Sobat pembaca yang budiman!
Saat ini sedang ramai diperbincangkan tentang keberlanjutan Program Guru Penggerak setelah pemerintahan baru periode 2024-2029 mulai bekerja.Â
Salah satu hal yang paling disorot dalam sistem Pendidikan yang merupakan warisan dari Menteri Nadiem Makarim adalah Program Guru Penggerak. Hal lain yang ikut mendapat perhatian adalah program Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Koalisi Pendidikan Nasional (KPN) memberikan rekomendasi kepada Komisi X DPR-RI agar program Guru Penggerak dihapus saja. Program Guru Penggerak ternyata menelan anggaran yang tidak sedikit.Â
Menurut KPN Program Guru Penggerak kalau dihitung secara akumulatif itu 3 triliun dananya jauh lebih besar berkali-kali lipat dari pada PPG.
Menyikapi hal tersebut di atas, berikut ini penulis sodorkan sebuah pemikiran sederhana tentang PGP dan PPG yang menjadi nutrisi untuk memperkaya khazanah pemikiran kita terkait pengelolaan sistem Pendidikan di Indonesia. Selamat membaca!
Antara Guru Penggerak dan Guru PPG, mana yang lebih istimewa?
Jika ditelusuri ke belakang, maka dapat kita memahami bahwa selama ini program Pendidikan Guru Penggerak merupakan salah satu program primadona Mas Menteri Nadiem Makarim. Guru penggerak tidak diwajibkan mengikuti PPG.
Di Indonesia, istilah guru penggerak merujuk pada guru-guru yang memiliki peran aktif dan inovatif dalam memajukan pendidikan serta mendorong perubahan positif di sekolah dan komunitas pendidikan secara lebih luas.Â
Sementara itu, guru biasa (guru PPG) mungkin merujuk pada guru yang lebih menjalankan tugas mengajar secara konvensional tanpa membawa perubahan yang signifikan di luar rutinitas sehari-hari.
Bagi guru yang sudah mengikuti Guru Penggerak namun belum memiliki sertifikasi PPG, pengakuan sebagai Guru Penggerak bisa meningkatkan karier dan perannya dalam sekolah.Â
Program ini meningkatkan nilai tambah di dalam maupun di luar sekolah, karena Guru Penggerak diharapkan menjadi agen perubahan dan bisa mendapat kesempatan untuk berperan lebih besar di sekolah, seperti menjadi mentor, kepala sekolah, atau pembimbing rekan sejawat.
Mereka memiliki kapasitas untuk mendorong inovasi dan inisiatif baru yang mendukung perkembangan sekolah, seperti proyek peningkatan kualitas pembelajaran, pemberdayaan guru lain, serta pendekatan-pendekatan baru dalam mendidik siswa.Â
Mereka biasanya memiliki kepercayaan dari pimpinan sekolah untuk memimpin berbagai inisiatif pengembangan dan pengayaan kurikulum, terutama yang selaras dengan profil pelajar Pancasila dan Kurikulum Merdeka.
Hal ini terjadi demikian karena sistem dan kurikulum Program Pendidikan Guru Penggerak memang berbeda dengan sistem PPG. Sistem Pendidikan Guru Penggerak lebih menekankan pada pengembangan kepemimpinan dan inovasi dalam mengajar, sedangkan sistem PPG berfokus pada peningkatan kemampuan profesional mengajar.Â
Guru Penggerak diharapkan memiliki pengaruh yang lebih luas di sekolah, terutama dalam hal transformasi budaya sekolah dan pemberdayaan guru lain, sedangkan Guru PPG lebih diarahkan menjadi guru dengan kompetensi teknis tinggi di bidangnya masing-masing.
Jika demikian, menurut pembaca mana yang lebih istimewa atau mana yang lebih diinginkan oleh teman-teman guru?Â
Tentu masing-masing dengan kompetensinya yang berbeda namun bisa jadi sebagian besar mendambakan untuk menjadi guru penggerak plus guru PPG atau menjadi guru PPG plus menjadi guru penggerak karena menjadi guru PPG saja rasanya tidak cukup.
Syarat Menjadi Guru Profesional Menurut Undang-Undang
Jika mencermati Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen bahwa yang dimaksud dengan guru professional adalah guru yang telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG).Â
Dalam perspektif Undang-Undang Guru dan Dosen, untuk menjadi guru professional setidaknya; 1) Kualifikasi akademik minimal S1 atau D4. 2) Penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. 3) Sertifikat pendidik dari program PPG. 4) Kesehatan jasmani dan rohani. 5) Kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian, guru profesional sesuai amanat undang-undang di atas adalah guru yang sudah mengikuti PPG, tak ada tambahan embel-embel atau merek yang lain selain PPG sehingga Program Guru Penggerak atau PGP bukanlah sebuah atau salah satu syarat untuk menjadi guru professional.
Jika PGP dihapus  maka PPG perlu ditata kembali
Rekomendasi Koalisi Pendidikan Nasional tentang PGP adalah sebuah aspirasi yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Oleh karena itu PGP perlu dievaluasi secara total sehingga pemerintah mendapatkan gambaran yang komprehensif. Jika ternyata pemerintah menghapus PGP dan mengembalikan guru sesuai perspektif Undang-Undang guru dan dosen maka Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan satu-satunya saluran untuk mencetak guru yang profesional.
Jika demikian, maka menurut hemat penulis, sistem program Pendidikan Profesi Guru (PPG) perlu ditata kembali dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Peningkatan Kompetensi Holistik pada Guru PPGÂ
Dengan menggabungkan elemen kreativitas, inovasi, dan kepemimpinan yang ada di program Guru Penggerak ke dalam kurikulum PPG, guru-guru yang mengikuti PPG dapat menjadi lebih komprehensif dalam kompetensi mereka.Â
PPG yang ditata ulang dengan memasukkan pembentukan karakter pemimpin dan agen perubahan bisa menghasilkan guru yang tidak hanya menguasai aspek teknis pembelajaran tetapi juga memiliki kemampuan untuk memimpin dan membangun budaya belajar di sekolah.
2. Efisiensi Sumber Daya dan Penyederhanaan Program
Menghapus program Guru Penggerak dan mengintegrasikan tujuannya ke dalam PPG bisa meningkatkan efisiensi, karena tidak ada lagi dua program terpisah yang membutuhkan sumber daya, pengelolaan, dan pelatihan tersendiri.Â
Dengan hanya memiliki satu jalur pengembangan profesi, pemerintah dapat memusatkan sumber daya pada satu program komprehensif, sehingga tidak ada duplikasi atau tumpang tindih dalam pengembangan kompetensi guru.
3. Standar Nasional yang Lebih Konsisten
Menyatukan program Guru Penggerak dengan PPG akan menghasilkan standar profesional yang lebih seragam untuk semua guru di Indonesia.Â
Hal ini dapat memastikan bahwa semua guru, baik yang baru maupun yang berpengalaman, memiliki standar kepemimpinan dan pengajaran yang sama.Â
Guru-guru yang baru lulus dari PPG akan memiliki kemampuan untuk menjadi agen perubahan tanpa perlu mengikuti pelatihan tambahan, karena semua aspek penting sudah tercakup dalam program PPG.
4. Peluang Pengembangan Karir yang Lebih Terintegrasi
Dalam model ini, semua guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan karir menjadi agen perubahan dan pemimpin di sekolah melalui jalur PPG.Â
Tidak akan ada lagi dikotomi antara "guru biasa" dan "guru penggerak", yang kadang dapat menimbulkan kesenjangan di antara guru.Â
Pengembangan karir bisa lebih jelas terstruktur dengan model yang lebih sederhana dan terintegrasi, sehingga lebih banyak guru yang terdorong untuk mengasah kemampuan kepemimpinan dalam sistem pendidikan yang baru.
Sobat pembaca yang budiman! Itulah pemikiran sederhana penulis tentang penataan kembali tentang sistem PPG jika PGP dihapuskan, semoga pemerintah semakin memiliki perhatian yang besar dalam mengurus Pendidikan di negeri ini dan semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Wallahu'alam.
Oleh: Ismail Kilwalaga, S.Pd.I.,M.Pd.,C.IET
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI