Mohon tunggu...
Irwan Lalegit
Irwan Lalegit Mohon Tunggu... Konsultan - Nama Lengkap Saya: Irwan Gustaf Lalegit

ADVOKAT, Alumni Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dokter Palang Merah Indonesia, Dokter Pejuang, Dokternya Para Pejuang!

5 Maret 2016   00:50 Diperbarui: 16 Oktober 2016   13:46 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="KRI Dr Suharso, berlabuh di teluk Manado saat pelaksanaan ARF DiRex 2013, Foto: PMI"][/caption]Barangkali saat ini tak banyak generasi muda Indonesia yang tahu tentang sosok dokter Suharso, padahal dia dikenal sebagai dokter pejuang dan dokternya para pejuang kemerdekaan kita, dokter Palang Merah yang merawat mereka (para pejuang) ketika mereka dengan gagah berani menghunus keris, bambu runcing, golok, pedang, dan angkat senjata melawan agresi militer Belanda yang mau lagi menjajah negeri kita. 

Bersama mereka (para pejuang kemerdekaan) tentu saja dokter Suharso pun berjuang mempertahankan keutuhan negara dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan pengorbanan jiwa dan raganya. Ya, Profesor Dokter Suharso namanya, dia lah satu dari "Dokter-dokter Negarawan"yang dimiliki Indonesia dengan kepahlawanannya terus membela negara kesatuan republik Indonesia dan menjaga “ibu pertiwi”. 

Bergabung dengan Palang Merah Indonesia sebagai dokter, Suharso merawat para pejuang dan mereka-mereka yang cedera saat dan usai pertempuran-pertempuran pasca proklamasi 17 Agustus 1945. 

Waktu itu, banyak diantara para tentara rakyat kehilangan tangan atau kaki, menjadi cacat akibat terjangan peluru, hantaman granat, ledakan ranjau darat atau bom. Dia tak tega melihat penderitaan para pejuang itu, kemudian berusaha meringankan penderitaan mereka dengan membuat tangan dan kaki tiruan. 

Maka atas dedikasinya yang tulus ikhlas itu, melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 088/TK/Tahun 1973, pemerintah menganugerahinya gelar “Pahlawan Nasional Pembela Kemerdekaan”.

[caption caption="Foto Prof Dr R Suharso/by pahlawancenter.com"]

[/caption]

“DIALAH SOSOK DOKTER YANG MERAWAT NEGARA DAN PENGABDI KEMANUSIAAN”

Laman Wikipedia (ensiklopedia online) menulis: dokter teladan ini dilahirkan di desa Kembang, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, pada 13 Mei 1912. 

Tahun 1933, ia menyelesaikan studi di AMS (Algeme(e)ne Middelbare School atau sekolah setingkat Sekolah Menengah Atas, Bagian B di Yogyakarta), lalu melanjut ke Nederlandsch Indische Artsen School (sekolah untuk mendidik dokter pribumi di Surabaya, dan lulus sebagai Indisch Arts tahun 1939), kemudian bekerja sebagai asisten bedah di rumah sakit CBZ (Centraal Burgerlijk Ziekenhuis), Simpang, Surabaya, di tempat dimana sekarang dijadikan Surabaya Plaza. 

Tahun 1941, karena tidak sependapat dengan perlakuan perawat Belanda di rumah sakit CBZ, dia dipindahkan ke Sambas (Kalimantan Barat) sampai balatentara Jepang mendarat di Indonesia tahun 1942. 

Saat Jepang telah menduduki Kalimantan, dia termasuk dalam daftar orang-orang terpelajar di Kalimantan yang akan mereka bunuh. Mengetahui hal itu, dengan berbagai cara ia berusaha pulang ke pulau Jawa. 

Di Solo, Jawa Tengah, pada tahun 1945, dia membentuk Cabang Palang Merah Indonesia bersama teman-temannya guna membantu perjuangan tentara rakyat mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, sembari bekerja di Rumah Sakit Jebres, Solo. 

Di era inilah dia dengan giat mendedikasikan dirinya sebagai dokter Palang Merah Indonesia, mengabdikan dirinya untuk kepentingan kemanusiaan.

Pada tahun 1946, dia terpanggil untuk membuat prothesa dan orthosa dan serius mengembangkan bidang prosthesis-orthosis serta rehabilitasi medik di Indonesia karena belum ada sekolah dan pendidikan untuk itu dan karena begitu banyaknya tentara rakyat, masyarakat, terutama pemuda-pemudi yang cacat seumur hidup akibat perang. Ia merasa bahwa para penyandang cacat yang telah berjuang demi bangsa dan negara itu wajib ditolong.

Lalu pada tahun 1950 ia berangkat ke Inggris untuk mendalami ilmu prothese (ilmu tentang pengganti buatan untuk bagian-bagian tubuh yang rusak atau hilang). Dia belajar membuat alat-alat buatan yang menyerupai bentuk bagian tubuh untuk menggantikan bagian tubuh yang hilang atau rusak akibat trauma, penyakit, atau kondisi prakelahiran. 

Sekembali dari Inggris, kepeduliannya kepada penderita cacat semakin tinggi. Ia mendidirikan Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat di Solo, sebagai tempat merawat orang-orang yang menderita cacat jasmani.

Kegiatan kemanusiaan ini mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat, sehingga pusat rehabilitasi itu mendapat banyak bantuan, baik dari dalam maupun dari luar negeri.

“KAPAL PALANG MERAH SUHARSO”

Saya ingat saat di Manado, ibukota provinsi Sulawesi Utara, sebelum kegiatan ASEAN Regional Forum-Disaster Relief Exercise (ARF-DiREx), ada diantara adik-adik Palang Merah Remaja (PMR) dan Korps Sukarelawan (KSR) PMI yang menanyakan perihal kedatangan Kapal Palang Merah untuk bergabung dalam misi kerjasama simulasi pertolongan korban Gempa Bumi dan Tsunami se ASEAN. 

Memang, jauh-jauh hari kapal inilah yang paling ramai diberitakan media massa bahwa ia akan merapat juga di teluk Manado yang indah dan memiliki sunset tercantik serta surga bagi para penyelam internasional itu. Karena selain ikut bergabung dalam kegiatan latihan bersama, ia juga sering diberitakan sebagai Kapal Palang Merah. 

Karena disebut sebagai kapal Palang Merah, maka mungkin bagi adik-adik PMR dan KSR adalah Markas Pusat PMI di Jakarta dipersepsikan sebagai pemilik kapal itu. 

Pertanyaan mereka tentu mendapatkan jawabannya saat itu, karena ketika berlangsung kegiatan ARF-DiREx tersebut, Kapal Republik Indonesia (KRI) Dr Suharso dengan nomor lambung 990 itu disebut sebagai salah satu kapal rumah sakit di jajaran Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim). 

Bahwa Kapal Palang Merah yang di benak mereka sebagai milik Markas Pusat PMI, dijelaskan humas dan media sebagai bukanlah milik Markas Pusat PMI, tapi jenis kapal rumah sakit milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL), tentara laut kebanggaan Indonesia. 

Sesuai berita dari dinas penerangan TNI-AL, ia datang untuk ikut berpartisipasi dalam pelatihan (simulasi) kerjasama penanganan korban bencana Gempa dan Tsunami se Asean di teluk Manado tanggal 14-20 Maret 2011. 

Rasa keingitahuan mereka yang besar tentu adalah kesempatan terbaik bagi kami untuk terus mendiseminasikan lambang-lambang Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang telah diatur di dalam Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan tiga protokol tambahannya, sembari ikut pula kami tegaskan tentang siapa saja yang berhak menggunakan Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah atau Kristal Merah kepada mereka. 

Sesuai Konvensi Jenewa Tahun 1949 beserta protokol-protokol tambahannya, dengan memberikan tanda atau lambang Palang Merah diatas dasar putih di lambung KRI Dr Suharso, kapal itu kini mengemban misi kemanusiaan yang netral. Ketika terjadi perang atau konflik bersenjata, kapal ini menjadi kapal penolong para korban perang termasuk korban perang dari lawan sekalipun, dan karenanya dia harus terus dilindungi untuk tidak bisa ditembaki.

“MENUNGGU DISAHKANNYA RUU KEPALANGMERAHAN OLEH DPR”

Ya, Kapal Palang Merah itu namanya KRI Dr Suharso-990 dan mulai beroperasi sebagai kapal rumah sakit sejak 17 September 2008 dan ia nampaknya menjadi sangat gagah perwira menembus gelombang laut Indonesia untuk menolong anak negeri dengan menyandang nama pahlawan kita ini. 

Terakhir diberitakan, pada awal tahun 2016 ini, dia mengemban misi khusus: “Perjalanan Muhibah Kesehatan ke Timor Leste”, negara tetangga kita yang berbatasan darat dengan provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Selain di dukung peralatan canggih, ia juga diperkuat dengan dokter-dokter spesialis dan tenaga-tenaga medis terbaik yang dimiliki Indonesia.

Mengingat kapal Palang Merah jenis ini telah dipunyai Indonesia dan karena Indonesia sebagai negeri kepulauan terluas yang rawan bencana, mungkin saja dikemudian hari kelak, Markas Pusat PMI akan memiliki kapal milik sendiri seperti ini untuk menolong, membantu, mengobati saudara-saudari kita yang terhimpit derita, berjuang dikeganasan hidup di pulau-pulau terpencil. 

Ya, karena memang selama ini upaya distribusi bantuan ke pulau-pulau selalu harus melalui jalur laut dan itu paling sering dilakukan oleh Markas Pusat PMI. 

Tentu kita masih ingat betapa pasca Gempa dan Tsunami di Aceh, Nias, Mentawai, atau ketika membatu negara tetangga Filipina yang dilanda topan Haiyan 2013, Markas Pusat PMI mengirim bantuan melalui jasa kapal laut.

Kedepan, agar Kapal Palang Merah SUHARSO dalam gerak pengabdian kemanusiaannya yang netral mendapatkan jaminan perlindungan untuk menolong para korban baik pada situasi damai maupun pada keadaan perang, maka Undang-Undang Kepalangmerahan yang di dalamnya mengatur penggunaan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah selalu menjadi jawaban atas kebutuhan hukum yang paling ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia. 

Ramainya social media (Socmed) akhir-akhir ini dengan hastag #RUUKepalangmerahan dan #SavePMI harusnya menjadi perhatian, "lampu merah", bagi Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah untuk segera mengundangkan Undang-Undang Kepalangmerahan.

Memang nasib Undang-Undang Kepalangmerahan ini sepertinya terus-menerus menjadi teka-teki politik legislasi negara yang sangat sulit diterka jawabannya. 

Dia seakan menjadi bola liar politisasi, mengelinding kesana-kemari tanpa bisa ditebak, dimana menurut pendapat banyak kalangan itu seumpama karakter pragmatisme elit politik saat ini, ada duit dulu baru bergerak. 

Atau bisa saja karena ketidakmauan para ‘yang mulia’ wakil rakyat di Senayan untuk mengerti bahwa ada kebutuhan menguatkan misi kemanusiaan PMI sebagai Perhimpunan Nasional sebagaimana diatur oleh UU Nomor 59 Tahun 1958 tentang tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949 yang sangat penting, utama dan paling mendesak, yang seharusnya diletakkan diatas kepentingan-kepentingan kelompok atau golongan faksi-faksi politik dan atau ideologi.

Semoga saja amatan negatif masyarakat Indonesia kepada para wakil rakyat di Senayan akan keliru dan jadi terbantahkan dengan kemunculan Undang-Undang Kepalangmerahan. 

Bahkan Ia disahkan DPR tanpa embel-embel syarat tak rasional "ada duit dulu baru bergerak", dan memang karena tentu kita semua (masyarakat Indonesia) selalu berharap agar para Wakil Rakyat kita di Senayan "yang mulia" menjadi negarawan yang dengan penuh kebesaran hati melihat hal yang sangat penting dan mendesak di bidang kemanusiaan ini, untuk segera menjawab, mewujudkan, menjadikan RUU Kepalangmerahan menjadi UU Kepalangmerahan sebagai prioritas program legislasi terpenting di tahun 2016 ini, tanpa pun harus meniadakan pembahasan RUU lainnya yang juga begitu penting. 

Bahwa yang harus menjadi catatan DPR saat ini adalah masyarakat Indonesia terus menunggu jawaban Dewan Perwakilan Rakyat serta Pemerintah untuk bersatu hati segera  mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Kepalangmerahan. 

Tolong hadirkan segera Undang-Undang Kepalangmerahan yang mengemban misi kemanusiaan itu!

Selain agar Undang-Undang Kepalangmerahan segera berwujud, kiranya dengan Undang-Undang Kepalangmerahan ini, akan mempertegas tugas PMI sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk terus memupuk benak generasi muda Indonesia (melalui wadah Palang Merah Remaja/PMR, Korps Sukarelawan/KSR, dan Tenaga Sukarelawan/TSR) dengan semangat kegigihan berbakti seperti yang pernah dimiliki oleh Profesor Dokter SUHARSO sebagai pengabdi kemanusiaan.

Dengan UU Kepalangmerahan maka tentu saja bangsa Indonesia semakin yakin bahwa PMI adalah lembaga kemanusiaan yang dibentuk pemerintah untuk senantiasa berkomitmen mengawal mereka (generasi muda) agar tetap menjaga-mewarisi Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai Kejuangan dan Kepahlawanan dari Sang Dokter Palang Merah Indonesia, Dokter Pejuang, Dokternya Para Pejuang SUHARSO, sehingga di negeri kepulauan yang berjejer dari Sabang sampai Merauke ini tetap lestari adanya generasi dokter-dokter yang bergabung dengan Palang Merah Indonesia, dan agar dedikasi Pahlawan Kemanusiaan kita seperti “Profesor Dokter Suharso” tidaklah menjadi sia-sia. 

Karena itulah kepada seluruh masyarakat Indonesia, mari terus mengatakan: “Ayo DPR Segera Sahkan #RUUKepalangmerahan” demi kemanusiaan. 

Penulis: Irwan Lalegit, Sukarelawan PMI

[caption caption="Indonesia Membutuhkan UU Kepalangmerahan"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun