Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ada Apa di Balik Pembubaran Guru Penggerak?

16 Januari 2023   08:32 Diperbarui: 16 Januari 2023   17:33 1848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sekolahpenggerak. kemendikbud.go.id

Ada 2  artikel yang judulnya cukup provokatif, yaitu artikel yang berjudul, "Bubarkan saja Program Guru Penggerak" dari Pak Jay dan satunya artikel Pak Sudomo yang berjudul, "Jangan Ikut Program Guru Penggerak." 

Keduanya membuat saya bertanya-tanya, ada apa dengan Guru penggerak? Apakah seburuk itu sehingga banyak yang berekspresi negatif? 

Ataukah isu program guru penggerak dihentikan sementara karena dana belum turun? 

Tapi setelah saya baca, ternyata isi artikel justru sebaliknya. 

Baca juga: Rahasia di Balik PR

Pak Jay justru telah mendaftar sebagai calon Guru Penggerak, dan lolos seleksi. Selanjutnya malah Pak Jay bercerita tentang banyaknya manfaat menjadi guru penggerak, dan merekomendasikan untuk jangan dibubarkan. 

Begitu juga Pak Sudomo, beliau justru telah menjadi guru penggerak  angkatan 5.

Kenapa Pak Sudomo membuat judul itu? 

Ternyata pernyataan itu dilontarkan orang lain yang tidak suka pada program Guru penggerak. 

Mungkin bisa menjadi catatan tambahan bagaimana respon non guru penggerak dalam menanggapi program guru penggerak. 

Tentunya akan lebih bagus jika yang merasakan manfaat guru penggerak adalah semua murid dan guru. Tidak hanya guru penggerak yang mendapat berlimpah manfaat, sedang yang lain justru dirugikan dan merasa tak nyaman. 

Untuk menjadi seorang Guru penggerak, harus mendaftar secara online sebagai Calon Guru Penggerak. 

Tahapan seleksi dimulai dengan mengirimkan berkas data pribadi, seleksi tertulis dengan membuat essai dilanjutkan dengan tes praktek mengajar kemudian tes terakhir mengikuti sesi wawancara. Semua dilakukan secara daring. 

Setelah dinyatakan lolos, barulah seorang CGP akan melaksanakan pendidikan Guru penggerak selama 6 bulan dan dilakukan  melalui  LMS, Learning Management System secara daring. Karena itu seorang CGP harus menguasai alat elektronik yang berhubungan dengan kegiatan daring. 

Saat dinyatakan sebagai guru penggerak, maka akan mendapatkan :

1. Sertifikat guru penggerak yang harus dipunyai untuk berkesempatan menjadi kepala sekolah. 

Seorang guru penggerak akan menjadi pemimpin pembelajaran, sekalipun masih muda jika dipersyaratkan CGP minimal sudah mengajar selama 5 tahun. 

Paling tidak, di umur 30-an, seorang guru sudah bisa mendaftar dan menjadi CGP. 

Sedangkan syarat maksimal waktu pensiun masih di atas 10 tahun, menunjukkan bahwa umur maksimal yang bisa mendaftar adalah 50 tahun. Kl yang mendekati 50 tahun, mungkin sebentar lagi sudah kadaluwarsa. 

Dengan begitu, Program guru penggerak menimbulkan rasa iri dan tak nyaman pada guru lain yang sudah berusia lebih dari 50 tahun, sehingga tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi guru penggerak. Atau rekan sejawat lain yang tidak lolos seleksi. 

Apalagi Pendidikan CGP dilaksanakan dengan sistem daring, tentunya memberatkan guru lain yang sudah berusia di atas 50 tahun dan merupakan generasi X. Sedang guru penggerak paling tidak adalah gen Y yang masih bisa mengejar ketertinggalan dalam dunia digital. 

Saat para guru generasi Y mengambil alih kepemimpinan dalam pembelajaran inilah yang membuat gen X merasa tidak nyaman, sehingga tercetus kata untuk "Tak usah ikut program guru penggerak".

Padahal para siswa yang diajar saat ini adalah gen Z, bahkan bisa jadi generasi alpha juga yang sangat akrab dengan gadget dan dunia digital. 

2. Meningkatkan kompetensi

Meningkatkan kompetensi guru, seharusnya juga meningkatkan mutu pendidikan. 

Jika yang muda lebih berkompetensi, guru pada generasi di atasnya yang sudah kaya pengalaman akan merasa tersisih dan kalah jika tidak bijak dalam menyikapi perkembangan jaman dan dunia digital. Apalagi jika tidak mau belajar. 

Begitu juga jika guru penggerak yang masih muda menerapkan ilmu yang didapat sebagai Guru Penggerak, dengan mengintimidasi dan memaksa guru-guru senior untuk mengikuti langkah-langkahnya. Meski teorinya diarahkan seperti semboyan Ki Hajar Dewantoro, tapi kepemimpinan itu antara guru dan murid, bukan antara sejawat junior pada senior yang justru bisa menjadi hal tak sopan jika diterapkan. 

3. . Mendapatkan pemahaman baru seputar pendidikan. 

Pemahaman baru ini, jika hanya dipahami oleh guru penggerak, sedang guru yang lain tidak mendapatkan pemahaman yang sama, maka akan terjadi kesenjangan dalam pembelajaran. 

Pendidikan guru penggerak yang mengedepankan pembelajaran yang berpihak para murid, jika diterapkan secara salah, akan menimbulkan kegaduhan. 

Ketika murid masih asyik bermain, atau mengobrol sendiri saat diajar, guru penggerak mungkin bisa memahaminya.

 Tapi guru lain yang sudah biasa mengajar dengan dipatuhi muridnya, pasti akan kaget ketika para siswa belajar santai dan cenderung mengabaikan kehadiran guru seperti saat diajar guru penggerak yang mengedepankan kepentingan murid. 

Saat itulah mungkin yang bukan guru penggerak akan merasa jengkel dan menganggap guru penggerak justru tidak mengajarkan pelajar (bermoral) Pancasila, dan tidak menghormati guru dan orang yang lebih tua. 

Seyogyanya keberpihakan pada murid tetap menghargai keberadaan guru non penggerak yang biasa dihargai dan dihormati murid-muridnya. 

Tentunya akan terjadi benturan jika murid/siswa diajar dalam 2 kondisi yang bertentangan antara guru penggerak dan non penggerak. 

Bisa jadi akan menimbulkan ketidak sepahaman ketika murid dibebaskan dan merasa sama dengan gurunya. 

Sebab Guru senior pasti tetap berharap murid memegang etika sopan santun dan menghargai guru meski bebas memilih. Apalagi sistem pembelajaran dengan rombongan belajar, bukan individu dengan 1 murid, 1 guru. 

Mungkin itu yang membuat kondisi tercetusnya  bubarkan saja program Guru penggerak, dan tidak usah ikut program Guru penggerak. 

4.  Menurut Pak Budi Idris dalam artikelnya di Kompasiana yang berjudul "Seberapa pentingkah Guru penggerak", menuliskan bahwa Guru penggerak akan disenangi murid karena tidak ada guru penggerak yang marah-marah dan menyusahkan murid, sehingga akan menimbulkan simpati dan rasa suka murid kepada guru. 

Tapi bagaimana dengan murid yang tidak mau mematuhi program gurunya? Apakah guru penggerak akan tetap membela murid dan membebaskan sesuai keinginannya?

Atau yakin bisa mengatasi? Bagaimana jika guru justru diremehkan dan dilecehkan saat mengajar karena dianggap mudah "diatasi " oleh muridnya? 

Saya tentu saja tidak memprovokasi, tapi patut diingat, bahwa pembelajaran di lapangan tidak ideal seperti teori. 

Begitu juga dengan dicintai sejawat karena karena mentransformasi ilmu yang didapat sehingga terjadi pemerataan kualitas pendidikan. 

Bagaimana dengan sejawat yang tidak sepaham dan tidak sependapat dengan ilmu yang ditransfer oleh guru penggerak saat kenyataan di lapangan justru menimbulkan kegaduhan? 

Maka tak heran jika ada bahkan banyak guru non penggerak yang mengatakan "Bubarkan saja guru penggerak! ", atau Tidak Usah mengikuti program guru penggerak! Karena tidak bisa melihat manfaat dan kebaikan yang didapat. 

Bisa jadi hal seperti itu dianggap toksik, tapi bisa juga menjadi bahan perenungan dan membuat guru penggerak bertambah bijak. 

Pada kenyataannya Program Guru penggerak terus berjalan. Semoga tujuan yang ingin dicapai dengan program guru penggerak bisa dilaksanakan, tidak layu sebelum berkembang karena regulasi yang berubah-ubah. 


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun