Sate Mbah Narto ini, seperti sate ponorogo lainnya, rasa manisnya dominan. Daging ayam biasanya dipotong tipis melebar. Sate Mbah Narto ini, sebelum dibakar sudah matang, karena diungkep sebentar bersama bumbu, kemudian ditusuk.Â
Sebelum dibakar, dicelup dalam larutan gula merah, madu, minyak zaitu dan bawang merah, kemudian baru dibakar.Â
Sate Mbah Narto ini manisnya tidak semanis sate ponorogo yang lain, dan rasa asinnya pas untuk aku yang mempunyai kecenderungan hipertensi. Tapi buat suamiku yang suka asin, mungkin ini rasanya sedikit kurang asin.Â
Bumbu kacangnya juga enak. Ditambah kecap yang enak, pastilah rasanya jadi pas banget.Â
"Mbah, nama aslinya siapa sih Mbah, kok ada nama Kithit nya, " Tanyaku iseng.Â
"Nama asli saya Sunarto, tapi waktu masih muda dipanggil Narto Kithit, ...soalnya pacar saya namanya Titik, nah anak-anak dulu suka membalik nama, Titik jadi Kithit, " Hahaha... Mbah Narto tertawa.
Â
"Owh.. Hahaha, " Aku ikut tertawa.Â
"Tapi apa Bu Narto mboten cemburu Mbah, masak nama pacarnya masih dipakai sampai sekarang, " Tanyaku kepo.Â
"Tidaklah, wong sudah sama-sama menikah, hehehe..." Jawab Mbah Narto mantap.Â