"Ini harusnya utara, aku ke arah selatan kok kamu diam saja. Dari tadi cuma ngomong betul.. Betul.. Betul! Jadinya nyasar.Â
" Lho, kalau baca Google maps kan berjalan searah panah, cm ke depan, belok kanan, atau kiri, putarbalik, bundaran, bukan utara selatan timur barat."
Jawabku terbodoh.Â
"Aku itu sudah berpuluh tahun di pecinta alam Dek. Membaca peta itu makananku. Kamu kok masih ngeyel. Di mana-mana  yang namanya utara itu pasti letaknya di atas. Sudah..! Nggak usah pakai Google maps. Tanya saja nanti kalau ketemu orang.Â
" Lha tapi kan ini peta berjalan, arah mata anginnya berubah-ubah, " Gumamku tak jelas. Masih tak rela selalu dianggap bodoh dan katrok. Suamiku memang selalu bangga dengan dirinya dan selalu menindas dan merendahkanku.Â
Mungkin berpuluh tahun jadi suamiku dia tidak paham, kalau aku tidak pernah kagum dengan yang namanya pangkat, jabatan dan kekayaan. Atribut itu kalau tanpa akhlak yang baik bagiku zonk. Tapi kalau diimbangi dengan keutamaan akhlak dan keindahan budi menjadi sesuatu yang berharga dan patut dikagumi.Â
"Alhamdulillah, sampai.. Itu rumahnya sudah kelihatan. Kalau tidak menuruti Google maps mu, pasti dari tadi sudah sampai! "
Di tengah rasa syukurnya ternyata suamiku masih saja berkata nylekit. Padahal kan dia yang tadi menyuruhku membuka Google maps.Â
"Brukkk! " Kututup pintu mobil pelan.Â
"Pelan-pelan kalau menutup pintu mobil. Kamu itu kasar sekali. Pantas semua barang-barang ku cepat rusak, "
 Suamiku membentak ku.Â