Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa komposisi sampah rumah tangga berupa sisa makanan 28,3 % masih menduduki peringkat pertama.Â
Sampah plastik di urutan kedua 15,73 %. Sampah yang berasal dari kayu/ranting berada di urutan ketiga 12,75 %. Kardus dan kertas/karton berada di urutan keempat 12,36 %.Â
Nah, sampah yang berasal dari sisa belanja online adalah sampah plastik dan kardus atau kertas/karton. Bila dijumlahkan persentasenya, maka akan melebihi persentase sampah rumah tangga berupa sisa makanan yaitu 28,9 %. Jadi, dapat dikatakan bahwa sampah sisa belanja online lebih banyak dari pada sampah sisa makanan.
Sadar lingkungan
Menurut KBBI, sadar lingkungan adalah sikap dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih, sehat, dan asri. Hal ini, patut dimulai dari individu-individu sebagai pelaku belanja online, contohnya saya.Â
Alhamdulillah selama ini jika belanja online, kardus dan bubble wrap bekas pembungkusnya tidak seluruhnya saya buang ke tempat sampah. Tapi, ya itu tadi disimpan untuk mainan anak, terapi stres, dan prakarya.Â
Ya, menurut hemat saya perilaku menyimpan kantong plastik bekas, kardus, kertas, karton, bubble wrap itu tidak termasuk kategori hoarding disorder, ya.Â
Karena, kebiasaan ini dilakukan hanya sekedar menghemat, memanfaatkan, dan sayang saja. Bukan, karena kecemasan atau depresi.Â
Jika, kantong plastiknya kotor, sudah rombeng, dan tidak layak disimpan. Maka, dengan senang hati, saya pun akan segera membuangnya ke tempat sampah.
Bahkan, menurut saya kebiasaan menyimpan barang-barang bekas ini merupakan kategori sadar lingkungan dan sesuai dengan slogan daur ulang sampah.Â
Anda juga pasti tahu, kan 3R yaitu reuse, reduce, dan recycle. Nah, kebiasaan saya menyimpan barang -barang bekas sudah termasuk ke dalam 3 kategori tersebut ya.Â
Jadi, untuk menjawab pertanyaan dari judul di atas, bahwa adakah hubungan antara hoarding disorder dengan sadar lingkungan?Â