiap tahun Pak Husin akan investasikan uang tersebut untuk membeli emas perhiasan atau logam mulia. Namun, Pak Husin lebih memilih investasi emas perhiasan. Karena, beliau ingin berinvestasi sekalian mendandani istrinya. Agar emas tersebut bernilai ganda, sebagai tabungan dan perhiasan. 

Saya pun mengikuti petuah tersebut, setiap satu tahun sekali saya usahakan agar dapat membeli emas. Karena, saya terkendala dalam mengumpulkan uang, alias suka kepakai. Maka, saya memanfaatkan program cicil emas yang dikeluarkan oleh pegadaian dan beberapa bank tertentu. 

Pada langkah pertama, saya akan diminta untuk mengisi biodata dan beberapa akad persetujuan. Selanjutnya membayar sejumlah uang sebagai uang asuransi, cicilan pertama, dan lain-lain. 

Saat itu, kalau tidak salah hampir Rp 2 juta. Setelah itu, setiap bulan saya mencicil emas sejumlah Rp 500.000 dengan sistem autodebet, dipotong langsung dari rekening. Mudah dan praktis, kan?

Beli ternak domba atau sapi

Dengan uang berjumlah Rp 1.800.000, Pak Husin juga berinvestasi dengan cara membeli seekor anak domba betina di kampung halamannya di Garut. Dia berikan anak domba tersebut untuk dipelihara oleh kerabat atau tetangganya yang ahli dalam mengurus ternak. 

Pembagian keuntungan dengan sistem paro atau andum anak/andum bati. Yakni, saat domba kita beranak satu, maka pemilik kebagian setengah, dan pemelihara juga mendapat jatah setengah dari anak domba tersebut, begitu pun kalau anak domba tersebut dua. 

Coba saja Anda hitung, jika dalam waktu satu tahun ternak kita beranak dua. Maka, dalam jangka waktu sepuluh tahun akan jadi berapa domba yang kita miliki. Apalagi, jika setiap tahun kita konsisten dan rutin membeli satu anak domba dan dipelihara oleh orang yang berbeda. 

Banyak keuntungan yang akan kita peroleh, saat berinvestasi dalam bidang ternak domba atau sapi. Selain, dapat dijual dan menghasilkan uang dalam bentuk tunai. 

Kita pun akan dapat mengumpulkan pupuk yang berasal dari kotoran ternak tersebut. Selain itu, pada saat hari raya kurban tidak perlu pusing-pusing menyediakan uang untuk membeli hewan kurban. Kita tinggal mengambil saja kambing atau domba jantan yang sudah cukup umur dari peternak. 

Investasi pada tanah

Untuk membeli tanah, mungkin tidak akan dapat kita lakukan dalam jangka waktu yang singkat. Kita harus mengumpulkan uang terlebih dahulu, agar dapat membeli tanah sesuai yang kita rencanakan. Dari sejumlah Rp 1.800.000 yang terkumpul setiap tahunnya. 

Pak Husin menggunakan uang tersebut untuk diputar lagi sebagai modal jualan seblaknya. 

Untuk investasi tanah, beliau mengumpulkan semua uang tabungan yang didapat dari investasi emas dan ternak yang ia kumpulkan selama ini. 

Menurut Pak Husin, bila kita berinvestasi dengan membeli tanah, tidak akan merugi. Karena, harga tanah setiap tahunnya cenderung naik. Berbeda dengan harga kendaraan dan barang elektronik.

Investasi di Reksa Dana

Untuk investasi reksa dana saya baru mengetahuinya akhir-akhir ini. Tentu saja, bukan dari Pak Husin. 

Saya mengetahui investasi ini dari Youtube. Saya baru tahu ternyata, bila kita berinvestasi dalam reksa dana secara tepat. Maka, imbal hasil yang akan kita dapat bisa lebih besar dari pada saat kita menyimpan uang dalam tabungan biasa. 

Belum banyak yang dapat saya ceritakan di sini. Karena, jujur saja saya baru mulai berinvestasi dalam bidang ini. 

Mungkin, lain kali saat investasi saya sudah berhasil. Insyaalloh saya akan berbagi cerita. 

Berinvestasi bukan maksud untuk mengumpul-ngumpul harta, bermegah-megah, dan berperilaku hedonisme. 

Investasi semata-mata dengan tujuan agar tidak merepotkan orang lain ketika  membutuhkan uang untuk biaya pendidikan anak kita. Investasi sebagai bukti ketulusan dan tanggung jawab kita sebagai orang tua dalam mempersiapkan pendidikan anak.

#Biaya Kuliah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun