Pada Juli 2021, seperti diberitakan bisnis.com (1/9/2021), BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 22.764 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di seluruh Indonesia.
FKTP tersebut kebanyakan adalah Puskesmas dan Klinik yang akan dikunjungi peserta saat berobat. Jadi, setiap peseta harus memilih FKTP yang diinginkannya.
Jika kondisi pasien membutuhkan pemeriksaan dan konsultasi lebih lanjut di rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya, dokter di FKTP akan memberikan surat rujukan untuk dikirim ke rumah sakit yang sudah jadi mitra BPJS.
Begitulah, meskipun di awal pendirian BPJS Kesehatan pada 2014 cukup banyak masalah yang dihadapi secara sistem operasional, kini kondisinya semakin membaik.
Memang, antrean di puskesmas yang menjadi FKTP biasanya cukup panjang, tapi pengunjung juga sudah mengantisipasinya karena sudah terbiasa.Â
Ada juga keluhan pasien yang ingin langsung dilayani rumah sakit besar atau dokter spesialis. Tapi, prosedurnya tidak memungkinkan, tetap melalui rujukan dari FKTP.
Sebetulnya, bila di sebuah puskesmas terlalu banyak peserta yang memilihnya sebagai FKTP, peserta bisa memilih Klinik Pratama yang dekat rumahnya sebagai FKTP.
Lagipula, Klinik Pratama yang sudah menjadi mitra BPJS biasanya akan gigih mencari peserta yang mau menjadikan kliniknya sebagai FKTP.
Soalnya, setiap puskesmas atau klinik akan dibayar oleh BPJS atas dasar jumlah peserta yang terdaftar di sana, yang disebut sebagai kapitasi, meskipun peserta tersebut tidak berobat.
Jika dihitung tarif kapitasi per orang, sebetulnya relatif kecil. Namun, jika di sebuah klinik terdaftar 1.000 orang peserta BPJS, sudah cukup membantu biaya operasional klinik.
Hanya, kalau mengacu pada kondisi di Jakarta, sebagian klinik dan rumah sakit swasta masih belum menerima pasien BPJS.Â