Kedua, berupa majalah yang sifatnya serius, khusus memuat hasil penelitian dari Divisi Riset dan Perencanaan Strategis.Â
Terbitnya sekali tiga bulan. Penulis dari divisi lain pun tetap diterima asal tulisannya dinilai redaksi sebagai tulisan ilmiah dan dominan mengandung unsur analisis.
Ketiga, majalah lifestyle yang diterbitkan Divisi Wealth Management dalam format superlux setiap triwulan, dibagikan khusus bagi nasabah priority banking dan private banking.
Apa yang terjadi sekarang? Ternyata ketiga media itu semuanya sudah KO (knock out) alias tumbang, mengikuti jejak media cetak komersial. Senjakala media cetak melanda media internal perusahaan.
Jelas bukan karena rugi yang membuat tumbangnya majalah cetak internal perusahaan. Soalnya, media itu didistribusikan secara gratis dan sudah ada anggaran biayanya.
Alasan manajemen bank tak lagi mencetak majalah-majalah tersebut, diduga karena memang tak banyak lagi karyawan atau pelanggan yang membutuhkannya.
Memang, majalah-majalah tersebut masih bertahan dengan versi digital, namun karyawan atau nasabah yang membaca relatif sedikit. Tapi, cara ini dipertahankan karena jauh lebih hemat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H