Padahal para siswa yang diajar saat ini adalah gen Z, bahkan bisa jadi generasi alpha juga yang sangat akrab dengan gadget dan dunia digital.Â
2. Meningkatkan kompetensi
Meningkatkan kompetensi guru, seharusnya juga meningkatkan mutu pendidikan.Â
Jika yang muda lebih berkompetensi, guru pada generasi di atasnya yang sudah kaya pengalaman akan merasa tersisih dan kalah jika tidak bijak dalam menyikapi perkembangan jaman dan dunia digital. Apalagi jika tidak mau belajar.Â
Begitu juga jika guru penggerak yang masih muda menerapkan ilmu yang didapat sebagai Guru Penggerak, dengan mengintimidasi dan memaksa guru-guru senior untuk mengikuti langkah-langkahnya. Meski teorinya diarahkan seperti semboyan Ki Hajar Dewantoro, tapi kepemimpinan itu antara guru dan murid, bukan antara sejawat junior pada senior yang justru bisa menjadi hal tak sopan jika diterapkan.Â
3. . Mendapatkan pemahaman baru seputar pendidikan.Â
Pemahaman baru ini, jika hanya dipahami oleh guru penggerak, sedang guru yang lain tidak mendapatkan pemahaman yang sama, maka akan terjadi kesenjangan dalam pembelajaran.Â
Pendidikan guru penggerak yang mengedepankan pembelajaran yang berpihak para murid, jika diterapkan secara salah, akan menimbulkan kegaduhan.Â
Ketika murid masih asyik bermain, atau mengobrol sendiri saat diajar, guru penggerak mungkin bisa memahaminya.
 Tapi guru lain yang sudah biasa mengajar dengan dipatuhi muridnya, pasti akan kaget ketika para siswa belajar santai dan cenderung mengabaikan kehadiran guru seperti saat diajar guru penggerak yang mengedepankan kepentingan murid.Â
Saat itulah mungkin yang bukan guru penggerak akan merasa jengkel dan menganggap guru penggerak justru tidak mengajarkan pelajar (bermoral) Pancasila, dan tidak menghormati guru dan orang yang lebih tua.Â