Pertama, Cerdas teknologi dan dapat memanfaatkannya dengan benar. Tidak diragukan lagi jika generasi z adalah anak-anak teknologi.Â
Tidak harus dipertanyakan lagi bagaimana kemampuan mereka dalam bidang yang satu ini. Karena, dari mulai lahir mereka sudah akrab dengan gawai dan internet.Â
Bagaimana anak-anak belia menonton cocomelon, scroll tiktok, dan mencari film kartun kesukaannya di youtube. Itu sudah dapat mereka lakukan, bahkan di saat usia belum dua tahun.Â
Yang ingin saya garis bawahi adalah bahwa Ghozali mampu membawa dan mengarahkan kecerdasan teknologi yang dimilikinya ke arah yang benar dan bermanfaat. Hal ini yang patut kita acungkan dua jempol.
Padahal, di jaman era keterbukaan seperti saat ini. Toh, bisa saja dia membimbing kecerdasan teknologinya itu ke arah negatif.Â
Umpama menciptakan virus yang merusak  telepon seluler dan laptop, menjadi hacker, dan produksi konten negatif.Â
Hal menuju ke arah sana amat terbuka lebar peluang dan kesempatannya. Mengingat saat ini, dari hal negatif pun popularitas dan viral akan mudah didapatkan dan akan banyak konsumennya.Â
Namun, Ghozali mampu membimbing dirinya ke arah positif dan berguna. Ini membuktikan bahwa dia tidak hanya cerdas secara intelligence quotients (IQ) tapi juga cerdas secara spiritual atau spiritual quotients (EQ). Ghozali memiliki dasar agama dan moralitas yang kuat.
Kedua, Visioner dan tidak mudah bosan. Ghozali tahu bahwa suatu saat NFT akan trend dan dihargai tinggi.
Oleh karena itu, dia terus dan terus menghasilkan karya dengan memfoto wajahnya dengan latar berbagai background. Itu ia lakukan setiap hari selama 5 tahun. Di usianya yang baru menginjak 22 tahun, Ghozali memiliki pandangan atau wawasan ke masa depan.
 Dia dapat melihat sebuah potensi yang dimiliki oleh suatu hal. Dalam hal ini non-fungible token (NFT) bagaimana ia dapat memprediksi sesuatu akan populer dan bernilai, padahal saat kemunculannya pada tahun 2014 banyak orang tidak tertarik dengan NFT.