Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demi Keluarga Sejahtera, Demi Berarti Bagi Sesama, Menikah Dini Bukanlah Pilihan

10 Juli 2015   08:15 Diperbarui: 10 Juli 2015   08:15 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BKKBN menunjuk Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, sebagai tuan rumah peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXII, yang puncaknya diadakan pada Sabtu (1/8/2015) di Lapangan Sunburst, BSD City, Serpong. Dalam bidang administrasi kependudukan, pada tahun 2013, Kota Tangerang Selatan menjadi satu dari tiga Kota Terbaik di Indonesia dalam hal pengurusan Akta Kelahiran. Tahun 2013 juga, Kota Tangerang Selatan terpilih sebagai Kota Layak Anak (KLA) tingkat Pratama dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany (nomor dua dari kiri) dan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur, Banten Rano Karno, saat peresmian logo Harganas. Foto: tribunnews.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Hidup ini hanya sekali[1]. Anda tinggal pilih: hidup dalam kesia-siaan atau menjadi manusia yang berarti bagi sesama. ”Maka, jangan sia-siakan masa muda. Raih ilmu setinggi-tingginya, gapai karir hingga sampai ke puncaknya,” ujar Abidinsyah Siregar, 10 menit menjelang buka puasa, pada Rabu (8/7/2015).

Siapa Abidinsyah Siregar? Inikah ustadz yang merajai tausyiah sepanjang ramadhan? Bukan. Ia bukan ustadz. Bukan pula pemberi tausyiah ramadhan. Ia orang Batak yang sangat bangga dengan anak muda. Ia sepaham dengan Bung Karno, yang dengan penuh semangat berpidato: beri aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengguncang dunia. Karena itulah, Abidinsyah Siregar tiada henti memompa semangat anak-anak muda, seperti yang dilakukannya di Teraskota Entertainment Center, pada Rabu (8/7/2015), di hadapan lebih dari 50 Kompasianer. Ini bagian dari peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang diadakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Dulu, BKKBN itu singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)[2]. Tahun 2015 adalah peringatan Harganas XXII, yang akan diadakan pada Sabtu (1/8/2015). BKKBN menunjuk Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, sebagai tuan rumah.

Galau karena Banyak yang Menikah Muda  

Abidinsyah Siregar adalah Deputi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bidang Advokasi. Terkait dengan keluarga berencana itulah, Abidinsyah Siregar sangat gencar memompa semangat anak muda. Ia sedang galau berat, padahal ia bukan anak muda lagi. Ia galau, karena makin banyak anak muda di tanah air yang menikah muda, menikah dini, khususnya gadis-gadis remaja yang sebenarnya masih kinyis-kinyis. Data penelitian dari pusat kajian gender Universitas Indonesia menyebutkan, dari 7,3 juta perempuan Indonesia yang berusia di bawah 15 tahun, 2 juta di antara mereka telah menikah.[3]

15 tahun? Sudah menikah? Iya, itu sesungguhnya usia yang masih sangat muda untuk menikah. Secara biologis, hasrat seksual pada usia itu memang sudah menggebu-gebu. Tapi, secara medis, organ-organ reproduksi remaja seusia tersebut, sebenarnya belum cukup matang untuk dibuahi benih kehidupan dari laki-laki. Karena itu, gadis remaja seusia tersebut, juga belum kondusif untuk menjalani proses kehamilan, yang artinya perangkat reproduksinya belum siap untuk melakukan proses persalinan.

Secara mental, gadis remaja usia 15 tahunan, dapat dipastikan belum siap. Usia segitu adalah usia yang penuh pancaroba. Penuh gejolak, yang emosinya masih meletup-letup. Akibatnya, pernikahan di usia 15 tahunan, penuh dengan friksi dan pertengkaran. Rumah tangga mereka yang menikah dini, praktis lebih banyak berisi pertengkaran demi pertengkaran. Sudah bisa diprediksi, betapa runyamnya kehidupan rumah tangga 2 juta saudara kita, yang telah menikah di bawah usia 15 tahun tersebut.

Kebahagiaan yang diangankan, punah menjadi angan-angan semata. Beban finansial, juga tak kalah beratnya. ”Situasi tersebut benar-benar mencemaskan dan menjadi galau tingkat tinggi. Kalau kondisi itu kita biarkan, itu sama saja dengan kita membiarkan anak-anak muda yang potensial, kehilangan masa depan mereka yang gemilang,” tukas Abidinsyah Siregar, dalam acara Kompasiana Nangkring Bersama BKKBN: Membangun Keluarga, Membangun Bangsa di Hotel Santika, Teraskota Entertainment Center, CBD Lot VII B, Jl. Pahlawan Seribu, Serpong BSD City, Tangerang Selatan, Banten, tersebut.

Upaya mengendalikan jumlah penduduk sebagai program nasional, mulai dicanangkan pemerintah sejak 29 Juni 1970. Dalam jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 6-7 Juni 2015 terhadap 594 responden, diketahui bahwa dalam menentukan jumlah anak, mayoritas responden mengaku mendiskusikan hal tersebut dengan pasangan. Jajak pendapat itu juga menemukan, semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin terbuka sikap mereka dalam membicarakan hal tersebut dengan pasangannya. Dari kiri ke kanan: logo BKKBN yang baru, Airin Rachmi Diany, Abidinsyah Siregar, dan logo Harganas 2015. Foto: duaanak.com, abdul latief ahmad, dan harganas22banten.com

Risiko Mereka yang Menikah Muda

Menikah di bawah usia 15 tahun adalah pernikahan yang tergesa-gesa, yang lebih banyak susah daripada senangnya. Yang susah bukan hanya pasangan muda itu, tapi juga orangtua masing-masing pasangan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, memang melegalkan perempuan yang sudah berusia 16 tahun untuk menikah. Tapi, melihat kondisi kekinian, usia 16 tahun itu pun sebenarnya masih relatif terlalu dini untuk sebuah pernikahan.

"Usia matang nikah di Indonesia kini, sekitar 25 tahun. Di usia itu, mereka sudah lulus sekolah, sudah bekerja, dan relatif sudah bisa berpikir dewasa," ujar Mochtar Ali, Direktur Urusan Agama Islam dan Pendidikan Syariah, Kementerian Agama, yang mengingatkan agar semua pihak mencegah terjadinya pernikahan dini. Mochtar Ali barangkali ada benarnya. Situasi-kondisi masyarakat kita pada tahun 1974, ketika undang-undang itu disahkan, sudah sangat jauh berbeda dengan kondisi kini. Tantangan kehidupan yang harus dihadapi keluarga kini, jauh lebih berat dibandingkan dengan masa itu.

Sejumlah data menunjukkan, tiap tahun, ada sekitar 2,5 juta perkawinan dilangsungkan di Indonesia. Sekitar 15 persen di antaranya, perkawinan tersebut berakhir dengan perceraian. Dan, sebagian besar perceraian tersebut terjadi pada mereka yang menikah dini. Ini salah satu realitas dari risiko pernikahan dini, mengingat belum cukup dewasanya cara berpikir dan mental mereka, hingga belum dewasa pula cara mereka menjalani kehidupan berkeluarga.

Risiko lain adalah kematian bayi yang dilahirkan dan kematian sang ibu yang melahirkan. Di Provinsi Jawa Tengah, misalnya, perempuan yang melahirkan pada usia 15-19 tahun, termasuk kategori tinggi, mencapai 36 dari 1.000 kelahiran[4]. Kondisi tersebut menjadi salah satu pemicu, meningkatnya angka kematian ibu hamil. Sudibyo Alimoeso, pada tahun 2013, mengatakan, jika diakumulasikan selama setahun, angka ibu hamil yang meninggal karena melahirkan, mencapai 17.520 ibu. Tahun 2014, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, mencapai 359 per 100.000 kelahiran. Sudibyo Alimoeso, Deputi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, pada Selasa (21/10/2014) di Jakarta, mengatakan, penyebab tingginya angka kematian ibu melahirkan, salah satunya adalah karena pernikahan usia dini.

Menurut Pusat Kajian Gender dan Seksualitas (PSGS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Indonesia menempati posisi nomor dua di ASEAN, dalam jumlah pernikahan dini terbanyak setelah Kamboja. Hal tersebut terungkap dalam diskusi Relevansi UU Perkawinan dalam Pemenuhan Hak-hak Anak, di Kampus UI Depok, Jawa Barat, pada Senin (27/4/2015). Foto: print.kompas.com

Bukan Menakuti, Tapi Mengingatkan

Kelahiran dan kematian, memang sepenuhnya atas kehendak Allah. Tapi, sebagai makhluk yang mulia di muka bumi, yang dibekali-Nya dengan akal dan pikiran, sudah seharusnyalah kita menjaga diri demi keberlangsungan kehidupan ini. Maka, sejumlah risiko pernikahan dini tersebut ditampilkan di sini, bukan untuk menakut-nakuti. Tapi, untuk mengingatkan semua pihak, baik gadis remaja maupun orangtua, betapa tingginya risiko yang menghadang, akibat pernikahan dini.

Terkait dengan pernikahan dini, kelahiran, dan kematian ibu hamil tersebut, Abidinsyah Siregar, sebagai Deputi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bidang Advokasi, senantiasa mencermatinya dengan seksama. Karena, semua komponen tersebut menyangkut pertumbuhan penduduk dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Ini memang menjadi ranah tanggung jawabnya, sebagai pengendali angka pertumbuhan penduduk di negeri ini.

”Angka pertumbuhan penduduk seharusnya melandai dan angka pertumbuhan ekonomi seharusnya meninggi. Itu indikator masyarakat sejahtera. Yang terjadi saat ini sebaliknya, pertumbuhan penduduk meninggi dan pertumbuhan ekonomi melandai. Artinya, masyarakat belum sejahtera,” ungkap Abidinsyah Siregar sambil menunjukkan curva grafik, dengan kedua tangannya. Karena itu, angka kelahiran harus dikendalikan, angka pernikahan dini harus ditekan, dan pertumbuhan ekonomi terus ditingkatkan untuk mencapai kesejahteraan.

Kesejahteraan keluarga, mencerminkan kesejahteraan bangsa. Karena itulah Membangun Keluarga, Membangun Bangsa menjadi hal yang penting untuk kita camkan bersama. Abidinsyah Siregar menggarisbawahi bahwa dua anak saja cukup, agar orangtua leluasa mendidik mereka menjadi anak-anak yang berkualitas. Baik kualitas pendidikannya, maupun kualitas agamanya. ”Dengan demikian, besar kemungkinan mereka akan menjadi manusia yang berarti bagi sesama, berarti pula bagi negeri tercinta ini,” kata Abidinsyah Siregar.

Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, membentangkan salah satu poster peringatan Harganas 2015. Kota Tangerang Selatan dipilih dan ditetapkan BKKBN Pusat sebagai tuan rumah Harganas, salah satunya, karena akses sarana transportasi dan akomodasi di Kota Tangerang Selatan, sangat menunjang. Selain itu, karena Tangerang Selatan merupakan Kota Layak Anak (KLA), yang diharapkan bisa menjadi inspirasi kota-kota lain dalam menyediakan fasilitas untuk kesejahteraan anak. Foto: dishubkominfo.tangerangselatankota.go.id  

Spirit Harganas dari Tangerang Selatan

Abidinsyah Siregar tentu saja tidak tampil sendirian dalam acara Kompasiana Nangkring Bersama BKKBN: Membangun Keluarga, Membangun Bangsa tersebut. Ia didampingi Suyono Hadinoto, Direktur Analisis Kependudukan, BKKBN Pusat. Nangkring seru tentang keluarga sejahtera itu, dibuka oleh Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany. “Kami bersyukur tahun ini dipercaya menjadi tuan rumah Harganas XXII. Kami siap menjadi tuan rumah dan akan memberikan pelayanan yang maksimal,” kata Airin Rachmi Diany, yang hari itu tampil lengkap dengan seragam dinasnya.

Peringatan Harganas ini diperkirakan akan dihadiri ribuan orang, dari penjuru nusantara. Yang sudah tercatat, perwakilan dari 514 kabupaten/kota dan perwakilan dari 34 provinsi se-Indonesia, dipastikan akan menghadiri puncak peringatan Harganas XII. Airin Rachmi Diany mengungkapkan, Presiden Joko Widodo juga akan hadir bersama kementerian terkait. Untuk kepastiannya, Airin masih menunggu konfirmasi dari pihak protokoler Istana.

Puncak peringatan akan digelar pada Sabtu (1/8/2015) di Lapangan Sunburst, BSD City, Serpong. “Kami berharap, kegiatan Harganas ini bisa menimbulkan multi player effect yang luar biasa terhadap pendapatan masyarakat Tangerang Selatan, khususnya pada bidang pariwisata, perdagangan, jasa, dan lain lain,” ujar Airin Rachmi Diany, yang sudah menunjuk, antara lain, 13 hotel, 14 rumah makan, 11 pusat perbelanjaan, dan 6 rumah sakit sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Keluarga Nasional 2015 ini.

Rangkaian peringatan Harganas 2015 ini sebenarnya sudah dimulai sejak lomba pembuatan logo digulirkan, yang kemudian di-launching pada Maret 2015 lalu. Persiapan yang sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari tersebut, merupakan upaya Kota Tangerang Selatan untuk menjaga kepercayaan pemerintah pusat, yang telah menunjuk kota ini menjadi tuan rumah.

Jakarta, 10 Juli 2015

--------------------------

Tingginya pertumbuhan penduduk dan terbatasnya pangan adalah tantangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat:

http://www.kompasiana.com/issonkhairul/kelaparan-dan-ledakan-penduduk_5520f1c8813311107719f8de

--------------------------

[1] Chairil Anwar, tokoh penyair kita, menulis dalam sajaknya Maju, yang salah satu baitnya berisi Sekali berarti/Sudah itu mati. Ia mengingatkan kita, betapa sangat berartinya hidup ini. Chairil Anwar sepanjang hidupnya, 26 Juli 1922 – 28 April 1949, telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi pribadi. Sebagai penyair, ia termasuk ke dalam Angkatan 1945.

[2] BKKBN bermula dari Perkumpulan Keluarga Berencana, pada 23 Desember 1957, di gedung Ikatan Dokter Indonesia. Pada tahun 1967, Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia, yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga, sebagai hak asasi manusia. Upaya mengendalikan jumlah penduduk sebagai program nasional, mulai dicanangkan pemerintah sejak 29 Juni 1970.

[3] Data tersebut diungkapkan Djamilah, koordinator penelitian dampak negatif pernikahan dini dari Pusat Kajian Gender dan Seksualitas (PSGS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), dalam diskusi Relevansi UU Perkawinan dalam Pemenuhan Hak-hak Anak, di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, pada Senin (27/4/2015).

[4] Data tersebut dikemukakan Tjondrorini, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah, di sela-sela rapat kerja daerah Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Gradhika Bhakti Praja , Jl. Pahlawan No. 9, Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (5/5/2015).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun