Mohon tunggu...
Iwan Dani
Iwan Dani Mohon Tunggu... Freelancer - Music for humanity

Untuk segala sesuatu ada waktunya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musik Kontemporer dan Tanggung Jawab Etikal dalam Perspektif Agamben tentang Kontemporer

15 November 2019   14:08 Diperbarui: 15 November 2019   14:21 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Theodor W. Adorno adalah seorang filsuf yang barang kali paling banyak menulis soal hubungan musik dengan filosofi (Bowie 2017, 309). Dia juga dikenal sebagai salah satu filsuf dan kritikus sosial Jerman paling penting setelah Perang Dunia II (Zuidervaart, 2015). Pemikiran Adorno tentang seni secara umum bersumber pada rekonstruksinya atas gerakan modern (Zuidervaart, 2015). Dalam konteks modernitas, Adorno sangat menentang segala bentuk komodifikasi (terhadap seni dan budaya) dan meyakini bahwa komodifikasi  merusak hidup manusia di dalam masyarakat (Fuch, 2016). Di era pasca Perang Dunia II, Adorno menilai bahwa peran musik secara sosial telah cenderung menjadi komoditas yang secara organisasi ada dalam monopoli industri (Fuch, 2016).

 Adorno adalah seorang anti kapitalis yang radikal yang menentang kapitalisasi musik dan kebudayaan. Adorno menulis :

Keuntungan [dari praktek kapitalis] menjadikan [karya seni] tidak lagi murni/nir-fungsi[iii] (functionless) sehingga mendegradasinya ke dalam ketidakadaan-rasa dan kehilangan-keterhubungan. (Adorno dalam Fuch 2016, h. 80)

Karya seni bagi Adorno adalah satuan sosial (social nomad). Sebagai satuan sosial, terjadi polaritas atau dialektika di dalam karya seni yakni antara 'makna' dan fungsi. Yang dimaksud 'makna'[iv] dari karya seni adalah pemaknaan yang signifikansi terhadap kebudayaan (culture). Sedangkan yang dimaksud fungsi adalah fungsi yang dikenakan kepada seni seperti fungsi politis atau fungsi ekonomi.

Agar karya seni tidak kehilangan kebenarannya maka karya seni harus tidak memiliki fungsi : 'Fungsi sosial bisa dikenakan pada karya seni adalah nir-fungsi (tanpa fungsi)' (Insofar as a social function can be predicated for artworks, it is their functionlessness). (Adorno 1997, h. 227). Di dalam dunia kapitalis, karya seni sudah menjadi instrumen ekonomi atau sebaliknya di lingkungan komunisme seperti di Rusia, karya seni menjadi instrumen politis. Pada kedua kondisi itulah karya seni kehilangan makna. Kondisi tanpa fungsi dari seni bagi Adorno adalah kebebasan dari kapitalisme dan sistem kelas.

Adorno percaya bahwa seni merefleksikan kebenaran yang ada di dalam masyarakat, dipahami dalam kerangka sosial-ekonomi-politik-teknologi ibarat refleksi materialis (seperti konsep tiruan alam/mimesis-nya Plato) dari konten-kebenaran seni. Jika masyarakat gagal (contohnya : peradilan yang korup) maka seni akan merefleksikan juga kegagalan itu demikian sebaliknya jika masyarakat maju (Kelly, 2007).

Penegasan mengenai konten-kebenaran (truth content) menjelaskan pendapat Adorno mengenai karakter "tiruan" dari seni (yakni seni sebagai ilusi). Seni merepresentasikan ilusi, namun ilusi itu dibarengi dengan konten-kebenaran karena seni merefleksikan  tidak hanya apa yang tidak dilakukan masyarakat namun juga apa yang dapat dan seharusnya (Kelly, 2007). Ketika konten-kebenaran menjadai pusat dari konsep estetika Adorno, seni dikatakan merefleksikan tiruan dari keindahan, yakni kehilangan keindahan itu atau keindahan yang suatu waktu akan dikembalikan kepada msyarakat. Artistik dan keindahan natural saling terhubung karena keduanya merefleksikan kemungkinan historikal yang wajib kita wujudkan.

Memahami Musik Kontemporer

Sejenak kita kembali ke pokok pembicaraan kita : musik kontemporer. Pertanyaan : 'Apa itu musik kontemporer ?' barangkali dirasakan sebagai pertanyaan yang klise. Dan jawabannya pun sudah mudah ditebak : musik kontemporer adalah musik masa kini, musik yang digemari anak-anak muda jaman sekarang. Jawaban standar seperti ini akan sulit menjelaskan apakah musik Tony Maryana itu termasuk musik kontemporer ? Atau apakah musik Franki Raden yang menggabungkan alat musik tradisional dan alat musik barat dalam sebuah komposisi musik adalah musik kontemporer ? Manakah yang kontemporer : lagu "Lagi Syantik" -nya Siti Badriah[v] atau "Semut Ireng[vi]" karya Slamet Abdul Sjukur ?

Kekontemporeran seni musik sebagaimana terjadi dalam seni lainnya (seni tari, seni rupa dan teater) dipahami dengan cara berbeda-benda. Sal Murgiyanto menyimpulkan dalam essainya: tidak ada model tunggal kontemporer (Murgiyanto, 2015). Meski demikian, saya mengajukan pemahaman kontemporer berdasarkan kontribusi Giorgio Agamben yang menurut saya sejalan dengan teori estetika Adorno yang nantinya akan bermuara pada 'tanggung jawab etikal' dari musik sebagaimana diusulkan oleh Jeff R. Warren.

Dalam esainya "What is Contemporery?" Agamben menguraikan pengertian kontemporer sebagai berikut :

  • Kekontemporeran (contemporariness) adalah relasi tunggal seseorang dengan waktunya sendiri yang melekat padanya namun secara bersamaan menjaga jarak dengannya. Dengan kata lain kekontemporeran adalah relasi dengan waktu dan melekat padanya lewat keterputusan dan anakronisme.
  • Melalui perenungan atas puisi karya Osip Mandelstam 'The Century' yang ditulis tahun 1923, Agamben menawarkan pengertian kedua : Kontemporer adalah dia yang memegang dengan teguh pandangannya pada waktu miliknya, bukan untuk memahami sisi terangnya namun lebih ke sisi kegelapannya. Bagi orang yang mengalami kekontemporeran, segala zaman adalah suram. Kontemporer adalah orang yang tahu cara melihat dalam kesuraman, orang yang bisa menulis dengan pna-nya dalam kesuraman saat ini.  Agamben kemudian mengajukan thesis yang didukung oleh penemuan para neuropsikolog bahwa melihat dalam kegelapan adalah sebuah kegiatan aktif dan merupakan kemampuan singular. Kontemporer adalah seseorang yang mampu melihat berkas kegelapan di zamannya.
  • Dengan ilustrasi 'memandang bintang di langit dalam kegelapan malam', Agamben mengatakan bahwa di tengah kegelapan ada cahaya yang berusaha menerobos ke arah kita namun tidak bisa. Kontemporer adalah memahami di dalam kegelapan, cahaya itu berusaha menggapai kita namun tidak bisa.
  • Kaitan masa lampau dengan kontemporer dijelaskan Agamben seperti ini : 'Kekontemporeran dipahatkan pada masa kini dengan menandai yang lainnya sebagai usang. Orang yang dapat memahami tanda dan pengenal segala yang usang dari yang paling modern dan kekinian adalah kontemporer.' Selaras dengan penyataan di atas 'kontemporer juga bisa berarti kembali ke masa kini di mana kita belum pernah ke sana.'
  • Dalam kaitannya dengan sejarah, Agamben mengatakan : 'Kontemporer adalah dia yang bisa melihat sejarah dengan hal yang tak terduga, mencupliknya sesuai dengan keperluan yang tidak muncul dari keinginannya namun dari kebutuhan mendesak yang tidak bisa dia respon.'

Inti pemikiran Agamben tentang kontemporer bisa dirangkai sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun