"Astaghfirullah...! " Aku beristighfar. Tapi tangan kaki dan tubuhku terasa kaku tak bisa digerakkan. Aku komat kamit membaca Ayat kursi, alfatihah, dan surat apa saja yang kuingat. Membuat jiwaku tenang, dan ketakutanku memudar. Menyadarkanku ada zat yang maha segalanya, untuk apa aku takut pada fenomena yang tak kan luput dari ijinNya?Â
"Doa pengusir setan yang kamu ucapkan tak mempan, karena aku bukan jin jahat, "
Pantulan di cermin itu menyeringai.Â
Aku tersenyum. Bayangan itu tersenyum. Pelan-pelan wajahnya menyerupaiku. Tapi kenapa masih berwujud semar?Â
"Is... " Terdengar suara seperti suaraku. Tapi bukan suaraku, karena memanggil namaku. Kutenangkan hati dan pikiranku, berusaha masuk dalam permainan ini agar logika dan kewarasanku tak hilang. Aku harus tetap sadar.Â
"Dalem, Mbah...! " Kuikuti kegilaan ini. Kubayangkan wajah semar yang tua dan bijaksana. Jadi kupanggil Mbah.Â
" Kamu harus dihukum karena sembrono dan tidak tahu adab, "
"Kenapa Mbah? " Tanyaku heran.Â
"Kamu telah melanggar pantangan, jadi harus mempertanggungjawabkan akibatnya. Karena kamu selalu mencolek dan menjawil eksistensiku, "
"Maksudnya apa Mbah? " Aku semakin tak mengerti.Â