Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

BTN Diminta Ganti Nama, Padahal Baru Ganti Logo

4 Desember 2024   06:50 Diperbarui: 4 Desember 2024   06:50 4617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara peresmian logo baru BTN|dok btn.co.id

Bisnis perbankan di Indonesia saat ini secara umum relatif stabil, dalam arti sejak terjadinya krisis moneter 1998, belum ada lagi kejadian yang membangkrutkan beberapa bank sekaligus.

Memang, satu atau dua bank ada yang menghadapi masalah besar, tapi ini bersifat case by case, bukan gejala yang menimpa mayoritas perbankan nasional.

Beberapa pengamat ekonomi memperkirakan masa depan perbankan tidaklah cerah, karena begitu dominannya pengaruh financial technology (fintech).

Faktanya, sekarang orang yang datang ke kantor bank sudah semakin sedikit, karena semua kebutuhan transaksinya bisa dipenuhi melalui ponsel sambil rebahan di rumah.

Tapi, banyak bank yang dengan cerdas ikut masuk ke bisnis fintech, sehingga yang terjadi bukan persaingan yang mematikan, melainkan kolaborasi.

Persoalannya, apakah bank yang punya kemampuan fintech akan jadi bank yang spesialis di bidang pelayanan fintech, atau menjadi bank generalis dan fintech hanya menjadi salah satu bisnisnya.

Bank Jago menjadi contoh bank spesialis dan menyebutkan banknya sebagai bank digital. Bank ini terintegrasi dengan pelayanan aplikasi Gojek.

Bank-bank papan atas rata-rata mengakuisisi bank kecil dan menjadikannya sebagai anak perusahan dengan spesialisasi bank digital. Contohnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) punya anak perusahaan Bank Raya.

Berbicara soal bank spesialis versus bank generalis, ini sebenarnya soal klasik yang perlu diperhatikan manajemen bank dalam mengembangkan bisnisnya. 

Jika bank melayani semua segmen dan menyediakan semua produk perbankan, disebut sebagai generalis. Jika fokus ke segmen tertentu disebut sebagai spesialis.

Dulu, paling tidak hingga dekade 1970-an, bank-bank milik pemerintah punya spesialisasi segmen bisnis masing-masing.

BRI dulu lebih terfokus untuk membiayai sektor pertanian rakyat di pedesaan. Makanya, bank ini punya kantor yang tersebar hingga level kecamatan. 

Makanya, berbagai kredit bersubsidi kepada petani, atau kepada kelompok petani yang tergabung di Koperasi Unit Desa (KUD), disalurkan melalui BRI.

Tapi, seperti diketahui, sekarang BRI menjadi bank generalis yang bahkan punya kantor cabang di New York, Amerika Serikat (AS).

Dan kantor-kantor BRI di kecamatan kawasan pedesaan itu dikembangkan sehingga masuk juga di kawasan pemukiman di kota besar. 

Dengan jaringan yang sangat luas itu, sekarang yang menjadi penyumbang laba terbesar untuk BRI adalah dari penyaluran kredit berskala mikro kepada puluhan juta pelaku usaha mikro dan kecil di berbagai penjuru tanah air.

Bank Tabungan Negara (BTN) dulunya difokuskan untuk mendidik masyarakat agar gemar menabung dan sejak awal 1970-an dipercaya pemerintah untuk menyalurkan kredit perumahan rakyat.

Meskipun sekarang BTN bisa melayani semua segmen, tapi dominasi kredit perumahan masih tetap dipertahankan oleh pihak manajemennya. 

Bank Negara Indonesia (BNI) merupakan bank pertama yang didirikan oleh pemerintah RI pada tahun 1946. Bank-bank BUMN lainnya adalah bank peninggalan zaman kolonial yang kemudian dinasionalisasi.

BNI dibentuk dari awal sebagai bank generalis. Bahkan tujuan semula sebagai bank sentral, meskipun kemudian fungsi bank sentral diambil oleh De Javasche Bank yang dinasionalisasi dan dijadikan Bank Indonesia (BI).

Bank BUMN yang "termuda" adalah Bank Mandiri yang berdiri pada akhir 1998, dan merupakan hasil merger dari dari 4 bank berikut ini.

Pertama, Bank Dagang Negara (BDN) yang dulunya fokus pada pembiayaan sektor industri, pertambangan, dan perdagangan dalam negeri.

Kedua, Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) yang mulanya fokus pada pembiayaan ekspor dan impor.

Ketiga, Bank Bumi Daya (BBD) yang hingga dekade 70-an lebih fokus pada kredit sektor perkebunan dan kehutanan.

Keempat, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) yang lebih fokus pada pembiayaan di bidang pembangunan infrastruktur.

Masih ada satu bank lain yang juga menurut kacamata umum berstatus BUMN, yakni Bank Syariah Indonesia (BSI). 

Tapi, BSI ini bukan BUMN langsung, karena merupakan anak perusahaan dari Bank Mandiri sebagai pemegang saham mayoritas (hasil konversi dari Bank Syariah Mandiri) yang merger dengan BRI Syariah dan BNI Syariah.

Nah, baru-baru ini terbetik berita di media massa tentang kemungkinan akan digantinya nama BTN menjadi Bank Perumahan atau Bank Perumahan Rakyat.

Padahal BTN baru mengganti logo dengan logo seperti yang terlihat pada foto di atas. Mengganti logo bukan sesuatu yang murah, karena berlaku bagi semua unit kerja di BTN.

Logo baru yang dirilis merupakan simbol keberhasilan dan komitmen perseroan dalam melanjutkan transformasi menjadi Bank yang lebih modern, dan adaptif dalam menghadapi digitalisasi. 

Langkah rebranding ini sejalan dengan transformasi perusahaan untuk menjadi The Best Mortgage Bank in South East Asia pada 2025.

BTN meluncurkan logo barunya dalam acara BTN Anniversary Festival 2024, yang diadakan pada Minggu, 3 Maret 2024 di Indonesia Arena, Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. 

Dalam sambutannya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, ulang tahun ke-74 dan peluncuran logo baru menjadi momentum bagi BTN untuk melakukan percepatan transformasi.

Erick meminta agar BTN harus mampu menjadi tumpuan dalam solusi pembiayaan perumahan bagi masyarakat banyak. 

Lebih lanjut, Erick menyebutkan, saat ini 52 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan, dan diperkirakan angka ini meningkat menjadi 70 persen pada 2035. 

Jadi, pembiayaan untuk 600.000 unit rumah tidak cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, karena secara keseluruhan, kekurangan perumahan di Indonesia berkisar di angka 12,7 juta. 

Adapun tentang pergantian nama bank, Kompas.com (27/11/024) menulis, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait meminta agar BTN ke depan bisa bertransformasi menjadi Bank Perumahan. 

Hal itu diperlukan agar ada bank di Indonesia yang fokus untuk membiayai ekosistem bidang perumahan, sehingga mampu membangun kepercayaan publik sekaligus meningkatkan pembangunan rumah di Indonesia. 

Pernyataan tersebut di atas sebetulnya bukan kali pertama dilontarkan Ara, sapaan akrab Maruarar Sirait. 

Sebelumnya, dalam diskusi Program 3 Juta Rumah di Menara BTN, Jakarta, Jumat (8/11/2024), Menteri PKP sempat meminta agar BTN mengubah nama menjadi Bank Perumahan sehingga lebih fokus dalam pembiayaan perumahan.

"Saya minta ke depan BTN bisa lebih fokus untuk sektor perumahan. Untuk itu perlu transformasi besar BTN menjadi Bank Perumahan," ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Program 3 Juta Rumah di Menara 2 BTN, Jakarta, Selasa (26/11/2024), dikutip dari unggahan akun Instagram resmi Kementerian PKP.

Pertanyaannya, tanpa ganti nama pun publik telah mengetahui kalau BTN bank yang identik dengan bank perumahan rakyat.

Kalau begitu, untung ruginya ganti nama perlu dikaji matang-matang. Memang, dengan mengganti nama, akan lebih menegaskan arah bisnis BTN.

Tapi, jangan lupa, nama yang terlalu spesifik akan menghilangkan peluang di bidang lain yang bersifat generalis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun