Mohon tunggu...
Risma Fajar Rahayu
Risma Fajar Rahayu Mohon Tunggu... Insinyur - do what u can do, write what u can write, imagine what u can imagine

Seseorang yang senang menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alunan Nada Cinta

20 Agustus 2019   19:59 Diperbarui: 20 Agustus 2019   20:03 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alunan Nada Cinta

Aku menyukai dunia imajinasi, terkadang rasanya raga ini selalu dekat dengan tema, biasanya aku menarik sebuah kisah dari kehidupan orang lain. 

Namun kali ini, sebuah kisah menarik terjadi dalam kehidupanku sendiri. Tak habis pikir kalau aku memiliki sebuah cerita yang sangat fantastic untuk ku jadikan sebuah karya. 

Hatiku berbicara kalau kisah ini memang nyata terjadi dalam kehidupanku, namun aku tak menyadari bahwa selama ini dalam hidupku pun begitu banyak cerita yang ku abaikan. Karena ku terlalu sibuk merangkai kisah lain diluar sana.

Kali ini kisah yang ku ambil, ku beri tema "kisah cinta seorang penulis" hemm menarik sih, namun rasanya itu terlalu universal bagiku. Otakku begitu keras memikirkan sebuah tema yang akan ku ambil, Akhirnya inspirasiku mulai bergerak kembali, bagian yang korsleting mungkin sudah bisa berfungsi kembali. 

Ya aku tahu "Pilihan Ku Bukanlah Pilihan-Nya " mungkin ini yang tepat yang menggambarkan sebagian isi dari kisah yang akan ku ceritakan, cinta itu bagaikan sebuah nada. Jika kita pintar memainkan nada itu mungkin akan menghasilkan alunan nada yang indah, dan sebaliknya jika kita tidak pandai memainkan nada itu, kemungkinan alunan nada nya akan terasa lebih kurang sempurna. 

Menurutku cinta pun mempunyai alunan nada yang indah,tapi tak banyak orang yang pintar memainkan alunan nada cinta. Mungkin hanya sebagian orang yang mampu memainkan alunan nada cinta dengan sempurna. 

Sempurna menjaga cinta yang ia punya, dan sempurna memelihara setengah hati yang diberikan oleh pasangannya. Tentunya Cinta yang amat di Ridhoi oleh-Nya.

Jika di kaitkan dengan kisah cintaku, aku bukan termasuk orang yang pandai dalam menjaga sebuah hubungan, apalagi dalam memainkan alunan nada cinta itu. Setiap cinta menghampiriku, rasanya susah untuk ku jaga. 

Terkadang ada pengkhianatan diantara cinta yang ku jalani. Kalau di ceritakan dari A sampai Z nya itu akan menghabiskan waktu terlalu lama tidak hanya sekedar 1-5 menit saja untuk butuh dibaca. 

Remaja zaman sekarang mengatakan orang patah hati itu Galau, namun aku bingung apa yang dimaksud dengan kegalauan itu. Aku memang suka menulis tapi terkadang banyak kata yang tak begitu ku pahami maknanya. Kata kiasan yang ku gunakan pun mungkin masih sulit untuk ku mengerti maknanya sendiri jika terjadi dalam sebuah kehidupan nyata.

Bisa dikatakan cintaku ini bagaikan hembusan angin, disaat ku merasa kepanasan hembusan angin sangat berguna, tapi disaat ku kedinginan hembusan angin amat sangat tidak berguna. Ya seperti itu lah kisah cintaku. 

Jika orang lain pandai memainkan alunan nada cinta, tapi itu tidak buatku. Sebaliknya ku pandai membuang cinta bagaikan hembusan angin yang lewat begitu saja. 

Saat ku menemukan orang yang pas untuk ku cintai, orang itu malah menyia-nyiakan dan menganggap spele cinta ini. Disaat ada orang yang menyayangiku namun, malah diriku sendiri yang sangat egois dan acuh terhadapnya. Tidak kah rumit kisah cinta ini? Aku saja bingung menjalaninya. 

Jangankan untuk menjaga cinta orang lain menjaga cinta untuk diriku sendiri saja begitu sulit. Tanganku memang pandai memainkan nada-nada dalam piano, tangan ku mungkin pandai dalam merangkai rangkaian kata indah untuk dijadikan sebuah kisah, tapi tanganku tak bisa menjangkau untuk memainkan nada cinta.

 "Nay, kamu tau Fiersa Besari bukan?', Tanya temanku yang membangunkan ku seketika dari lamunanku. Naya adalah namaku, ya Nay merupakan panggilan dari teman-temanku.

"Iya aku tau dew, memang kenapa?" Tanya ku pada Dewi yang merupakan chair mate ku yang selalu ingin serba tau namun baiknya tidak ada yang bisa menandingi.

"Fiersa Besari nulis gini, (kita pernah muda, bodoh, dan tidak berani menyatakan rasa. Hingga akhirnya kau bertanya Lho, kenapa engga bilang dari dulu? Ketika semuanya sudah terlambat)." Ucap dewi yang membacakan salah satu quotes terkenal di salah satu media sosial yang tengah digandrungi dan disukai anak-anak milenials.

"Lah, terus apa hubungannya dengan ku dew? Ngaco deh kamu ini!" Jawabku dengan nada aga sedikit terganggu.

"Nay, aku memang ga terlalu pinter dalam masalah mata kuliah. Tapi aku terlalu pinter untuk menebak sebuah rasa, apalagi rasa yang terpendam, aku bisa membacanya. Hati-hati loh sebelum menyesal." Ucapnya yang semakin membuatku tersulut dan kesal terhadap Dewi.

"Loh, rasa apa dan terhadap siapa. Kamu ini so tau banget sih Dew!" Tegas ku pada Dewi yang semakin membuatku geram terhadapnya.

"Udahlah Nay, aku tau kamu belum bisa pindah hati dari yang 6 tahun itu kan? Nay buka deh matamu, dia itu ngga jelas, dia selalu membuat mu menunggu dan memberi harapan yang tidak pernah pasti. Bukalah hatimu masa depan masih panjang dan begitu banyak orang yang ingin mencoba dekat denganmu tapi kamu seolah menutup rapat hatimu karena alasan kamu kecewa?" dengan lantangnya Dewi seketika membuatku berpikir apa memang aku menutup hati.

"Tidak, Dew aku tidak pernah menutup hati untuk siapapun dan kepada siapapun. Tapi, aku hanya lebih menjaga hati dan lebih memilih kepada siapa dan orang seperti apa aku buka hati kembali. Memang, 6tahun bukanlah perjalanan mudah karena aku tau bagaimana sulitnya membina hubungan sampai berhasil. Tapi, aku sadar satu hal aku tidak ingin memaksakan segala sesuatu yang menurut keinginanku tapi aku serahkan semuanya pada sang Maha Pemberi Harapan itu sendiri." Jawabku panjang lebar untuk menjelaskan bagaimana situasiku agar Dewi tidak berasumsi berlebihan.

"Tapi Nay, aku tau kalau kaka tingkat kita salah satu anak dari prodi yang sama dengan kita dia itu menyukaimu. Mengapa kamu tidak mencoba buka hati untuknya?" Tanya Dewi yang sebenarnya aku malas untuk menjawabnya.

"Dew, dari yang 6 tahun aku belajar dan banyak belajar salah satunya yaitu Aku terlalu berharap dengan yang diciptakannya bukan dengan Sang Penciptanya. Makanya, sekarang aku ingin self improvement terlebih dulu dan mendekatkan diri dengan sang pemberi dari Cinta itu sendiri." Tegasku pada Dewi agar tidak menimbulkan berbagai pertanyaan yang sudah tidak ingin ku meladeninya.

Dewi pun akhirnya terdiam meskipun dia masih merasakan penasaran dalam pikirannya. Belum sampai 5 menit pembicaraan ku dengan Dewi selesai ternyata kaka tingkat yang sering kita panggil Kating yang bersangkutan dan yang Dewi bicarakan dia menghampiri meja kita dan menyapa lembut bak bukan sebagai kaka tingkat yang terlihat seseram seperti saat sedang ospek jurusan.

"Dew, Nay kalian disini? Kebetulan saya mencari kalian ingin membahas divisi kita tentang acara yang akan kita tampilkan esok dan kebetulan koordinator dan wakilnya kan kalian ya." Ucapnya yang sontak membuat aku dan dewi kaget. Ya kita satu divisi atau satu department dibagian kreatif yang harus mengatur jalan dan idenya cerita harus seperti apa .

"Kang, bagaimana kalau kita bikin drama musical gitu kan sekarang lagi trending tuh drama musical kaya gitu." Jawab Dewi dengan penuh semangat. "Kang" adalah sapaan kita dari junior terhadap senior di jurusan kita.

"Kayanya kalau drama musical kurang worth it Dew, soalnya kan kita tidak terlalu banyak property nya sedangkan musical kan tidak terlalu banyak dialog kebanyakan dibuat semacam lipsing gitu sama banyak adegan yang takutnya nanti ga terlalu paham kalau mau ya mending sekalian bikin short drama atau pusi aja yang banyak mengandung pesan moralnya." Tanggapan saranku terhadap Dewi.

"Betul juga Nay, nah gimana kalau kita bikin puisi aja?" Kating itu seolah entah bagaimana menyetujui ideku tanpa dia memikirkannya terlebih dahulu. Situasipun semakin membuat Dewi bahagia karena sekarang lawan dan arah bicara hanya terpusat padaku dan kating itu sebutlah namanya Rega.  Ya Kang Rega, orang yang berpenampilan sederhana namun memiliki intelegensi yang tidak terpikirkan dengan IPK yang selalu hamper mendekati sempurna.

"Nah iya Kang boleh juga puisi kan waktunya Cuma dikasih 3 menit kan mengangkat tema sederhana aja kan tema pementasan kita buat ditampilkan di acara keagamaan bukan?" Tanya Dewi kepada Kang Rega.

"Iya dew betul, bagaimana kalau kita membuat cerita mengenai membuka mata kita sebagai kaum muda tentang dunia percintaan yang sesungguhnya halal dimata agama kita?" Jawab Kang Rega terhadap lontaran pertanyaan dari Dewi.

"Nah boleh tuh kang kita bikin puisi kalau memang sebenarnya berharap hanya pada sang pemberi harapan dari cinta itu sendiri. Misal mencintai dalam diam atau pengagum rahasia, enaknya yang bisa memberikan pesan langsung kepada penonton gitu." Saran ku terhadap pengambilan tema yang akan diambil.

"Setuju boleh tuh bagaimana kalau pengagum rahasia aja jadi mengangkat tema tidak cuma tentang cinta saja tapi tentang perjuangan semacam singelillah gitu hehe." Respon Kang Rega yang sontak membuat ku dan Dewi kaget.

"Boleh Kang!." Jawab Ku dan Dewi.

Selesai percakapan mengenai konsep yang akan diambil, seperti biasa ditengah perjalanan arah pulang Dewi kembali membuat usil terhadapku dengan candaannya yang menyangkut konsep puisi tadi. Namun, tak ku hiraukan hingga Dewi cape sendiri karena mengoceh tanpa mendapatkan respon. Sehingga sampai lah dirumah Dewi terlebih dahulu karena arah jalan pulang kita sama namun rumah Dewi lebih dekat dibanding dengan rumahku.

"Nay aku duluan ya, kamu hati-hati dijalan Assalamu'alaikum." Tegur Dewi sembari melangkahkan kaki kanannya untuk turun dari angkot.

"Iya Dew, kamu juga. Waalaikumsalam." Jawabku sembari melambaykan tangan pada Dewi.

Di tengah perjalanan otak ku tiba-tiba penuh pertanyaan akan pernyataan Dewi tentang Kang Rega. Apa benar Kang Rega suka pada ku? Ah sudahlah untuk apa aku memikirkan omongan Dewi yang selalu mengaitkan sesuatu yang tidak berhubungan denganku. 

Jangan hiraukan aku hanya ingin fokus terhadap akhir semester ini agar nilai ku tidak begitu anjlok apalagi semester depan harus memikirkan judul skipsi yang harus ku ambil. 

So, agar fokusnya tidak terbagi jadi ku membuang sebagian hal-hal yang menempel di otak ku  yang tidak begitu penting untuk dipikirkan.

Setibanya di rumah, seperti biasa sambutan hangat Ibu menyambutku dan setelah memberi salam, masuk kamar dan merebahkan badan yang selalu terasa lelah tanpa sebab dan akibat dan tarikan gravitasi kasur membuatku ingin rehat sejenak tanpa mengejarkan apapun dan memikirkan apapun. 

Belum sampai 10 menit tetiba dering pesan dari hand phone  ku berbunyi. Dan ternyata Kang Rega. Oke, selintas dalam benakku mempertanyakan ada apa biasanya tidak pernah ada message whatsapp personal dari Kang Rega kalau memang tidak begitu penting dia selalu share anything di grup divisi. Pesannya terbaca dalam layar notif hp ku. 

Namun chatnya belum aku buka dan ternyata isinya mengenai skrip puisi yang belum sehari pun baru dibahas tiba-tiba datang bahasan kalau skrip udah hampir selesai. Sejenak dalam hati aku bergumam, dia otak nya terbuat dari apa. Rajinnya tidak ada yang bisa menandingi sampai skrip pun sudah beres satu hari ini, belum belum satu hari gumamku.

"Waduh, rajin sekali kang, siap Kang selebihnya esok skripnya dibagikan ke anak divisi lain juga. " Dengan singkat ku balas pesan Kang Rega.

Untunglah tak ada balasan lagi dari Kang Rega sehingga komunikasi ini tidak terlalu melebar dan panjang. Seharusnya pembuatan skrip tugasnya dilimpahkan kepada ku. 

Namun, ya sudahlah kalau memang konsepnya sudah terbuat mengurangi bebanku sedikit sebagai divisi acara. Keesokan harinya setelah mata kuliah selesai anggota divisi berkumpul di sekre yang sering kita sebut SC atau student center yaitu tempat dimana semua jenis kegiatan dan semua unit kegiatan mahasiswa ada di SC. 

Anggota divisi terdiri dari Kang Rega sebagai Ketua divisi, Dewi sebagai wakil coordinator dari divisi acara dan Aku sebagai coordinator dari divisi acara dan juga ada Doni si jago pembaca puisi tingkak Nasional. Kebetulan naskah puisi akan di bacakan oleh Doni. Tibalah Kang Rega memberikan selebaran kertas yang jelas isinya memang naskah puisi dengan judul Indahnya Singelilah.

Seberkas cahaya menembus awan putih

Ku mulai hariku dengan secercah harapan

Harapan yang selalu mengiringi

Harapan tentang hari ini, esok dan yang akan datang

            Ku lukis semua di atas awan

            Yang sering berubah-ubah memisah dan kadang kelam

            Tapi selalu terlihat indah di atas langit

            Sulit diraih tapi bukan berarti tidak ada

Begitupun dirimu,

Aku hanya bisa menggantungkan harapan itu,

Hanya lewat do'a.

Berharap tatapan ini bisa memberikan isyarat

            Ku hanya bisa berharap kepadaNya.

            Bukan kepada mu.

            Berharap lewat do'a dan keyakinan sesuai syari'atku

            Bisa membuat asa yang terpendam kelak menjadi nyata.

Berharap perasaan menggebu ini,

Akan menjadikan keyakinanku akan ciptaanNya

Yang sungguh indah telah mencitpakan

Wanita shalehah sepertimu.

            Ku hanya bisa mengagumi

            Ku hanya bisa berkomunikasi denganNya

            Meminta kau kelak tidak hanya ku kagumi

            Namun, menjadi sang pemilik hati di dunia dan syurgaNya

Puisi yang tidak begitu panjang menurutku tapi memiliki makna yang lumayan dapat menyentuh dan didapatkan inti pesan yang akan disampaikan kepada penonton. 

Awalnya reaksiku biasa saja saat mendapatkan selebaran kertas puisi ini yang jelas ditulis oleh Kang Rega. Namun, yang aneh adalah teriakan anak jurusan setelah Doni selesai menampilkan dan membacakan puisi itu. 

Seolah satu jurusan sudah mengetahui makna puisi ini. Namun, sedikitpun aku tak menyadari apa yang terjadi di tengah acara keagaamaan tapi suasana dan situasi bak di konser hiburan

Dan benar saja dugaanku ada yang tidak beres, dan Dewi sahabatkupun ikut andil dalam kejadian ini. Setelah Doni selesai membacakan puisi, tiba-tiba layar belakang tersorot lampu dari projector.

Rangkaian puisi tadi terpampang jelas dihadapan semua anak jurusan. Ada satu kalimat di bawah puisi itu. Yang membuat semua anak jurusan tiba-tiba histeris. Karena membaca "Akulah pengagum rahasia mu, dan setelah melaksanakan wisuda maukah kamu menikah denganku?".

Itu adalah tulisan yang nampak jelas  membuat semua orang kaget dan yang tidak percaya adalah tulisan itu ditujukan untuk Naya Neira Radania. Dan itu namaku. 

Speechless saat ku mengetahui semua ini dan perkataan mereka yang bilang "Terima, terima!". Membuatku semakin tidak karuan. Mungkin aku memang bisa belum menjawab iya atau tidak dalam memastikan pernyataan perasaan Kang Rega terhadapku. Karena aku tidak tahu siapa Kang Rega yang ku tau hanyalaha sebagai kaka tingkat jurusan yang cerdas dan selalu pengertian dan bertanggung jawab terhadap tugas dan kepada semua anggota divisi.

Mungkin ini jawaban yang Allah berikan setelah kesedihan berlalu datanglah suatu kebahagiaan yang tidak terduga, saat aku masih berada dalam lautan penantian yang tidak jelas tapi ternyata Allah memberikan sepaket kebahagiaan sebagai pengganti luka yang sampai saat ini belum kering sebetulnya. 

Dan hal yang tidak paling ku sangka adalah Kang Rega menyukai ku selama 4 tahun dari awal aku memasuki jurusan ini. Dan memang benar firman Allah bahwa jodoh telah diciptakan dan dijamin keberadaannya oleh Allah.

"Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang pasangan pria dan wanita". (Q.S. An Najm :45). Begitupun jika seseorang merasa berada dalam pilihan yang salah dan belum dipertemukan oleh Allah dengan jodohnya hendaknya senantiasa memperbaiki diri dan berikhtiar agar mendapat jodoh di waktu terbaik yang diatur oleh Allah.

Jadi, seperti itulah kisah yang tidak pernah terduga dalam hidupku. Maka jangan khawatir akan segala sesuatu yang belum terjadi dalam dirimu, hanya gantungkan harapan dan keinginan hanya kepadaNya bukan kepada apa yang diciptakanNya. Karena janji Allah itu sangat Nyata dan juga Pasti jika memang semuanya sudah tepat pada waktunya, maka semua akan indah pada waktunya pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun