Cuaca tidak terlalu cerah, tapi ikan-ikan nila yang bergerak lincah di hadapanku seolah tak peduli cuaca. Berlarian, saling menabrak dan berhamburan. Memberikan hiburan tersendiri bagiku yang asyik menebar pakan.Â
Memelihara ikan sebenarnya bukan hal asing bagiku. Sejak kecil aku sudah mengakrabinya, sebab dulu bapak mempunyai sekitar 4 atau 5 kolam ikan atau empang.Â
Kolam-kolam itu berupa kolam tanah liat tidak ditembok, tapi tetap kondusif untuk memelihara ikan. Sayangnya, bapak memelihara ikan hanya untuk hobi dan memenuhi kebutuhan sendiri, jadi tidak dikelola secara profesional, sambil jalan saja. Meski begitu, hasilnya sangat memuaskan.Â
Setiap panen, tetangga sekitar pasti kebagian, saudara-saudara, mbah, budhe, bahkan saudara jauh yang sudah paham dan tak pernah absen berkunjung saat sehari sebelum lebaran, pasti pulangnya akan membawa buah tangan gurami yang besar-besar dengan berat beberapa kilo.Â
Kolam-kolam itu dipanen, atau istilahnya ditawu setiap setahun sekali menjelang lebaran. Tak heran ikannya berukuran besar-besar.Â
Bahkan sebenarnya, Â dipanen setahun sekali untuk 1 kolam, otomatis secara keseluruhan, 1 kolam bisa dipanen sekitar 4 atau 5 tahun sekali.Â
Sebenarnya, bibit yang ditebar bapak hanya gurami, mujaer, dan tawes. Tapi ketika kolam dikuras, wow ikannyanya bermacam-macam.Â
Hal itu dikarenakan pengairannya diambil dari sungai kecil di samping kolam, sehingga banyak ikan-ikan yang tak sengaja ikut masuk bersama aliran air.Â
Biasanya saat panen, ikan luar yang paling dominan adalah ikan sepat. Ikan ini berbentuk gepeng mirip gurami, tapi berukuran relatif kecil. Sedang ikan sepat yang berukuran besar dan biasa dibudidayakan namanya sepat siam.Â
Di samping itu, ada juga lele, kutuk (ikan gabus), belut, sidat, lumbon, keong, udang sungai dan....ular!Â
Yang terakhir ini berbahaya, makanya biasanya bapak melarang aku dan saudara-saudaraku masuk kolam. Tapi dasar kami ndableg, cuek saja ikut memanen dan bermain lumpur.Â
Pengalaman masa kecilku ini ternyata bermanfaat saat kuliah. Ceritanya, aku kuliah di fakultas pertanian, tapi ada juga mata kuliah perikanan.Â
Nah, dosennya ini terkenal killer. Beliau itu benci banget kalau ada yang mengikuti mata kuliahnya tapi tidak masuk.Â
Nah, kebetulan saat itu aku ambil mata kuliah perikanan, tapi juga sedang menempuh KKN. Sebenarnya ada dispensasi, tapi beliau tidak mau tahu. Ketika selesai KKN, barulah kami kembali mengikuti perkuliahan di kampus.Â
Langsung saja beliau mengabsen dan menanyai siapa yang absennya bolong dan mengikuti KKN. Ternyata aku dan satu lagi temanku laki-laki.Â
Tiba-tiba beliau menanyai temanku yang absennya kosong karena KKN, "Kamu Mas, jelaskan bentuk sarang ikan sepat."
Temanku gelagapan, sebab belum pernah sekalipun mengikuti perkuliahan perikanan di semester ini. Mungkin juga tidak pernah membaca buku pegangan kuliah yang wajib kami miliki.Â
Sepertinya di bukunya juga tidak ada, sebab aku sudah membacanya meski tidak sambil intensif menghafalkan. Bapak dosen ini sepertinya sengaja mem-bully.Â
"Kamu Mbak, coba jelaskan!" Kata beliau dengan nada sedikit keras, mungkin marah atau jengkel, sambil menatapku sepele.Â
Mungkin beliau berpikir, yang laki-laki saja tidak tahu yang perempuan lebih lagi.Â
"Owh, anu Pak!"
Anu.. anu..anunya siapa?" Seloroh bapak itu disambut tawa riuh teman-temanku.Â
"Ikan sepat itu sarangnya seperti buih, Pak. Kalau orang Jawa bilang umplok. Jadi kalau diserok atau dijaring di bawah buih atau umplok itu, kita bisa mendapatkan ikan sepat." Jawabku sambil cengar cengir ala wiro sableng.Â
Tapi kemudian aku terkesiap ketika pak dosen itu menatapku tajam. Aku baru sadar kalau dosen ini tidak suka bergurau.Â
"Nah, begitu. Tidak mengikuti perkuliahan tidak apa-apa, tapi paham yang di kuliahkan," seru beliau kemudian.Â
Membuatku sangat lega. Ternyata kebandelanku saat kecil mencari ikan sepanjang sawah dan membantu (atau ngerecoki?) bapak panen ikan bisa menyelamatkanku dari amarah dosen killer, hehehe.Â
Kembali ke ikan nila ya, kok malah ngelantur ke mana-mana.Â
Ikan nila, nama ilmiahnya Oreochromis niloticus. Sering dijuluki sebagai ayam air, dibudidayakan menjadi makanan pokok di banyak bagian dunia.
Ikan nila dipercaya sebagai sumber protein, mikronutrien, dan asam lemak esensial yang sehat. Ikan nila adalah ikan yang paling banyak dikonsumsi dan dibudidayakan secara luas di China, Indonesia, Mesir, Filipina, Indonesia, Thailand, dan Brasil.
Ikan nila cepat tumbuh dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Ikan ini mudah dibudidayakan dan kaya akan nutrisi.Â
Ikan nila merupakan omnivora yang makan alga dan pakan ikan nabati lainnya di samping pakan tambahan berbasis protein hewani.
Ikan nila yang diolah dengan dikukus, dipanggang atau direbus merupakan sumber protein, nutrisi, dan asam lemak esensial yang baik.
Ikan nila memiliki jumlah asam lemak omega-3 yang lebih tinggi daripada daging lain termasuk ayam, dan sapi. Asam lemak omega 3 penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fungsi otak.
Ikan nila memiliki asam lemak omega 6 esensial dan kaya akan vitamin D, B12, dan B6.
Vitamin B12 sangat penting untuk fungsi syaraf. Kemudian, B6 sangat penting untuk membantu metabolisme lemak dan protein dan vitamin D penting untuk kekebalan tubuh.Â
Kandungan selenium yang terdapat pada ikan nila dapat mencegah proses penuaan dini dan dinilai baik untuk elastisitas kulit.Â
Memperbanyak konsumsi ikan nila dapat menstimulasi kebutuhan akan kandungan vitamin C dan E pada tubuh.Â
Ikan nila memiliki kandungan protein hewani yang cukup tinggi. Protein hewani sendiri memang sangat dibutuhkan untuk perkembangan sel, otot, organ, serta membran sehingga sangat cocok untuk mendukung tumbuh kembang anak.
Dengan kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak serta kalori yang rendah membuat ikan nila sangat cocok dikonsumsi bagi Anda yang sedang menjalani program diet untuk menurunkan berat badan.
Meski ikan nila ini mempunyai daya adaptasi yang tinggi dan daya tahan tubuh yang bagus, pada kenyataannya banyak peternak nila yang mengeluhkan jumlah kematian ikan nila yang tinggi.Â
Bahkan ikan nila tetangga saya pernah sehari mati sampai 100 ekor lebih. Mungkin karena kepadatannya terlalu tinggi.Â
Di samping itu, ikan nila bukanlah ikan yang sanggup bertahan di kolam yang kotor dan berlumpur seperti lele, sebab ikan nila ini suka berenang-renang di permukaan air yang jernih.Â
Untuk itu, berdasarkan pengalaman dan sedikit rekomendasi dari literasi yang ada, saya mencoba memberikan tips memelihara ikan nila :
- Pilihlah bibit yang bagus, yang sehat, lincah, dan banyak bergerak.Â
- Sesuaikan kepadatan populasinya.Â
- Sumber air dan pembuangan yang kontinyu.
- Berikan tumbuhan air, seperti hydrilla dan paku air (Azolla pinnata)Â Tumbuhan ini bisa menjaga kejernihan air, sekaligus sebagai suplai pakan nabati bagi ikan nila. Tapi kendalikan populasinya, kira-kira maksimal 15 % dari luas kolam, jangan sampai menutupi permukaan, karena bisa mengganggu pasokan oksigen dan gerakan ikan nila yang suka berenang di permukaan air.Â
- Kurangi jumlah pakan (pelet). Pelet yang berlebihan bisa memperburuk kondisi air yang mengganggu kesehatan ikan nila. Apalagi dengan adanya tumbuhan air, separuh kebutuhan pakan telah tercukupi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H