Awalnya, saya meminta teman-teman Admin untuk mengumpulkan 100 Kompasianer dengan asumsi yang akan ditunjuk hanya 20 orang. Mengumpulkan 100 nama itu pun tidak bisa sekali jadi. Waktunya sangat mepet (biasanya untuk satu event, Kompasiana membutuhkan waktu 1-2 minggu). Kepastian jadi tidaknya undangan untuk Kompasiana pun belum ada. Belum lagi jumlah undangan yang mungkin berubah. Di luar itu, setiap orang di kantor Kompasiana sudah mendapatkan serentetan tugas mulai dari mengkonfirmasi ulang nara sumber, menyusun daftar nama orang-orang yang terlibat, mempersiapkan ‘talking point’, dan masih banyak printilan lainnya yang semakin mendekati hari H semakin menjadi pekerjaan yang wajib dituntaskan saat itu juga.
Untuk mempercepat proses, saya meminta dikumpulkan nama-nama Kompasianer yang sering datang ke acara yang diadakan beberapa bulan terakhir. Karena, isu utama dari mendatangkan orang ke Istana adalah isu keamanan. Orang-orang yang diundang harus benar-benar steril dalam arti terbebas dari potensi gangguan apapun terhadap Istana dan Presiden. Maka, cara paling efektif dan singkat adalah dengan memilih Kompasianer yang sudah sering ditemui di dunia nyata.
Karena kurang banyak, saya minta ditambahkan datanya dengan memasukkan nama-nama yang aktif nulis. Sebelumnya saya juga meminta rincian pendaftar online Kompasianival, tapi prosesnya tidak bisa cepat, dan kemudian data yang terkumpul mencapai seribu lebih, sulit menyortir nama-nama dari data sebanyak itu dalam waktu sesingkat ini.
Namun demikian, teman-teman Admin punya jangkauan informasi yang cukup luas untuk menjaring nama-nama Kompasianer dari daerah yang mendaftar atau menyatakan diri akan datang ke Jakarta untuk ikut Kompasianival. Nama-nama ini pun dimasukkan ke data.
Malam harinya, Admin yang bertugas menambah 30 nama yang dianggap bagus. Targetnya adalah: Jumat pagi, sudah tersedia 130 nama Kompasianer, lengkap dengan email dan nomor teleponnya.
Dalam menghimpun nama-nama tersebut, saya mewanti-wanti agar tidak ada pertimbangan Pro atau Kontra Jokowi. Pertimbangan hanya satu: Kompasianer. Pasalnya, saya pribadi memahami bahwa kata kunci Jokowi sudah lama menjadi pusat-bahasan Kompasianer dengan beragam latar belakang dan pola pandang. Dan sebagai media warga, Kompasiana berkepentingan mempertahankan posisinya sebagai tempat berkumpulnya semua warga Indonesia dalam menyampaikan aspirasi, opini dan informasi.
Itulah sebabnya Kompasiana tidak pernah memiliki tendensi untuk mempertemukan Presiden dan Kompasianer di Istana, karena begitu inisiatif tersebut dilempar ke publik, Kompasiana dengan mudah dicap sebagai media yang memiliki keberpihakan kepada pemerintah—padahal media ini bukan punya penguasa.
Keputusan mengundang Presiden Jokowi ke Kompasianival juga semata-mata terkait tema besar yang diusung, yaitu “Indonesia Juara”. Dengan niat menyebarkan semangat juara, Kompasiana menganggap kehadiran Jokowi dapat menjadi salah satu inspirasi buat para peserta Kompasianival. Dan alokasi waktunya pun cukup singkat, hanya 15 menit (11.10-11.25), dalam rangkaian seremoni pembukaan Kompasianival.
H-1
Pasti ada yang bertanya, mengapa Admin tidak membuat pengumuman dan membuka registrasi online ‘makan siang di Istana’ seperti acara-acara lainnya?
Jawabannya ada di ketidakpastian informasi dan mepetnya waktu persiapan. Kompasiana punya SOP dalam setiap penyelenggaraan acara, yaitu adanya kepastian informasi dan waktu yang cukup untuk persiapan. Kepastian informasi maksudnya adalah, begitu undangan ditayangan secara online, maka rincian acara terkait hari, jam dan tempat harus sudah pasti dan tidak berubah-ubah. Saat ada perubahan informasi di tengah jalan, itu artinya akan menambah beban pekerjaan dua kali lipat, sehingga pada akhirnya mengganggu persiapan kegiatan lainnya. Kegiatan yang dirancang bersama klien ataupun komunitas juga harus sudah diumumkan jauh hari sebelum hari H. Agar Kompasianer punya waktu cukup untuk mendaftar. Dan Admin punya cukup waktu untuk memverifikasi peserta dan menyampaikan informasi teknis acara.