Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Dendam Positif dan Titik Balik dalam Meniti Karir

1 Januari 2020   00:01 Diperbarui: 1 Januari 2020   14:20 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak tahu kenapa saya gagal di tes psikologi. Ada 2 bagian dalam tes ini, yakni tertulis dan wawancara. Dugaan saya saat sesi wawancara, kondisi saya yang baru sembuh dari sakit yang membutuhkan rawat inap selama 2 minggu di sebuah rumah sakit, turut menjadi faktor penyebab. Paling tidak, rasa percaya diri saya mungkin kurang terlihat.

Dari 13 orang tersebut, ada 3 orang yang lolos seleksi. Dua orang dikirim ke AS dan seorang ke Australia. Padahal dalam hati saya merasa tidak kalah dengan ketiga teman saya tersebut. Buktinya, ketika ikut kelas pelatihan selama 3 bulan di tahun pertama kami bekerja, nilai saya Alhamdulillah yang tertinggi. 

Saya sempat merasa karir saya akan cepat mentok, mengingat senior-senior saya yang sepertinya mendapat fasilitas lewat "jalan tol" adalah mereka yang sudah bergelar master.

Tahun 1992 menjadi masa yang membuat saya hampir putus asa dan sempat terpikir untuk mencari pekerjaan lain. Apalagi bos saya tidak begitu menyukai saya. Beliau terlalu banyak memberikan instruksi, dan tidak semua bisa saya lakukan.

Niat untuk mencari pekerjaan lain, saya urungkan. Soalnya saat itu saya masih rutin setiap bulan melakukan kontrol kesehatan ke seorang dokter spesialis penyakit dalam. 

Di perusahaan tersebut, kuitansi pembayaran untuk dokter, apotik dan laboratorium, diganti kembali oleh kantor. Jadi kalaupun nanti saya betul-betul pindah kerja, sebaiknya dilakukan setelah betul-betul sehat.

Namun terjadi titik balik dalam karir saya di tahun 1993. Awalnya saya secara tak sengaja dapat kesempatan berbincang-bincang dengan seorang senior yang berbeda divisi dengan saya. Ia relatif sering menulis opini di koran paling terkemuka, Kompas.

Saya yang merasa punya bakat menulis, di sekolah dulu pernah menang lomba mengarang, termotivasi untuk mengikuti jejak senior tersebut. Maka jadilah di tahun itu tulisan saya beberapa kali dimuat halaman opini Kompas. 

Kelok Sembilan, Sumbar (foto tempo.co)
Kelok Sembilan, Sumbar (foto tempo.co)
Sejumlah artikel yang dikembalikan Kompas dengan alasan Kompas kesulitan tempat untuk memuatnya, saya kirimkan ke media lain, dan dimuat.

Setelah itu "dunia" saya rasakan berbeda. Bos saya mulai memberikan apresiasi. Saya mendapatkan promosi menjadi wakil kepala bagian. 

Bahkan pada tahun 1994 saya ikut pelatihan komunikasi bisnis selama 3 bulan di Singapura, dikirim oleh Direksi, bersama belasan senior saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun