Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Hoarding Disorder dan Sadar Lingkungan, Apakah Ada Hubungannya?

19 Februari 2022   14:37 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:12 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi hoarding disorder | pexels.com/SHVETS Production

Kedua, kebiasaan menimbun banyak barang tidak berguna di rumah, akan menyebabkan pasangan dan anggota penghuni rumah merasa tidak nyaman. Lalu, menegur pelaku hoarding, agar memilah dan membuang sebagian barang tidak berguna tersebut. 

Di sini, konflik akan terjadi antar keluarga. Dimulai dari hubungan yang kurang harmonis, perkembangan anak terganggu, dan bila tidak cepat ditangani akan menyebabkan kehancuran rumah tangga.

Ketiga, pelaku hoarding disorder akan mengalami gangguan psikologi yang lebih serius seperti, risiko gangguan makan, pola makan abnormal, dementia, dan kehilangan konsep lingkungan eksternal (psikosis). 

Kabar baiknya, perilaku hoarding disorder dapat disembuhkan, ya. Tentu saja, dengan terapi perilaku kognitif dan terapi obat anti depresan.

Jika gangguan kejiwaannya sudah mengarah ke depresi. Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan agar pelaku hoarding mengubah konsep akan diri dan lingkungan sekitarnya. Sehingga, ia dapat belajar mengambil keputusan tentang apa yang ia butuh dan tidak butuh.

Belanja Online

Diakui atau tidak, pada saat pandemi, belanja dengan cara online meningkat. Hal ini diakibatkan oleh beberapa alasan. 

Pertama, kebijakan dan aturan pemerintah yang menghimbau agar masyarakat "Di Rumah Saja". 

Kedua, promo diskon dan gratis ongkir yang ditawarkan market place, mereka seakan berlomba-lomba memberikan harga yang murah, fasilitas, dan keuntungan berbelanja kepada para konsumen. 

Ketiga, kurangnya kegiatan produktif di rumah, selain scroll medsos, dan membuka aplikasi-aplikasi belanja online. Sehingga tanpa disadari, tangan klik keranjang dan melakukan pemesanan.

Ternyata, belanja online, tidak berakhir hingga barang sampai di rumah pelanggan saja, ya. Ada masalah yang serius yang harus menjadi perhatian bersama. Dari mulai para pemilik market place, pelaku UMKM, hingga para konsumen. Karena, ternyata sampah yang dihasilkan dari bekas pembungkus belanja online menjadi penyumbang sampah terbesar kedua di masa pandemi.


Komposisi sampah (Sumber dari katadata)
Komposisi sampah (Sumber dari katadata)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun