Istilah self harm menggambarkan tindakan menyelakai diri sendiri dengan tingkat yang bervariasi dan merupakan masalah klinis yang umum namun kurang dipahami dan dapat membangkitkan perasaan ambivalen (Skegg, 2005).
Seperti yang dilansir dari pijarpsikologi.org, bahwa self harm adalah perilaku menyakiti diri untuk mengatasi, menggambarkan, dan pertahanan diri dari situasi yang sulit (Nabila, 2018). Perilaku menyakiti diri ini terlepas ada atau tidaknya keinginan untuk bunuh diri, namun sangat berisiko menyebabkan kematian.
Dilansir dari psychologytoday.com, contoh bentuk melukai diri yang menimbulkan luka eksternal adalah seperti memotong, membakar, dan menggores. Selain itu melukai secara internal dalam bentuk meminum obat-obatan, meracuni diri, dan minum alkohol (Psychology today, 2020).Â
Baik luka internal maupun eksternal sangat berbahaya jika terus dilakukan. self harm ini dapat dilakukan individu tanpa sadar. Seperti makan terlalu banyak/ sedikit karena stres dan mengisolasi diri karena depresi.
Ada tiga jenis self harm menurut Sari (2019) yaitu superficial self-mutilation, stereotypic self-injury, dan major self-mutilation. Superficial self-mutilation adalah jenis self harm ringan, namun jika diabaikan akan berujung pada percobaan bunuh diri. self harm jenis ini dilakukan dengan cara menyayat pergelangan tangan dan mencabuti dengan kuat rambut sendiri.
Stereotypic self-injury adalah bentuk mekanisme coping individu untuk mengatasi penderitaan secara emosional atau untuk menghilangkan kekosongan diri yang kronis dengan memberi sensasi sakit.
Self harm jenis ini dilakukan dengan frekuensi yang lebih banyak, dilakukan secara berulang. Seperti, membenturkan kepala dan menampar diri sendiri secara berulang. Tindakan ini biasa terjadi pada seseorang yang memiliki gangguan saraf seperti autisme.
Major self-mutilation merupakan jenis self harm yang paling ekstrem dari jenis self harm yang lain. Major self-mutilation dilakukan dengan melukai bagian tubuh yang menyebabkan kerusakan permanen seperti memotong kaki, mengiris jari tangan, dan mencukil bola mata.
Faktor-faktor atau alasan mengapa individu melakukan tindakan self harm menurut (Nabila, Pijar psikologi, 2018) adalah pengaruh masa kecil, tidak mudah mengekspresikan emosi, perspektif lebih baik merasa sakit, konsep diri, berfikir bahwa ini cara untuk membuat individu fokus kembali, pain offset relief, bentuk menghukum diri, dan adanya indikator gangguan mental.
Dalam hal ini akan dibahas satu persatu. Pertama, pengaruh masa kecil dapat menjadi faktor terjadinya perilaku menyakiti diri sendiri. Jika saat kecil tidak dibolehkan untuk merasakan emosi negatif seperti sedih dan marah, saat dewasa tidak akan memahami emosi yang tidak nyaman bagi diri.
Emosi seharusnya diterima dan dipahami, bukan ditolak. Contohnya, ketika anak laki-laki menangis karena hewan peliharaannya meninggal. Sang ayah menyuruh si anak untuk berhenti menangis "anak laki-laki tidak boleh menangis, jika menangis bukan anak ayah".