Kedua, Commonwealth Bank menjual sahamnya ke Bank OCBC NISP. Commonwealth Bank menutup operasinya di Indonesia dan memilih fokus di negara asalnya, Australia dan Selandia Baru.
Ketiga, Standard Chartered Bank Indonesia menjual kredit ritelnya ke bank milik Grup MUFG, yakni PT Bank Danamon Indonesia, seperti ditulis cnbcindonesia.com (21/11/2023).
Daftar di atas menjadi semakin panjang kalau dihitung bank asing yang cabut dari Indonesia di tahun-tahun sebelumnya, seperti Rabobank, RBS Indonesia, ANZ Indonesia, dan Barclays Indonesia.
Selama ini, perusahaan asing yang di level internasional punya nama besar, jika masuk ke Indonesia, menjadi sesuatu yang dianggap mengancam perusahaan lokal yang bergerak di bidang yang sama.
Tapi, untuk industri perbankan kondisi demikian tidak berlaku. Nasabah yang sudah nyaman dengan suatu bank, relatif sulit pindah ke lain hati.
Apalagi, bila seorang nasabah sudah mengenal secara personal beberapa petugas di bank tempatnya membuka rekening, sehingga bila ada apa-apa merasa ada petugas yang membantu.
Kemudian, banyak pula bank yang melakukan pendekatan melalui kelembagaan. Maksudnya, dengan melobi kepala dari suatu lembaga, maka semua karyawan di lembaga itu digaet jadi nasabah.
Hal itu contohnya berkaitan dengan penyaluran gaji karyawan, di mana biasanya karyawan harus membuka rekening untuk menerima gaji dan tunjangan lainnya.
Dalam hal penyaluran kredit berbunga rendah karena disubsidi pemerintah, bank asing jelas tidak kebagian. Hanya bank-bank milik negara/daerah serta beberapa bank swasta nasional yang ditunjuk.
Dengan kondisi seperti di atas, struktur kompetisi perbankan di negara kita barangkali kurang begitu kondusif bagi bank asing.
Akhirnya, sudah cukup lama perbankan di Indonesia sangat dominan dikuasai oleh 4 besar berikut ini, yang dikutip dari berita di cnbcindonesia.com (17/10/2023).