Konon, katanya meremas-remas bubble wrap termasuk terapi stres juga, lho. Coba saja, ya kalau tidak percaya. Contoh kedua, bila Anda suka menyimpan kardus bekas mie, susu, dan es krim.Â
Benda-benda tersebut, sangat besar jasanya, lho. Saat buah hati ada tugas prakarya dari sekolah, umpama membuat kotak tisu dari kardus, atau menghias tempat pensil dari kotak pasta gigi.Â
Bayangkan, jika harus beli pasta gigi, namun yang dibutuhkan kotaknya saja. Kan ribet, ya! minta pada tetangga malu-maluin.Â
Nah, itulah beberapa alasan mengapa saya suka menyimpan-nyimpan barang bekas di rumah. Saya yakin, semua ibu-ibu di Indonesia memiliki kebiasaan ini. Minimal menyimpan satu item barang bekas, ya.
Namun, siapa nyana ibu-ibu milenial, ternyata punya kebiasaan menyimpan benda yang dianggap perlu untuk digunakan lagi di suatu saat dibutuhkan.Â
Walau memang tanpa disadari, sering kali timbunan barang-barang bekas tersebut, malah tidak terpakai sama sekali, ya. Itu adalah termasuk gangguan kejiwaan. Oh, My Good!
Hoarding Disorder
Dilansir dari hellosehat.com bahwa hoarding disorder adalah sebuah gangguan kejiwaan atau masalah psikologis, bahkan termasuk kepada gangguan Obsessive Compulsive Disorder (OCD).Â
Seseorang dikatakan mengalami gejala hoarding disorder jika merasakan kecemasan atau mengalami stres berlebih karena keinginan untuk menyimpan benda-benda yang sebenarnya sama sekali tidak ia butuhkan.Â
Pengidap hoarding biasanya akan mengalami kesulitan, jika diminta membuang barang tidak terpakai yang ada di rumahnya. Karena selalu beranggapan bahwa dia akan membutuhkan barang tersebut suatu saat nanti. Duh, jadi parno, ya. Kalau begitu, mungkin saya juga mengidap gangguan kejiwaan ini, ya.Â
Hoarding disorder tidak terjadi begitu saja, ya. Ada faktor penyebab mengapa seseorang mengidap gangguan kejiwaan ini. Berikut beberapa penyebabnya:
Lingkungan keluarga yang kurang harmonis.