Tapi setahun yang lalu, tepat di hari Ibu, ibu justru sedang terbaring koma. Baru saja melakukan cuci darah yang menguras emosi.Â
Cuci darah yang membuat was-was. Karena alarm mesin sering berbunyi, sementara tekanan darah ibu sempat mencapai 280 mmhg.Â
Saat waktu cuci darah berlalu, sungguh kelegaan luar biasa bagiku, kakak dan kakak iparku. Sedikit reda ketegangan yang meliputi.
 Ibu kembali dibawa ke ruang HCU dan kami kembali ke ruang tunggu pasien yang letaknya bersebelahan.
Bahkan tepat di hari ibu setahun yang lalu, aku masih sempat menulis artikel untuk ibu saat menunggui ibu.
Tapi malamnya, aku ingat betul. Kakakku pamit pulang, karena rumah kosong dan ada yang harus dikerjakan.
Sementara kakak ipar juga pamit, karena harus menyelesaikan tugas memeriksa pekerjaan rumah murid-muridnya. Aku sendiri.
Tiba-tiba ada perawat yang memanggil keluarga pasien atas nama ibu. Aku segera berlari gugup.
Saat itu ibu terbaring lemah dengan selang oksigen dan alat pemacu detak jantung.
Sementara di monitor detak jantung ibu sudah berupa garis lurus.
Dokter dan paramedis berusaha menyelamatkan ibu, sementara aku diajak membantu berdoa, membisikkan kalimat tauhid dan toyibah di telinga ibu.