Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pelaku UMKM Perlu Cari Kiat Baru agar Tetap Selamat

9 April 2020   06:29 Diperbarui: 9 April 2020   06:36 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kompas/ Yuniadhi Agung.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di negara kita, sangatlah banyak jumlahnya, mencakup puluhan juta pelaku. Sayangnya, kondisi saat ini sangat tidak kondusif bagi pelaku UMKM, bahkan boleh dikatakan mereka tengah tiarap. 

Mungkin sebagian sudah sekarat dihantam dampak pandemi virus corona atau Covid-19 karena hampir semua orang berdiam saja di rumah masing-masing.

Padahal pada waktu krisis moneter 1998, UMKM-lah yang menjadi penyelamat. Ketika itu banyak konglomerat yang gulung tikar. Tapi UMKM selamat. Bahkan banyak eksekutif atau artis yang lagi sepi job, mendirikan kafe tenda dengan rasa hotel bintang lima, namun harganya kaki lima.

Hal itu juga tergambar pada kinerja perbankan nasional. Bank-bank yang mengucurkan kredit kepada para konglomerat malah hancur, ada banyak yang dilikuidasi. 

Tapi bank seperti BRI yang nasabahnya mayoritas pelaku UMKM, tetap berkembang, bahkan sekarang menjadi bank yang paling besar perolehan labanya di antara bank-bank  di tanah air.

Hanya saja, pendapat yang menyatakan UMKM bersifat fleksibel, gampang beradaptasi dengan kondisi apapun, sekarang terancam sudah tidak berlaku lagi. Sebetulnya tanpa ada wabah Covid-19 pun, sudah banyak pelaku UMKM yang bergaya tradisional, yang menurun omzetnya.

Hal itu terjadi karena seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat, tidak memberi tempat bagi pelaku UMKM yang kurang terdidik dan gagap dalam menggunakan teknologi.

Akibatnya penjualan berbagai produk dan jasa di pasar tradisional, di warung-warung pinggir jalan, atau di lokasi tertentu yang masih membolehkan kehadiran pedagang kaki lima, semakin ditinggalkan konsumen yang beralih berbelanja secara online.

Akhirnya dengan tergagap-gagap ada juga sebagian pelaku UMKM yang berhasil mengubah mindset-nya dan mulai menjajakan barangnya di berbagai media sosial atau menaruh di aplikasi tertentu yang memang ditujukan buat mempertemukan antara penjual dan pembeli secara online.

Pelaku UMKM yang mampu beradaptasi itu belum banyak. Sebagian besar masih mempertahankan cara berdagang yang selama ini dijalaninya.

Maka ketika pemerintah mengambil kebijakan social distancing atau physical distancing, tak pelak lagi, pukulan buat pelaku UMKM betul-betul telak.

Tak ada lagi pedagang makanan di dekat area perkantoran, kampus, atau sekolahan yang dikerubungi pelanggannya pada sekitar jam makan siang. Tak ada lagi pedagang dadakan di sekitar masjid setiap ada acara pengajian atau sehabis pelaksanaan salat Jumat.

Terbayang gundahnya para pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara, yang Senin (6/4/2020) sangat berharap boleh kembali membuka tokonya setelah ditutup tiga minggu, tahu-tahu masa penutupan diperpanjang lagi oleh Pemda DKI. Padahal banyak pedagang yang sudah datang ke tokonya.

Program Social Safety Net yang dilakukan pemerintah, memang bermaksud baik. Namun belum tentu para pelaku UMKM akan terdata dengan cermat dan menerima bantuan, karena mereka yang di Jakarta, banyak yang masih ber-KTP daerah asal.

Lalu soal dibolehkannya penerima kredit bank untuk menunda membayar cicilannya, jelas akan membantu. Tapi seberapa banyak para pedagang kecil yang menerima kredit dari bank? Bukankah masih banyak yang berutang ke famili sendiri, ke sesama pedagang, atau bahkan terjerat rentenir yang rajin datang ke pasar-pasar.

Bukannya program pemerintah itu kurang efektif, namun sebaiknya para pelaku UMKM jangan terlalu berharap untuk menerima bantuan dengan cepat. Terlalu berharap malah bisa mendatangkan kekecewaan.

Makanya tidak bisa tidak, pelaku UMKM perlu lebih kreatif. Bagi pelaku UMKM yang sudah tergolong kelas menengah, sebetulnya tidak terlalu mengkhawatirkan, karena rata-rata sudah mampu berbisnis secara modern.

Makudnya produknya didesain secara baik, dikemas dengan gaya kekinian, dipromosikan melalui media sosial, dan juga bisa didistribusikan dengan sistem antar jemput. 

Kalaupun mereka mempunyai gerai kecil  di mal, lebih sekadar alat promosi untuk konsumen yang masih senang berbelanja secara langsung. Sekarang karena ada physical distancing, mereka mampu beroperasi di mal dengan mematuhi kebijakan pemerintah.

Umpamanya dengan menyediakan alat pendeteksi suhu tubuh di pintu masuk. Hal ini akan meyakinkan pengunjung bahwa semua yang masuk adalah mereka yang sehat. Apalagi bila pengunjung yang tidak pakai masker tidak diperkenankan masuk.

Kemudian penting pula penampilan para pramuniaganya harus memakai masker dan sarung tangan. Bahkan salah satu gerai makanan seperti ditulis Kompas, Minggu (5/4/2020), menyemprotkan cairan disinfektan setiap satu jam sekali.

Ada juga gerai makanan yang mengukur suhu tubuh para pegawainya setiap beberapa jam sekali dan mencantumkannya di layar yang gampang dibaca pengunjung.

Semua itu membuat pelanggan atau mereka yang kebetulan lewat di depannya menjadi yakin bahwa gerai makanan itu sangat memperhatikan aspek kesehatan.

Tinggal lagi bagi pelaku UMKM kelas bawah harus pula mencari ide baru agar warga mau membeli barang yang dijualnya atau menggunakan jasanya. 

Dahlan Iskan dalam catatannya yang beredar di media sosial memberi contoh, tukang cukur harus memakai alat pelindung diri (APD). Apalagi minggu depan rambut bapak-bapak sudah panjang serentak. 

Para pedagang sayur harus lebih banyak menjual buah dan sayur yang tinggi vitamin C-nya. Bahkan pelayan-pelayan restoran sebaiknya membuat paguyuban di setiap sektor hunian. Bagilah tugas, ada tim yang memasak, yang mem-posting di instagram, dan yang mengantar makanan.

Ringkasnya, bagi semua pelaku UMKM, kata kunci untuk bisa bertahan atau untuk lebih berkembang lagi, harus rajin memutar otak untuk mencari kiat baru yang lebih ampuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun