Mohon tunggu...
Kelana Swandani
Kelana Swandani Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutukan Semar

17 Maret 2022   10:50 Diperbarui: 18 Maret 2022   13:59 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semar Mbabar Jati diri

"Pib...! "

Salah satu bestie ku mengirim pesan WA. Nama itu kugunakan di dunia maya. Tapi hanya teman-teman terbaikku yang memanggilku begitu. 

Atau sebaliknya, justru orang-orang  yang hanya mengenalku di dunia maya yang menyebutku begitu karena tak tahu nama asliku.

Unik memang, memanggil dengan nama yang sama, tapi yang satu sisi sangat mengenalku dan paham betul asal nama itu. Sedang di sisi lain, yang menyebutku ku begitu, karena tak kenal dan tak tahu nama asliku. Biasanya yang tidak mengenalku, sering menganggapku laki-laki, sehingga memanggilku Pak, Mas, Om, Pakdhe. What ever lah. Apalagi terkadang jiwa dan tulisanku begitu gentle dan maskulin. Hahaha... Bebek silem. 

"Degggh..! " Jantungku terasa ditampar. Aku mundur beberapa langkah, dan terbelalak. Maju lagi, mundur lagi. Maju mundur cantik... Cantik.. Cantik... Upss! Ngawur. Bukan itu maksudnya!. 

Cermin yang kulewati bukan merekam bayangku, tapi memantulkan sosok lucu yang sangat kukenal. Bapaknya para Punakawan yang mengasuh Pandawa dalam cerita wayang. 

Aku mengucek-ngucek mata tak percaya, dan meringis. Pantulan di cermin itu ikut meringis. 

"Auwww...! " Aku berteriak keras. Bayangan itu juga menyuarakan teriakan, tapi terasa halus seperti meredam teriakanku, sehingga aku sendiri yang bisa mendengar teriakanku. 

"Astaghfirullah...! " Aku beristighfar. Tapi tangan kaki dan tubuhku terasa kaku tak bisa digerakkan. Aku komat kamit membaca Ayat kursi, alfatihah, dan surat apa saja yang kuingat. Membuat jiwaku tenang, dan ketakutanku memudar. Menyadarkanku ada zat yang maha segalanya, untuk apa aku takut pada fenomena yang tak kan luput dari ijinNya? 

"Doa pengusir setan yang kamu ucapkan tak mempan, karena aku bukan jin jahat, "

Pantulan di cermin itu menyeringai. 

Aku tersenyum. Bayangan itu tersenyum. Pelan-pelan wajahnya menyerupaiku. Tapi kenapa masih berwujud semar? 

Semar in action
Semar in action

"Is... " Terdengar suara seperti suaraku. Tapi bukan suaraku, karena memanggil namaku. Kutenangkan hati dan pikiranku, berusaha masuk dalam permainan ini agar logika dan kewarasanku tak hilang. Aku harus tetap sadar. 

"Dalem, Mbah...! " Kuikuti kegilaan ini. Kubayangkan wajah semar yang tua dan bijaksana. Jadi kupanggil Mbah. 

" Kamu harus dihukum karena sembrono dan tidak tahu adab, "

"Kenapa Mbah? " Tanyaku heran. 

"Kamu telah melanggar pantangan, jadi harus mempertanggungjawabkan akibatnya. Karena kamu selalu mencolek dan menjawil eksistensiku, "

"Maksudnya apa Mbah? " Aku semakin tak mengerti. 

"Pertama, kamu telah mempergunakan namaku tanpa ijin. Siapa namamu di dunia maya? "

"Pib, Mbah."

"Apa artinya? "

"Is, mbah! "

Nah, itu.... Is di dunia maya. Ismaya. Itu namaku. Enak saja kamu memanfaatkanku. 

"Ampun mbah, saya nggak sengaja. Nanti saya ganti nama. 

" Bukan itu saja. Kamu masih menggangguku dan membuntutiku. Kamu kuliah di mana? "

"Universitas Semar, mbah. Sebelas Maret"

"Nah, itu kelancanganmu  yang lain. Kampus itu diperuntukkan buat orang yang berdedikasi tinggi dan profesional. Tidak suka Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Buat orang-orang hebat yang merdeka Tapi suka bekerja keras, bukan orang yang pemalas dan seenaknya seperti kamu. "

"Ampun, Mbah. Kalau itu sudah terlanjur. Tapi saya akan berusaha menjaga kehormatan almamater, Mbah! "

Tapi ada satu hal lagi yang membuatmu tak bisa lepas dari kutukan semar. Membuatmu harus jadi penerus ku dan meneladani sikapku. Berapa tanggal lahirmu? "

"Semar, Mbah....! "

Tiba-tiba terasa tengkuk ku dipukul membuatku pusing terhuyung-huyung. 

Hoek.. Hoek.. Hoek... Aku mengalami muntah yang hebat. Dari mulutku keluar gendruwo, jin, kuntilanak, tuyul dan wewe gombel. 

"Mbah... Aku perempuan, kembalikan wujud asliku! "

Aku berteriak panik ketika bayangan itu hampir lenyap, sementara wujudku masih semar berwajah aku. 

"Wujudmu akan kembali kalau kamu sudah pandai memasak dan menjahit,"

 Mbah Semar terkekeh-kekeh, pelan-pelan suaranya menghilang. 

Bayangan di wajahku tetap menampilkan wajahku dengan wujud semar, tapi aku pede saja berselfi ria. 

Aku kembali muntah muntah tak karuan. Mual atas kenarsisanku sendiri. Hahaha... 

Cerpen ini  hasil dari imaginasi dan kehaluan semata, tidak perlu dibahas dan diperdebatkan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun